Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bangun Ketahanan Nasional, Wejangan dari Kisah Mahabharata Ini Tepat bagi yang Aktif Bermedsos

9 Agustus 2017   15:00 Diperbarui: 10 Agustus 2017   00:47 1263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pagelaran wayang kulit (Sumber foto: poskotanews.com)

"Aswatama mati...!"

Kabar kematian putra tunggal Resi Dorna itu menggema ke seluruh medan perang Kurusetra.

Mendengar kematian putra kesayangannya, Dorna atau yang juga dikenal dengan nama Begawan Kombayana yang saat itu tengah beradu kesaktian melawan Arjuna meminta gencatan senjata.

Ditanyakanlah kabar duka itu kepada Arjuna, lalu Nakula dan Sadewa. Tetapi Dorna tidak mendapatkan jawaban yang meyakinkan dari ketiganya. Kemudian, dicarinya Yudhistira yang dikenal luas tidak pernah sekalipun berbohong.

Di hadapan Yudhistira, Dorna pun menyampaikan pertanyaannya, "Ngger, benarkah putraku Aswatama telah gugur?"

"Benar Eyang, Suratama telah mati," jawab Yudhistira dengan melemahkan suaranya pada "Sura" dan mengeraskannya pada "Tama".


Mendapatkan kepastian tentang kabar kematian putra kesayangannya, kesedihan pun merayapi jiwa sang Begawan. Sontak semangat hidup resi sakti mendraguna itu pun menghilang.

Dengan lunglai Dorna duduk bersila. Ia memohon kepada para dewa untuk dapat melepaskan nyawanya. Tidak lama kemudian, menemui ajalnya. Dorna telah memilih kematiannya sendiri.

Jika saja Dorna lebih tenang dalam menghadapi berita yang dterimanya, mungkin akhir dari perang Baratayudha tidak seperti yang diceritakan saat ini.

Karena, yang tewas sebenarnya bukan Aswatama, tetapi gajah bernama Asuratama yang dibunuh oleh Bima. Dan, atas perintah Sri Kresna, Bima memelintir "Asuratama" menjadi "Aswatama".

Itulah kabar hoax yang membumbui kisah Mahabharata. Dan, para dewa pun marah atas cara Yudhitira menjawab pertanyaan Dorna. Kemarahan para dewa itu terlihat dari roda kereta Yudhistira yang mendadak menyentuh tanah.

Bulak Rantai: Dokumen Maya yang Banyak Memakan Korban

Di tengah era milenial seperti sekarang ini, hoax merupakan salah satu virus yang yang memviral lewat dunia maya. Celakanya lagi, kecepatan penyebaran dari virus maya ini sulit dikejar oleh penangkalnya.

Penyakit yang ditimbulkan oleh virus hoax ini pun tidak tanggung-tanggung dampaknya. Virus maya ini mampu menggerogoti ketahanan nasional yang membuat sebuah bangsa menjadi rapuh, termasuk Indonesia.

Sebelum media sosial digunakan -Friendster yang digelari sebagai moyang dari media sosial baru beroperasi pada 2002-, informasi menyebar luas lewat mailing list atau yang banyak disebut dengan milis.

Sekitar tahun 2000, sejumlah pengguna milis menerima informasi yang kemudian dikenal sebagai Dokumen Bulak Rantai. Saat dokumen itu menyebar, pengguna internet masih sulit mencari validitasnya.  

Mirip dengan yang terjadi pada saat ini, informasi yang awalnya hanya beredar lewat milis kemudian menjadi isu nasional setelah diberitakan oleh sejumlah media arus utama.

Sampai saat ini, keabsahan dari Dokumen Bulak Rantai belum pernah diselidiki. Namun demikian, dokumen tersebut telah memakan korban sejumlah tokoh nasional (Baca di KOMPAS.COM). Tidak hanya itu, dokumen yag tidak jelas validitasnya itu telah berhasil mengubah perjalanan bangsa ini.

Sebuah isu memang tidak harus memiliki nilai kebenaran untuk dapat dipercaya. Sebuah isu hanya membutuhkan alur logika yang sulit untuk dipatahkan. Bahkan, dengan hanya mengulanginya secara terus-menerus, sebuah kebohongan dapat diterima sebagai sebuah kebenaran.

Jika mengacu pada tersebarnya Dokumen Bulak Rantai, bisa dibilang internet sudah menjadi media penyebar isu sejak era milis. Sejak saat itu berbagai modus penyebaran isu lewat berkembang.

 

Karena Bad News Lebih Menarik Ketimbang Good News

"No pic hoax" begitu kampanye yang dilancarkan sebagai bentuk perlawanan atas informasi yang disebar tanpa menyertakan foto. Penyertaan foto dalam unggahan di media sosial dianggap sebagai bukti valid atas informasi yang diunggah.

Celakanya, saat ini kampanye "No pic hoax" sudah tidak lagi berarti, sebab tidak sedikit dari informasi hoax yang justru dikuatkan dengan penyertaan foto, bahkan video.

Baca: Jangan Mudah Dihasut Foto "Pilkada DKI 2017 Curang"

Pada 2 Maret 2011 terjadi aksi penembakan terhadap tentara Amerika di Bandara Internasional Frankfurt, Jerman, Hasil investigasi, menyebutkan jika pelaku yang diketahui bernama Arid Uka melakukan serangan tersebut setelah menyaksikan video yang diterimanya lewat Facebook.

Belakangan diketahui jika video tersebut bukanlah kejadian yang sebenarnya, tetapi hanya adegan syuting film.

Baca: Kalau Tidak Mau Jadi Uka-uka, Ikuti Ritual Ini Saat Bermedsos

Membendung informasi hoax bukanlah persoalan yang mudah. Ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya adalah faktor bad news yang lebih menarik daripada good news.

Pada umumnya informasi hoax yang menyebar berkontenkan meteri negatif. Dan, informasi negatif lebih banyak menarik perhatian pengguna warganet ketimbang informasi positif.

Tidak mengherankan jika banyak rumah produksi yang lebih memburu dan meng-infotainmen-kan gosip perceraian artis ketimbang peristiwa pernikahan artis.

 

Saran Patih Sengkuni untuk Pengguna Medsos

"Mulder, the truth is out there,"ucap Scully, "but, so are lies."

Itulah dialog antara agen FBI Fox Mulder dengan mitranya Dana Scully yang terkenal dalam serial The X File.

Demikian juga dengan media sosial. Lewat media sosial, netizen bisa memperoleh banyak informasi. Tetapi, di antara bermilyar informasi yang bertebaran itu tidak sedikit informasi sesat yang menyisip. Masalahnya, melawan informasi hoax bukanlah pekerjaan mudah.

Hoax menjadi sulit dilawan karena untuk melemparkannya ke duania maya penyebarnya hanya membutuhkan satu-dua kalimat.. Tetapi, untuk melawannya, dibutuhkan berderet-deret kata yang disertai bukti-bukti atau argumen sebagai penguatnya.

Celakanya lagi, tidak banyak netizen yang berani melawan penyebaran informasi hoax. Dengan berbagai alasan, salah satunya takut di-bully, netizen lebih memilih untuk membiarkan informasi hoax melintasi timeline-nya.

Hoax semakin menjadi masalah karena virus kotor ini pun menyebar di antara akun-akun media sosial yang dimiliki oleh orang-orang terdekat kita, bahkan keluarga yang tinggal serumah dengan kita.

Lewat mesin pencari Google, kita bisa mendapatkan banyak informasi tentang langkah bijak menggunakan media sosial. Ada juga tips mengawasi penggunaan medsos oleh anak, dari dengan cara mengetahui password sampai membatasi waktu pemakaian gawai.

Sedangkan untuk melawan informasi hoax, semua tips nyaris seragam: "Teliti sebelum membeli".

"Sebelum menyakini keberpihakan seseorang kepada kita, jangan pernah menganggapnya sebagai teman." Begitu nasehat Patih Sengkuni kepada Duryudhana.

Jika nasehat tokoh pewayangan yang dikenal licik itu dimodivikasi ke dalam kehidupan bermedsos, maka bunyinya menjadi "Sebelum menyakini kebenaran akan informasi yang beredar di media sosial, jangan pernah mempercayainya."

Singkatnya, "Jangan gampang percaya!".

Kertas Kuning yang Dipikir Emas Mulia


Atas unggahan itu, sejumlah netizen mengomentari mobil yang tertangkap berada di belakang.

"Eta mobil parkir di trotoar?" tanya seorang netizen.

"Kendaraan anu sok aya di trotoar di tindak tegas upami tiasa aya petugas di beberapa titik @ridwankamil," celoteh netizen lainnya dalam bahasa Sunda.

Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, dua komentar di atas berbunyi "Itu mobil parkir di trotoar?" dan "Kendaraan yang suka ada di trotoar ditindak tegas kalau bisa ada petugas di beberapa titik @ridwankamil".

Pertanyaan atas foto yang diunggah Ridwan itu sederhana saja, "Apakah mobil di foto itu sedang parkir/berhenti atau sedang berjalan/bergerak?"

Bukankah bisa saja mobil yang tertangkap kamera itu sebenarnya sedang berjalan, entah itu menuju halaman atau hendak masuk ke jalan raya.

Ketidakteilitan pengguna medsos inilah yang banyak dimanfaatkan oleh sejumlah pengguna lainnya untuk menyebarluaskan konten-konten hoax.   

Karenanya, sebelum mengomentari sebuah postingan, atau bahkan menyebarluaskannya, ada baiknya menyimak wejangan Dewa Ruci.

"Jangan pergi sebelum tahu tujuannya. Jangan makan sebelum mencicipinya." Begitu wejangan Dewa Ruci kepada Bima dalam lakon Dewa Ruci yang digubah oleh Sunan Bonang.

Kemudian Dewa Ruci melanjutkan petuahnya.

"Ada orang bodoh dari gunung yang membeli emas. Oleh tukang emas, ia diberi kertas kuning yang dipikirnya sebagai emas mulia."

Di medsos banyak beredar "kertas kuning" yang diterima sebagai "emas mulia". Berita tentang peristiwa "A" dipelintir menjadi peristiwa "B". Foto dipotong atau diedit sehingga menyimpang dari foto aslinya. Ada juga foto "X" yang dinarasikan sebagai "Y".

Semua hasil manipulasi itu beredar dalam 24 jam sehari. Karenanya, hanya kita sendiri yang dapat diandalkan untuk membentengi diri dari gempuran informasi sesat.

Dari pengalaman selama ini, sebenarnya ada satu cara yang paling mudah untuk membiasakan keluarga teliti dalam bermedsos, yaitu dengan menantang mereka menemukan kejanggalan-kejanggalan pada konten yang melintasi timeline-nya.

"Apa yang salah dengan ini?"

Pertanyaan itu pastinya akan merangsang siapa pun untuk mencari tahu jawabannya. Terleboh jika pertanyaan itu diberikan pada anak-anak dan remaja.

Dari cara sederhana itulah budaya teliti dalam bermedsos perlahan terbangun. Inilah yang akan melahirkan sikap kehati-hatian yang mengekang pengguna medsos untuk tidak begitu saja berinteraksi pada konten yang belum jelas kebenarannya.  

Kalau saja Dorna melihat keanehan pada roda kereta Yudhistira yang seketika menyentuh tanah, pastinya begawan sakti itu tidak akan kehilangan kehati-hatiannya dan menerima begitu saja kabar kematian putranya.

Begitu juga dengan netizen yang aktif bermedsos. Kunyahlah informasi sebelum menelannya. Jika meragukan kebenarannya, lebih baik abaikan saja. Dan, hanya dengan cara mudah seperti inilah ketahanan nasioal dapat terbangun dengan sendirinya.

Link Twitter:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun