Mohon tunggu...
Gatot Tri
Gatot Tri Mohon Tunggu... Administrasi - Swasta

life through a lens.. Saya menulis tentang tenis, arsitektur, worklife, sosial, dll termasuk musik dan film.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"1917", Film Perang Paket Lengkap Berkonsep Teatrikal

27 Januari 2020   23:03 Diperbarui: 27 Januari 2020   23:12 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster film "1917" (sumber: Kompas.com)

Akhirnya film "1917" tayang di bioskop tanah air mesikipun hanya di jaringan bioskop tertentu. Kedatangan film ini pasti sudah ditunggu-tunggu oleh pecinta film genre perang. Sejak "Dunkirk" rilis di tahun 2017 lalu, nyaris belum ada lagi film perang berkualitas yang hadir di bioskop.

Di tahun 2019 lalu ada film"Midway" yang berlatar Perang Dunia Kedua. Meski digarap sutradara kenamaan Roland Emmerich ("Independence Day", "2012"), film itu kurang mendapat apresiasi yang luas dan termasuk kurang sukses di pasaran.  

Film "1917" berlatar Perang Dunia Pertama tepatnya Pertempuran Ypres Ketiga di Perancis. Inti cerita  film ini adalah perjalanan dua orang Kopral Dua pasukan Inggris bernama Will Schoefield (George MacKay) dan Tom Blake (Dean-Charles Chapman) membawa pesan maha penting yang sifatnya sangat urgent dari Jenderal Erinmore (Colin Firth) kepada Resimen Devonshire yang dipimpin oleh Kolonel McKenzie (Benedict Cumberbatch) yang berada di garis depan

Pada 6 April 1917, pasukan Jerman mundur dari posisi mereka di Western Front ke Hinderburg Line. Oleh karena saluran komunikasi terputus, kedua kopral muda itu harus berangkat ke garis depan. Jenderal Erinmore mengetahui bahwa mundurnya pasukan Jerman itu merupakan strategi pasukan Jerman yang bisa membayakan ribuan tentara Inggris. Kedua tentara itu hanya punya waktu hingga keesokan pagi atau tentara Inggris akan digempur habis-habisan.

Kisah film ini juga dibangun dengan sebuah cerita lain. Tom Blake memiliki seorang kakak bernama Letnan Joseph Blake yang berada di garis depan tersebut. Penugasannya tersebut sekaligus menjadi penentu keselamatan sang kakak.  

Perjalanan kedua kopral itu penuh dengan tantangan yang mengancam nyawa mereka. Mereka harus melintasi medan perang yang penuh mayat berserakan di sana-sini, ancaman bom booby trap, penembak jitu dari balik bangunan rusak hingga pertemuan dengan tentara Jerman.

Durasi film ialah 119 menit dengan tensi yang naik turun. Adegan diawali dengan situasi yang biasa saja yang lantas berubah menegangkan, lalu seketika mengejutkan, kemudian menurun dengan sedikit bumbu humor yang sangat minim (ya iyalah ini kan film perang), lalu mencekam, mengejutkan lagi, begitu seterusnya hingga penghujung film.

Perlu diketahui, "1917" adalah film yang digarap dengan teknik one shot / single shot dimana adegan demi adegan direkam menggunakan satu kamera.. Mulai dari adegan awal ketika kedua Kopral Dua itu sedang tertidur hingga adegan terakhir di Hindenburg Line semuanya diambil dari satu kamera yang merekam gambar secara terus-menerus.

Ketika menonton film ini, tidak ada waktu buat penonton untuk rehat sejenak karena setiap adegan adalah adegan penting. Untuk itu ketika menonton film, agar bisa mendapatkan sensasinya seratus persen, penonton harus tetap duduk manis di kursi.

Cerita sederhana dengan pekerjaan teknis yang rumit

Sutradara Sam Mendes ("American Beauty", "Skyfall") boleh tersenyum puas dengan keberhasilan film ini. Setelah mendapatkan gelar sebagai Film Drama Terbaik di Golden Globe Awards 2020, film ini juga mendapatkan  10 nominasi di Academy Awards 2020 dan sembilan nominasi di BAFTA Awards.

Film "1917" juga mengisi daftar sepuluh besar film terbaik sepanjang tahun 2019 dari berbagai media global yang mengulas film ini. Rasanya apresiasi itu tidak berlebihan karena film ini memang film perang yang sangat menawan, memukau. Walaupun kisah yang diangkat sederhana, namun aspek teknis film ini patut diacungi dua jempol berkat kolaborasi apik sejumlah insan film dunia.

Film ini merupakan depiction dari cerita dari sang kakek, Alfred Mendes, yang dulu semasa Perang Dunia Pertama pecah beliau ditugaskan sebagai pembawa pesan. Oleh karena itu, Sam Mendes mempersembahkan karya film "1917" kepada sang kakek.

Tim Mendes yang bekerja sama menggarap film ini adalah orang-orang hebat di dunia film. Tetapi Mendes juga mengajak insan film muda untuk bekerja sama dengannya. Penulisan cerita ia garap bersama Krysty Wilson-Cairns, insan film muda Skotlandia berusia 32 tahun yang baru pertama kali ini menulis naskah film layar lebar. Meski begitu, Wilson-Cairns bukan orang baru di dunia film. Karya filmnya adalah beberapa film pendek dan film televisi.

Karena film ini dibuat dengan teknik single shot, maka penulisan skenario digarap dengan penuh kecermatan dan kehati-hatian. Mendes termasuk salah satu sutradara yang detail dan cermat dalam menggarap karyanya. 

Mendes adalah sutradara film sekaligus sutradara teater. Oleh karena itu ia menggarap film "1917" dengan menggabungkan produksi film dan teater. Itulah mengapa film ini bernuansa teatrikal yang super keren.

Sinematografi film ini ditangani oleh Roger Deakins, snimatografer senior berusia 70 tahun yang kerap bekerja sama dengan sutradara top Coen Bersaudara (Ethan dan Joel), Denis Villeneuve dan Sam Mendes.  Rekam jejak Deakins ada di film "The Shawshank Redemption" (1994), "No Country for Old Men" (2007), "Skyfall" (2012) dan "Blade Runner 2049" (2017) dimana ia meraih Piala Oscar pertamanya setelah 13 kali menjadi nominasi.

Film ini digarap dengan menggunakan teknik single shot, tetapi sebetulnya adalah single shot yang diedit. Tidak banyak film yang menerapkan teknik pengambilan film secara one shot karena proses produksinya terbilang sangat menantang baik dari sisi aktor dan kru film.

Sebagai pembanding, film dengan teknik serupa adalah "Birdman (The Unexpected Virtue of Ignorance)" (2014) yang digarap secara single shot. Film lainnya adalah "Victoria" (2015) yang menurut The Hollywood Reporter betul-betul digarap dengan teknik single shot selama dua jam secara seketika. (sumber)

Teknik film "1917" kurang lebih serupa dengan "Birdman" yang dikerjakan secara one shot tetapi ada sentuhan editing yang sangat halus, yang membuat film "1917" betul-betul seperti film single take.

Perjalanan dua orang Kopral Dua itu adalah sehari semalam tetapi dipresentasikan dalam durasi dua jam saja. Jadi sebetulnya film "1917" berteknik single shot dengan proses penyuntingan agar memiliki kesan real time.

Bila kita menonton film ini secara keseluruhan, kita akan melihat kamera film bergerak kesana kemari tanpa henti. Tetapi bila kita amati baik-baik, ada beberapa bagian dalam film yang "disitulah bagian editing bekerja".

Misalnya adegan ledakan booby trap di bunker pasukan Jerman, adegan saling baku tembak di sebuah gedung kosong dan adegan tercebur di air. Mungkin ada lagi adegan lainnya yang mengandung campur tangan bagian penyuntingan, yang karena saking halusnya jadi tidak nampak jelas oleh mata.

Selama menggarap film ini, Deakins menggunakan kamera ARRI Alexa Mini LF yang berukuran kecil dan ringan dibawa namun menghasilkan gambar yang ciamik. Meskipun berukuran kecil , kamera itu punya sensor format luas. Film "1917" adalah film pertama yang memakai produk kamera ini. (sumber: Business Insider).

Arri, produsen kamera tersebut, sudah berdiskusi dengan Deakins tentang kebutuhan kamera untuk film "1917" yang akan digarap secara one shot. Alexa LF yang berukuran besar tidak cocok untuk angle yang dibutuhkan dalam film. Kebetulan, Arri sedang mengembangkan versi mini kamera tersebut. Pada akhirnya Deakins menggunakan versi mini tersebut.

Production design digarap oleh Dennis Gassner yang juga pernah berkolaborasi bersama Mendes dan Deakins dalam film "Skyfall". Oleh karena film "1917" digarap dengan teknik one shot, maka aspek latar film dikerjakan secara mise-en-scene. Maksudnya keseluruhan pengaturan lokasi adegan, properti dan sebagainya disiapkansekaligus dan diatur sedemikian rupa sesuai kebutuhan masing-masing adegan.

Bagian ini juga hanya punya satu opsi yaitu tidak boleh ada kegagalan. Oleh karena itu tim production design kerap melakukan latihan berulang kali sebelum proses shooting film dimulai.

Film "1917" berlatar tempat di Perancis namun proses shooting film dilakukan di Wiltshire dan Hankley Common di Surrey dan Govan di Skotlandia. Sejumlah adegan juga dilakukan di Shepperton Studios di . Lokasi shooting ini juga menjadi salah satu informasi bahwa film ini tidak murni dibuat secara one shot di waktu yang seketika.  

Filmnya bagus tetapi ada saja kekurangannya

Film ini secara keseluruhan memiliki pesan yang kuat, yaitu perang selalu membuat dunia porak poranda. Dampak perang itu sangat luas, menghancurkan sendi-sendi kehidupan sekaligus mencerabut kemanusiaan. Bahkan di masa perang, rasa kemanusiaan terhadap musuh justru menjadi bumerang ketika sang musuh mengenyahkan rasa kemanusiaan. Hal itu nampak dalam salah satu adegan film. Juga perang itu keji, oleh karena itu tidak boleh terulang lagi.

Tentara juga manusia, demikian penutup film yang menimbulkan kesan mendalam. Penghujung film juga ditutup sedemikian rupa agar audiens mencerna pesan film ini.

Dari sisi casts, MacKay dan Chapman tampil lumayan bagus membawakan dialog-dialog yang berkesan natural. Bermain dalam film one shot pasti menjadi tantangan tersendiri bagi mereka. Aktor Inggris terkenal Firth ("The King's Speech") dan Cumberbatch ("Doctor Strange") meski tampil singkat cukup membawa kesan terhadap film ini.

Salah satu adegan film
Salah satu adegan film "1917" (sumber: BostonHerald.com)

Film ini mendapat rating R di pasar global, namun di Indonesia diberi rating untuk usia 13 tahun ke atas. Meski terdapat adegan berdarah-darah, eksekusinya cukup baik. Adegan tertusuk belati misalnya, tidak dipresentasikan secara eksplisit. Tiba-tiba saja sudah mengucur darah.

Lalu adegan perkelahian antara Schoefield dengan tentara Jerman digambarkan serba siluet, juga tidak eksplisit. Mungkin bagian yang mengerikan ya mayat-mayat yang bergelimpangan di medan perang. Menyedihkan...

Meskipun film ini bagus, nyatanya ada sejumlah kekurangan. Misalnya casts nampak rapi dan bersih untuk tampil sebagai film perang. Lalu adegan iring-iringan kendaraan pasukan Inggris dari resimen lain yang entah mengapa tidak diserang oleh sniper dari balik gedung rusak.

Juga karakter perempuan setempat yang berada di sebuah rubanah gedung bersama seorang bayi perempuan mungil yang entah bagaimana bisa bertahan di situ. Padahal di sekitarnya mayoritas bangunan telah luluh lantak. Entah kemana penduduk lokal lainnya, apakah ia tertinggal sendirian atau satu-satunya penduduk yang masih hidup? Bagaimana bisa? Tetapi ini cukup membuat warna dalam film karena hampir sepanjang film tidak ada penampilan artis wanita sama sekali.

Secara keseluruhan film "1917" adalah film yang sangat apik. Bahkan di genre perang film ini juga boleh disejajarkan dengan "Saving Private Ryan" dan "Dunkirk". Tidak salah Golden Globe Awards 2020 memberinya gelar sebagai Film Terbaik.

Rasanya film ini juga bakal menuai sukses besar di Academy Awards dan BAFTA Awards. Apresiasi insan film global terhadap film ini cukup tinggi. Di BAFTA, karena film "1917" adalah film produksi Inggris, ada kemungkinan akan meraih banyak penghargaan.

Saat ini film "1917" sedang tayang di bioskop sayangnya tidak semua jaringan bioskop menayangkannya. Bisa dikatakan film ini diputar secara terbatas. Mudah-mudahan film ini dapat ditayangkan di lebih banyak bioskop.

Berikut salah satu klip film "1917".


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun