Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Taati Prosedur Keamanan Sebelum Rafting

16 Oktober 2014   19:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:46 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_366853" align="aligncenter" width="567" caption="River launch point atau titik tolak Bali Adventure Rafting di Sungai Ayung, Ubud, Gianyar. (Foto: Gapey Sandy)"][/caption]

Selesai sarapan pagi di Hotel Patra Jasa Bali Villas & Resort, Tuban, Jumat (10 Oktober 2014), sepuluh Kompasianer pemenang blog competition bertajuk ‘Membincang Elpiji Non Subsidi’, kerjasama Kompasiana dengan PT Pertamina, bersiap menuju Ubud. Tujuannya, apalagi kalau bukan rafting di Sungai Ayung. Sepuluh Kompasianer tersebut, Fandi Sido, Arifah Wulansari, Hendra Wardhana, dan Nfkaafi alias Dwi Suparno, berasal dari Yogyakarta. Lima Kompasianer asal Jakarta, Rizky Febriana, Dzulfikar Al-a’la, Novaly Rushans, Achmad Nurisal, dan Gapey Sandy. Seorang Kompasianer lagi datang dari Nanggroe Aceh Darussalam, Syukri Muhammad Syukri. Turut serta dalam rombongan, Marlodika Wibawa selaku Cyber Supervisor PT Pertamina beserta kru, admin Kompasiana yang bertubuh mungil Nur Hasanah, dan sejumlah rekan dari media mainstream.

Hanya butuh waktu sekitar 1,5 jam, bus yang membawa rombongan sudah tiba di Bali Adventure Rafting, Ubud. Meski sudah sampai di lokasi penyelenggara rafting, tapi rombongan tidak langsung menuju ke Sungai Ayung di Desa Payangan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar. Di lokasi ini, satu per satu anggota rombongan menerima dan memakai gelang karet elektronik yang fungsinya sebagai ‘anak kunci’ pembuka loker elektronis. Di ruang loker yang tersusun bertingkat-tingkat dan rapi sesuai urutan nomor, pengunjung pria dan wanita dipisahkan. Setiap pengunjung wajib menyimpan tas bawaan maupun barang berharga lainnya di loker elektronis yang security and safety-nya dijamin 100% oleh pihak penyelenggara. Hanya pengunjung berusia 5 – 65 tahun saja yang dianggap aman untuk melakukan rafting di Sungai Ayung bersama Bali Adventure yang sudah beroperasi sejak 1989 ini.

[caption id="attachment_366855" align="aligncenter" width="567" caption="Tiba di lokasi penyelenggara rafting di Ubud. Menerima dan memakai gelang karet elektronis sebagai anak kunci pembuka loker elektronis tempat menyimpan barang bawaan yang dijamin keamanannya. (Foto: Gapey Sandy)"]

1413435835727582324
1413435835727582324
[/caption]

Bersebelahan dengan ruang loker elektronis, ada ruangan khusus bagi pengunjung untuk berganti pakaian. Maksudnya, pakaian resmi dapat ditanggalkan, berganti dengan pakaian minimalis untuk dikenakan pada saat rafting. Kompasianer Syukri Muhammad Syukri yang tidak bersiap mengenakan celana pendek, terpaksa menggulung celana panjangnya dan terpaksa menghadapi resiko get wet, alias berbasah-basah ria. Begitu pun admin Kompasiana Nur Hasanah, yang bersiap merelakan celana jeans panjangnya basah kuyup pada saat rafting.

Pihak penyelenggara rafting sendiri sebenarnya telah menyampaikan sejumlah panduan informasi, agar pengunjung lebih baik mengenakan pakaian yang ringan, mengenakan sepatu olahraga atau sandal gunung, membawa pakaian ganti dan handuk kecil, menggunakan tabir surya dan mengenakan topi, serta mewaspadai pakaian yang mudah luntur. Ada baiknya juga pengunjung membawa kamera digital tahan air yang memiliki tali pengait, atau gantungan.

[caption id="attachment_366856" align="aligncenter" width="567" caption="Kompasianer asal Yogyakarta Hendra Wardhana (kiri) dan Fandi Sido (kanan). Tiba di Reception Centre Ubud langsung memilih jaket pelampung, helm pelindung kepala, dan mengambil dayung. (Foto: Gapey Sandy)"]

14134359041106571858
14134359041106571858
[/caption]

Selesai berganti pakaian dan menyimpan tas bawaan berikut barang berharga di loker elektronis, rombongan kembali naik bus menuju ke Reception Centre Ubud. Jaraknya sekitar 15 menit, dan jalan raya yang dilintasi cukup menyulitkan bagi kendaraan seukuran mini bus yang kami tumpangi. Reception Centre Ubud, tak lain adalah tempat setiap pengunjung Bali Adventure Rafting bersiap untuk bertolak menuju ke sungai dan menaiki perahu karet, tentu setelah mengenakan atribut keselamatan.

Satu per satu anggota rombongan antri untuk memasuki ruang pusat resepsi ini, dan menandatangani buku tamu untuk kemudian memilih pelampung berbentuk rompi pengaman, dan helm pelindung kepala sesuai ukuran masing-masing. Tak perlu khawatir dapat size yang kelewat besar atau kekecilan, karena rompi dan helm dapat disesuaikan ukurannya sehingga benar-benar terasa nyaman sewaktu dikenakan. Tambah lagi, ada tujuh ukuran yang disediakan penyelenggara kepada pengunjung. Sebelum keluar dari ruang Reception Centre Ubud ini, setiap pengunjung dipastikan mengambil satu dayung. Dengan sudah memegang dayung, berarti pengunjung sudah siap untuk rafting. Tapi sebelum benar-benar menuju ke Sungai Ayung, jangan lupa berfoto dulu, dengan latar belakang tulisan “Bali Adventure Rafting, Still the One! Since 1989”, persis di pintu keluar ruang pusat resepsi.

[caption id="attachment_366857" align="aligncenter" width="567" caption="Berfoto bersama dulu sebelum rafting di Sungai Ayung. (Foto: Gapey Sandy)"]

14134359631763520427
14134359631763520427
[/caption]

Kelar foto-foto lengkap dengan “dandanan” rafting, sejumlah pemandu rafting mulai bergegas untuk memecah anggota rombongan menjadi beberapa kelompok. Pengunjung yang bertubuh tambur seperti Kompasianer Novaly Rushans dan Syukri Muhammad Syukri, tentu akan dikelompokkan menjadi satu kelompok dengan yang perawakannya kurang lebih sama. Jadilah, kelompok kami empat orang, ditambah Yoga, wartawan desk ekonomi dan industri dari www.kompas.com, yang empunya body lumayan bongsor.

“Saya suka dengan kelompok rafting yang seperti ini. Perawakan badannya besar, pasti semuanya kuat-kuat mendayung,” kata Bli Rai, pemandu rafting kelompok kami. Habis bicara begitu, Rai langsung ngacir sembari mengajak kami untuk mengikuti langkah-langkah kakinya yang tegap, menuruni tebing yang curam melalui banyak sekali anak tangga---mungkin jumlahnya ratusan---yang dilengkapi dengan pegangan tangan atau handrails di sisi kiri maupun kanan anak tangga. Pada salah satu dinding perjalanan menurun, terdapat informasi yang menyebutkan bahwa akses tangga menuju ke sungai ini didesain dan dikonstruksikan oleh Nigel Mason---sang pemilik Bali Adventure Rafting dan pendiri Elephant Safari Park and Lodge di Ubud---, yang kelahiran Nottingham, Inggris Raya.

[caption id="attachment_366858" align="aligncenter" width="567" caption="Anak tangga berbatu yang jumlahnya ratusan, untuk turun menuju ke sungai yang dilengkapi pegangan tangan di kanan dan kiri. Berkelok-kelok dan cukup menguras energi, lumayan sebagai warming-up sebelum rafting. (Foto: Gapey Sandy)"]

14134360381603778030
14134360381603778030
[/caption]

Perjalanan menuju Sungai Ayung sangat curam. Meskipun sudah disediakan ratusan anak tangga dari batu hitam, tak ayal pikiran yang selalu bergelayut di benak adalah, “Kenapa kok belum juga sampe-sampe siiihhhh … ?” Tak urung, kondisi medan yang menurun dengan rute anak tangga yang terkadang melingkar dan meliuk ini membuat kaki mulai terasa pegal, nafas semakin tersengal-sengal, keringat mulai bercucuran dari sela-sela helm kuning pelindung kepala. Semakin menurun ke bawah, mulai terdengar suara aliran air bergemericik, sementara pandangan mata masih belum dapat melihat sungainya itu sendiri lantaran lebatnya pepohonan dan tanaman hias. Makin lama, suara gemericik air seolah kian memanggil, ditingkahi suara galak tawa dan teriakan-teriakan kegirangan para pengunjung, sehingga membuat semangat untuk terus menuruni anak tangga pun terpompa lagi. Semangaaatttt … yo’ semangaaaattttt … !

Akhirnya, penampakan Sungai Ayung yang lebar dan berair jernih mulai terlihat. Di lokasi river launch point ini mulai terlihat semak belukar dan pepohonan besar-besar yang seakan menyambut kami dengan ucapan “Selamat Datang”. Di pinggir sungai terpanjang di Bali yang memiliki panjang 62,5 kilometer dan bermuara di Selat Badung, Sanur ini, sejumlah perahu karet nampak sudah tertambat, sementara kelompok pengunjung lainnya terlihat bersiap mendayung. Dinginnya air sungai, tak ayal sanggup mengembalikan kebugaran fisik, sekaligus membayar lunas keletihan tubuh ketika perjalanan menuruni ratusan anak tangga yang baru saja dilalui.

[caption id="attachment_366859" align="aligncenter" width="567" caption="Akhirnya terlihat juga penampakan Sungai Ayung dan perahu-perahu karet itu. (Foto: Gapey Sandy)"]

1413436111138237645
1413436111138237645
[/caption]

Simak dan Laksanakan Instruksi Pemandu Rafting

Sebelum perahu karet---bertuliskan Incept dan Avon---benar-benar bergerak maju, pemandu rafting Bli Rai yang duduk di bagian paling belakang menyampaikan sejumlah petunjuk yang harus dilakukan demi kelancaran dan keselamatan selama rafting yang memakan waktu sekitar dua jam perjalanan ini.

Pertama, bila diberi aba-aba “Dayung Maju”, maka mulai melakukan gerakan mendayung maju. Kedua, ketika diberi perintah “Dayung Mundur”, maka lakukan gerakan mendayung kebalikan dari mendayung maju. Ketiga, saat ada aba-aba “Bummmm-Bummmm” maka itu berarti perahu karet akan mengalami benturan. Bisa dengan batu-batu tajam menyembul nan kokoh, tebing bebatuan, hingga benturan antar sesams perahu karet milik kelompok pengunjung lainnya.

[caption id="attachment_366860" align="aligncenter" width="575" caption="Sensasi rafting di Sungai Ayung cukup memacu adrenalin dengan 33 jeram. Membutuhkan waktu sekitar 2 jam dengan lintasan sepanjang 9,6 kilometer. (Foto: Bali Adventure Rafting)"]

14134362141008440561
14134362141008440561
[/caption]

Keempat, bila diteriakkan perintah“Pegang Tali”, maka seluruhnya harus bergegas memegang tali yang ada di perahu karet. Biasanya, instruksi ini disampaikan ketika perahu karet melewati jeram yang cukup ekstrem. Tujuannya jelas, supaya pengunjung tidak terlempar dari perahu karet alias tercebur. Seketika itu juga, posisi dayung harus diangkat dari permukan air, dan digenggam di atas perahu karet dengan posisi tegak terbalik, atau setengah terbalik. Setidaknya, ada 33 jeram kelas II dan III yang cukup memacu adrenalin pada lintasan rafting sejauh 9,6 kilometer ini. Tapi, menurut panduan informasi yang tersedia, pada tiap-tiap musim penghujan yaitu November hingga Maret, status jeram bisa berubah menjadi kelas IV. Sekadar informasi, perahu karet Incept dan Avon yang memiliki pijakan kaki dan tali pegangan, sudah memenuhi standar keselamatan dan keamanan yang direkomendasikan oleh World White Water Rafting Association (Asosiasi Arung Jeram Dunia).

Kelima, apabila terjadi hal yang tidak diharapkan, seperti misalnya, perahu karet terbalik, tetaplah berusaha untuk memegang tali yang ada di perahu. Keenam, bila pengunjung tercebur ke sungai dengan aliran air yang deras, tidak perlu panik. Tetaplah tenang, dan berusaha mengapung dengan posisi tubuh terlentang dan kaki lurus.

[caption id="attachment_366861" align="aligncenter" width="483" caption="Menjumpai air terjun di sisi tebing sungai. (Foto: Bali Adventure Rafting)"]

1413436269947074203
1413436269947074203
[/caption]

Serunya melakukan rafting di Sungai Ayung adalah situasi aliran air sungai yang senantiasa berubah-ubah. Terkadang, aliran air begitu tenang, tak lama kemudian, mulai berguncang akibat jeram yang berbatu, menyempit, sehingga menambah deras aliran air sungainya. Ketika, perahu karet melintasi jeram yang rada ekstrem, spontan mulut akan berteriak, badan pun ikut meliuk ke kiri dan kanan mengikuti hempasan air. Kengerian bercampur kegembiraan terpancar dari wajah-wajah pengunjung yang perahu karetnya berhasil melintasi jeram ekstrem. Ada pula beberapa spot lintasan yang terdapat air terjun berukuran sedang dengan gemericik air jatuh yang lumayan deras.

Beberapa kali, perahu karet yang kelompok kami tumpangi justru tersangkut di bebatuan. Maju tak bisa. Mundur apalagi. Disinilah kelihaian Bli Rai sebagai pemandu rafting begitu vital. Dengan sigap, Rai akan memerintahkan kami berempat untuk berpindah tempat duduk ke sisi sebelah kanan semua, atau sebaliknya ke sebelah kiri, agar perahu karet dapat bergerak dan kembali meluncur. Kalau sudah tersangkut batu seperti ini, terjalan batu di dasar sungai terasa cukup menggelitik kaki, seakan menembus ketebalan perahu yang mengembung berisi angin.

[caption id="attachment_366862" align="aligncenter" width="567" caption="Kiri ke kanan: Novaly Rushans, Yoga (kompas.com), dan Bli Rai selaku pemandu rafting berpengalaman, berpose di batu-batu berukir yang ada di lokasi peristirahatan peserta rafting. (Foto: Gapey Sandy)"]

14134363341151624544
14134363341151624544
[/caption]

Untuk membebaskan perahu karet dari sangkutan bebatuan, sempat pula kami “ditolong” oleh perahu karet pengunjung lain, yang dengan sengaja justru menabrakkan perahu karet mereka ke posisi perahu karet yang kami tumpangi. Berkat dorongan yang cukup keras itulah, perahu karet kami kemudian terlepas dari sangkutan bebatuan. Sebaliknya, satu dua kali, perahu karet kami yang justru “menolong” perahu karet pengunjung lainnya yang kewalahan melintasi jeram berbatu-batu. Inilah salah satu keseruan rafting di Sungai Ayung, kita bisa saling membantu kelompok lainnya yang tengah mengalami kesulitan. Tapi, kadangkala juga kita saling iseng, dengan mencipratkan air ke arah kelompok lain dengan menggunakan dayung. Akibatnya, seperti “anak kecil yang bermain basah-basahan”, kami pun saling “serang’ cipratan air. Wakakakakkkkk … kayak anak kecil aja, tapi ya begitulah kenyataannya.

Salah satu tempat peristirahatan bagi peserta rafting adalah tempat dimana terdapat banyak batu-batu yang dipahat ukiran cerita etnik pewayangan Ramayanai. Diantaranya, pahatan batu yang mengisahkan tentang “Lahirnya Rama”, hingga “Rahwana Naik Tahta”. Ukiran-ukiran di batu, memang sudah tidak asing bagi seniman-seniman Bali. Tapi, ukiran di pinggiran Sungai Ayung ini, setidaknya telah berhasil mengangkat kekayaan dan citra seni Bali yang agung, sekaligus menjadi ikon dari rafting di Sungai Ayung. Sayangnya, tidak sedikit pengunjung yang membuang sampah sembarangan di pinggir-pinggir sungai, mulai dari kaleng minuman soda, kemasan makanan ringan, dan sebagainya. Rasanya, ini menjadi perhatian khusus bagi penyelenggara rafting untuk bersegera menyediakan tempat sampah pada pos peristirahatan di lokasi batu-batu berukir ini.

[caption id="attachment_366863" align="aligncenter" width="492" caption="Sayang sekali, sampah dibuang sembarangan di lokasi peristirahatan peserta rafting. Tugas pengunjung untuk tidak membuang sampah sembarangan. Kewajiban penyelenggara rafting untuk menyediakan tempat sampah. (Foto: Gapey Sandy)"]

1413436399282941292
1413436399282941292
[/caption]

Ada juga tempat peristirahatan lainnya di sepanjang Sungai Ayung, sekaligua menjadi lokasi bagi warga setempat untuk menjajakan buah kelapa muda, dan mie instan. Tak sedikit rombongan yang merapat ke pinggir sungai, dan menikmati jajanan tersebut. Selain tempat beristirahat, beberapa lokasi yang menjadi titik keberangkatan penyelenggara rafting lainnya di kiri dan kanan sungai sempat kami lintasi juga. Waaaahhhh … makin ke ujung aliran sungai, artinya peserta rafting di Sungai Ayung ini semakin ramai. “Ada sekitar 13 penyelenggara rafting yang ada di sini,” tukas Bli Rai membuat saya makin memahami arti situasi keramaian ini.

Setelah dua jam perjalanan, menyusuri sungai, sampailah kami di river landing point, tujuan akhir rafting ini. Turun dari perahu karet, seolah badan masih bergoyang-goyang terhempas derasnya aliran air sungai. Pemandu segera menambatkan perahu karet. Seluruh anggota rombongan bergegas naik ke ruang pembilasan. Sebelumnya, dayung, helm, dan jaket pelampung diletakkan rapi sesuai tempatnya. Sayangnya, tak ada bentuk penyambutan yang memadai dari pihak penyelenggara, semisal suguhan air mineral, snack, atau sekadar handuk kecil yang bersih. Dalam kondisi kelelahan itu pula, setiap anggota rombongan harus kembali berjibaku dengan sisa-sisa tenaga yang ada, menaiki ratusan anak tangga, untuk bisa ke atas, ke tempat seluruh pakaian ganti, dan tas bawaan tersimpan di loker elektronis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun