Mohon tunggu...
Gatot Swandito
Gatot Swandito Mohon Tunggu... Administrasi - Gatot Swandito

Yang kutahu aku tidak tahu apa-apa Email: gatotswandito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Akal-akalan LSI Dongkrak Elektabilitas Ical

20 Oktober 2013   22:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:15 2622
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1382515968515389401

[caption id="attachment_296642" align="aligncenter" width="620" caption="Aburizal Bakrie atau Ical (KOMPAS/Yuniadhi Agung)"][/caption] Ada banyak cara untuk mendapatkan hasil survei seperti yang diinginkan pemesannya. Salah satu cara yang paling umum adalah mengarahkan jawaban responden. Mengarahkan jawaban responden sendiri ada banyak cara, baik yang tertulis sebagamana yang tertuang dalam metodologi atau "improvisasi" surveyor di lapangan. "Improvisasi" di lapangan, contohnya, "Banyak tetangga-tetangga Bapak yang memilih Ical, kalau Bapak sendiri mau memilih siapa?" Di sini biasanya responden akan menjawab, "Sama sajalah, saya juga memilih Ical." Sedang menggiring jawaban berdasarkan pada metodologi pun ada berbagai cara. Salah satunya adalah dengan memberi pertanyaan tertutup atau pilihan yang sudah ditentukan oleh lembaga survei. Kepada responden disodorkan show card berisi pilihan jawaban. Misalnya, "Siapakah yang akan Bapak pilih sebagai Presiden RI bila pemilu diadakan hari ini?" Lewat lembaran show card responden diberi pilihan mau memilih Ical. Megawati, Pramono Edie, Dahlan Iskan, atau tidak menjawab. Di sini responden tidak diperkenankan menyebut nama lain di luar nama-nama yang tertera dalam lembar show card. Hari ini, 20 Oktober 2013 Lingkaran Survei Indonesia (LSI) merilis hasil surveinya tanpa menyertakan nama jokowi dan Prabowo yang biasanya menempati peringkat pertama dan kedua dalam sejumlah survei. Kedua tokoh tersebut dihilangkan karena dalam metodologinya LSI hanya memberi pilihan capres yang berasal dari parpol tiga besar menurut survei LSI. Dengan demikian nama capres yang disodorkan LSI untuk dipilih hanya dari Partai Golkar, PDIP, dan Partai Demokrat. Dengan mengacu pada metodologi ini maka nama Prabowo secara otomastis tidak masuk karena Gerindra berada di luar 3 besar parpol menurut survei LSI. Ketentuan lainnya, capres merupakan pemimpin struktural parpol atau peserta konvensi. Dengan ketentuan ini secara otomatis nama Jokowi tidak dimasukkan karena Gubernur DKI Jakarta ini bukan pemimpin struktural parpol. Metodologi LSI tersebut didasari pada pengalaman pilpres 2004 dan 2009. Inilah yang dimaksud LSI sebagai capres riil. Menurut LSI nama-nama tokoh, sekalipun elektabilitasnya tinggi seperti Jokowi dan Prabowo hanyalah capres wacana karena tergantung pada kebaikan hati (LSI menyebutnya sebagai kebaikan hati. Hal 8) tokoh parpol dan dukungan parpol lainnya. Dengan dua ketentuan tersebut, maka responden hanya diberi 3 pilihan capres, yaitu Ical sebagai Ketua Umum Golkar, Megawati sebagai Ketua Umum PDIP, dan 11 peserta konvensi PD. Hasilnya (bisa dilihat di http://lsi.co.id/lsi/wp-content/uploads/2013/10/KONPERS-CAPRES-RIIL-VERSUS-CAPRES-WACANA_2.pdf ) 1. Bila Dahlan Iskan menjadi capres Demokrat: Megawati (29,8 persen) Aburizal Bakrie (28,6 persen) Dahlan Iskan (9,2 persen) Belum memutuskan (32,4 persen) 2. Bila Pramono Edhi capres Demokrat: Megawati (34,5 persen) Aburizal Bakrie (31,3 persen) Pramono Edhi (3,5 persen) Belum memutuskan 30,7 persen) 3. Bila Marzuki Alie capres Demokra Megawati: 29,7 persen Aburizal Bakrie: 30,5 persen Marzuki Ali: 5,5 persen Belum memutuskan: 34,3 persen 4. Bila Gita Wirjawan capres Demokrat Megawati: 31,9 persen Aburizal Bakrie: 31,0 persen Gita Wirjawan: 1,9 persen Belum memutuskan: 35,2 persen Jika mencermati tujuan yang diopinikan LSI adalah Megawati dan Ical bersaing ketat, bahkan keduanya saling mengalahkan (sekalipun dari empat simulasi Ical hanya mengalahkan Megawati satu kali, yaitu apabila Marzuki Ali yang keluar sebagai pemenang konvensi PD). Dan, siapa pun capres hasil konvensi PD tidak mampu mengalahkan pamor Megawati dan Ical, karena elektabilitas capres hasil konvensi di bawah 10%, sedang baik Megawati maupun Ical di atas 25% (Hal. 11). Di lain sisi, dalam rilis tersebut LSI juga menekankan Jokowi, Prabowo, Wiranto, dan lainnya hanya sebagai capres wacana, sedang Megawati, Ical, dan capres konvensi disebut sebagai capres riil (Hal 12). Jika berdasarkan pengalaman pilpres 2004 dan pilpres 2009 memang LSI benar. Namun, konstitusi menyebutkan capres dan cawapres diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol dan memenuhi persyaratan presidential treshold, tanpa menyebutkan adaya syarat capres harus menjabat dalam struktur parpol, dengan demikian maka metodologi LSI tersebut terpatahkan. Sebenarnya, akal-akal LSI untuk mendongkrak elektabilitas Ical bukan kali ini saja. Sebelumnya LSI menempatkan Ical sebagai capres terkuat dengan tingkat elektabilitas mencapai 36% dan tertinggi di antara capres-capres lainnya seperti Megawati (22,9%), dan Prabowo (10,1%). Namun, angka tersebut diraih Ical karena ketum Golkar ini dipasangkan dengan Jokowi sebagai cawapresnya, sedang Megawati dipasangkan dengan Jusuf Kalla dan Prabowo yang dipasangkan dengan Hatta rajasa. Dan, apabila dicermati lagi tingkat elektabilitas 36% adalah rata-rata tingkat elektabilitas Jokowi yang didapat dari berbagai hasil survei.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun