Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Ahok, Tipe Narasumber Talkshow yang Sulit

20 Maret 2015   09:53 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:23 2044
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_404218" align="aligncenter" width="630" caption="Screencapture twitter Basuki Tjahja Purnama (Twitter.com)"][/caption]

Tak habis-habisnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menjadi buah bibir masyarakat. Silang sengkarutnya dengan DPRD DKI Jakarta terkait isu Dana Siluman APBD DKI Jakarta, ditambah lagi gaya blak-blakan atau to the point-nya kala menjadi narasumber media, bintang tamu talkshow, makin membuatnya kokoh sebagai newsmaker. Pun begitu, tulisan ini tidak bermaksud membahas isu Dana Siluman, maupun konflik politik antar eksekutif versus legislatif di ibukota itu. Tapi hanya mencermati Ahok dari sisi kehadirannya sebagai narasumber di berbagai media.

Ramai diperbicangkan, Ahok yang melontarkan kata-kata tidak patut ketika menjadi narasumber talkshow Kompas TV yang disiarkan secara langsung (live) dengan pewawancara Aiman Witjaksono. Dalam talkshow yang ditayangkan pada 17 Maret 2015 ini, Ahok berulang-kali menyebut kata “t*i”, ketika padanya diajukan pertanyaan terkait kisruh anggaran dengan DPRD DKI Jakarta. Kata-kata yang berkonotasi kotoran manusia atau hewan itu, oleh Ahok digambarkan sebagai mewakili perilaku anggota Dewan.



[caption id="attachment_404149" align="aligncenter" width="440" caption="Gaya Ahok ketika memperlihatkan karakter temperamennya kepada jurnalis TransTV. (Foto: youtube.com)"]

14268180161007191024
14268180161007191024
[/caption]

Kata Ahok dengan nada emosional, "Kapan gua dipanggil Hak Angket, biar gua bukain semua t*i-t*i dia seperti apa". Sang presenter yang nampak terkaget menyimak lontaran jawaban Ahok kemudian coba mengingatkan dan menasehati, "Sekali lagi, kita sedang live, Pak Ahok," ujar Aiman kalem.

Tapi Ahok malah semakin beringas. Ia berkata setengah kalap, Enggak apa-apa, biar orang tahu, emang t*i, gua bilang. Kalau bukan t*I, apa? Kotoran? Silakan!” Ahok kian panas.

Kembali, presenter Aiman coba menasehati Gubernur DKI Jakarta itu dengan lembut, “Mungkin bisa lebih diperhalus. Bisa lebih diperhalus, Pak Gubernur DKI Jakarta, dengan segala hormat”.

Tapi apa lacur? Bukannya memperbaiki pilihan kalimatnya, dan menurunkan tensi emosi, Ahok malah melontarkan kata ‘bodoh’ yang ditujukan kepada presenter. ‘Bodoh’, karena presenter dianggapnya terlalu berani mengundangnya sebagai narasumber talkshow yang disiarkan secara live, sehingga tidak dapat di-edit. Ini ungkapan Ahok tersebut, TV jangan pernah wawancarai gua live, kalo enggak suka dengan kata gua t*i segala macam. Itu bodohnya Anda, mau wawancarai gua live. Lain kali rekaman aja, biar bisa Anda potong”.

Video Ahok yang emosional itu, bisa disaksikan di sini.

[caption id="attachment_404156" align="aligncenter" width="412" caption="Presenter Aiman Witjaksono dari KompasTV ketika berusaha mengingatkan Ahok untuk lebih memperhalus bahasa, karena alasan talkshow disiarkan live. (Foto: youtube.com)"]

14268185581873469980
14268185581873469980
[/caption]

Tak pelak, ketika video tersebut diunggah ke Youtube, beragam komentar bermunculan. Ada yang setuju dengan gaya ceplas-ceplos Ahok. Ada juga yang tidak sependapat dan menyayangkan gaya temperamental Ahok yang kayak begitu. Sejumlah komentar dimaksud, seperti berikut:

Gila! gokil ini Gubernur, ga ada satupun Gubernur di dunia ini yg berani kaya beliau gw rasa.
bukan masalah tutur kata atau norma-norma, ini cara Ahok buat memerangi korupsi bro.
gw ga peduli yg share ini anti Ahok. intinya Ahok keren, berani menjatuhkan harga diri demi menjatuhkan para KORUPTOR!!!
(ibor ful)

Biaya Santun 40 Triliun Boss!
Mendingan t*i Buat Koruptor dan Tidak Korupsi!
Gaya Bicara adalah Paket dari Ahok yang Melawan Arus Korupsi!
Bila Mau Santun, Mahal Biayanya Bro!
(Xaviarei77)

biar AHOK bicara t*i tapi tidak menyengsarakan rakyat, percuma bicara santun, berlindung dibelakang agama tetapi kelakuannya memakan bangsa sendiri, apa itu tidak lebih busuk. (Harnadi Wirya)

Gua suka gaya lo pak ahokk!!!! (yosh kakamano)

Bu Risma dan Ridwal Kamil yg hasil kerjanya lebih jelas aja kayaknya ga selebay ini. Kalo emang niat berantas korupsi ga perlu koar2 langsung ditindak, dari kemaren kerjaannya bacot mulu. Emang dengan kata t*i korupsi bisa hilang???? mikir bos mikir!!! (Bintang Nugie)

* * *

[caption id="attachment_404159" align="aligncenter" width="408" caption="Ahok tetap temperamental meski sudah diingatkan presenter Aiman Wicaksono dari KompasTV, untuk lebih memperhalus pilihan katanya karena talkshow disiarkan live. (Foto: youtube.com)"]

14268188291685934439
14268188291685934439
[/caption]

Sebenarnya, bukan kali pertama Ahok “nyablak”, “nyemprot” dan “mencecar” pewawancara, presenter (dalam hal ini, awak televisi). Sebelumnya, tercatat sudah tiga kali Ahok melakukan hal “kurang santun” yang kurang lebih sama kronologisnya. Pertama, ketika Ahok dengan gayanya yang friendly dan welcome, terhenti sejenak di depan pintu ruang kerjanya. Ia melayani dulu wawancara doorstop dengan jurnalis dan juru kamera TransTV. Awalnya, wawancara yang mengulas tentang kasus bullying di sekolah itu berlangsung normal dan terkendali. Tapi lama kelamaan, tensi Ahok meningkat, luncuran jawabannya disertai nada meninggi. Dengan kesal dan sembari menyematkan contoh kasus bullying kepada sang jurnalis, Ahok sampai-sampai melontarkan pernyataan tak sedap: “Lha, kamu pikir pakai otak!”, sembari menunjuk ke arah dahi Ahok sendiri. Sembari ngeloyor kea rah pintu ruang kerjanya, Ahok masih sempat menyampaikan ‘semprotan’-nya lagi: “Enggak usah lagi dah! Pikir aja pakai otak!”

Selengkapnya, pernyataan Ahok di ujung wawancara tersebut adalah, begini, “Kalau anak Anda di-bully orang, dipukulin orang. Kamu bilang, lindungi (si pelaku – red). Lha, kamu pikir pakai otak! Enggak usah lagi dah! Pikir aja pakai otak!” (Lihat videonya di sini).

Kedua, ketika Ahok marah-marah ke TVOne di tengah-tengah acara talkshow “Apa Kabar Indonesia” yang disiarkan live pada 16 Desember 2013 lalu. Kala itu, pewawancara yang bernasib apes adalah presenter Ventin Oktavi.

Ketika temperamental blak-blakan-nya ‘kumat’, Ahok tak peduli dengan teknis siaran live televisi itu yang disaksikan berjuta pasang mata. Beruntung, sambil marah-marah ia masih menjelaskan kenapa dirinya tidak suka dengan TVOne. “Itu kenapa saya tidak begitu suka terima TVOne untuk ngomong. Nanyanya itu agak konyol, kadang-kadang. Saya ngomong jujur aja. Ini live saya bilang, saya kenapa enggak begitu suka TVOne, karena suka cari gara-gara. Anda tanya, “Kapan?”. Sudah saya jawab. Jadi enggak usah dipesan-pesan sponsor untuk menjawab sesuatu. Saya ngomong tegas di situ,” tutur Ahok, ditimpali kilah dan cengengesan presenter. Saksikan video Ahok marah-marah kepada TVOne di sini.

Kejadian ketiga, lagi-lagi ketika Ahok diwawancarai dengan posisi berdiri oleh TVOne. Ia yang masih menjabat sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta menyebut kata “Bajingan!” di acara talkshow “Apa Kabar Indonesia” yang disiarkan live, dengan pewawancara Andromeda Mercury. Tema talkshow-nya adalah, Setahun Jokowi-Ahok : Segudang Masalah Jakarta Masih Menanti.

Ahok memang bukan bermaksud mendamprat sang pewawancara. Tapi lagi-lagi, analogi contoh kasus yang kemudian disematkan kepada sang presenter, lagi-lagi mencuatkan temperamental kekurang-santunannya. Tanpa peduli bahwa itu adalah siaran live yang menjadi konsumsi luas publik, ia menyebut kata yang berkonotasi kasar, “bajingan”.

Ketika itu, presenter tengah mengajukan pertanyaan dan konfirmasi, tentang Satpol PP DKI Jakarta yang konon dipersenjatai, demi menghadapi warga masyarakat. Seakan tidak suka mendengar kabar burung bahwa Satpol PP dipersenjatai untuk menghadapi aksi masyarakat. Dengan jawaban yang bernada berang, Ahok kembali membuat contoh kasus dengan melibatkan sang presenter. Ujungnya bisa ditebak, sama seperti kejadian dengan menyemprot jurnalis TransTV, muncul kalimat nyablak yang jauh dari kesan santun.

“Pertanyaan saya kepada Anda juga. Kalau satpol terbunuh, Anda bilang belasungkawa ‘kan? Turut berduka cita ‘kan? Kalau masyarakat yang anarkis kita pukul sekali saja, katanya itu melanggar HAM. Anda yang b******n, kalau begitu saya bilang. Memangnya Satpol PP itu bukan manusia, lalu dibunuh? Kan, dia juga manusia. Makanya saya bilang, kalau dia (masyarakat yang anarkis – red) mulai angkat senjata mau membunuh, bunuh saja sekalian. Karena kita bukan membunuh orang membela diri. Dia juga punya keluarga, punya anak. Anda yang melanggar aturan, jangan lebih galak. Jadi kita juga bisa tembak Anda. Jadi bukan berarti kita mau menembak Anda. Ini juga manusia. Memang Satpol PP enggak punya anak, enggak punya istri. Dia bukan manusia? Setiap nyawa itu berharga. Tapi jangan kamu atas nama manusia, atas nama orang miskin, boleh membunuh aparat. Tidak ada itu,” urainya dengan nada meninggi. Videonya bisa dilihat di sini.

Kumpulan ketiga video Ahok yang blak-blakan dan emosionil ketika menghadapi sejumlah wartawan televisi itu, dapat juga disaksikan di sini.

* * *

[caption id="attachment_404161" align="aligncenter" width="550" caption="Ahok ketika marah-marah dan menyatakan ketidaksukaannya kepada TVOne dalam talkshow live. (Foto: youtube.com)"]

1426819145474230561
1426819145474230561
[/caption]

Nilai Lebih, Karakter Ahok

Dari tipikal dan karakter Ahok, apa-apa saja yang dapat menjadi nilai lebih bagi media, ketika Gubernur DKI Jakarta itu menjadi narasumber talkshow? Satu, senantiasa bersedia diwawancarai. Sebagai narasumber media, Ahok sebenarnya tipe yang favorit. Maksudnya, selalu terbuka. Tidak sulit mewawancarainya, kapan saja. Bahkan wawancara doorstop sekali pun, Ahok biasa melayani nyamuk-nyamuk pers. Sambil berdiri, sebelum melangkah masuk ke ruang kerjanya pun, Ahok kerapkali bersedia meladeni pertanyaan demi pertanyaan awak media. Begitu pula untuk meminta kesediaannya menjadi narasumber talkshow, baik langsung (live) maupun recorded.

Dua, tidak suka basa-basi. Inilah ikon Ahok. Ia tipe yang straight to the point, bila menjawab pertanyaan awak media, termasuk presenter.

Tiga, mudah membuka (tabir) fakta dan data. Ini yang mustinya lebih dimanfaatkan media, dan presenter. Ketika Ahok sedang dalam kondisi (seperti) out of control, emosionil, manfaatkan momentum tersebut untuk semakin “menginjak kaki” Ahok, agar---sebagai narasumber---ia terus menyampaikan tabir-tabir misteri dan rahasia, dari tema talkshow yang tengah menjadi topik bahasan. Kepandaian presenter untuk memanfaatkan momentum ini teramat penting, karena tidak setiap saat Ahok dapat “dikuliti” luncuran opininya yang “berani”. Maklum, justru bila sedang dalam kondisi “normal” (baca: tidak dalam kondisi emosionil), Ahok berubah menjadi narasumber seperti kebanyakan birokrat lain pada umumnya, yang setengah berani dan setengah takut dalam membeberkan realitas fakta maupun data di hadapan media.

Empat, spontan. Talkshow yang menghadirkan Ahok, semakin spontan justru semakin digemari pemirsa. Letupan jawaban-jawaban Ahok selalu menjadi bumbu talkshow yang menarik. Tetapi, semuanya kembali kepada kepiawaian presenter, pewawancara dalam mengajukan pertanyaan, dan mencecarnya. Presenter yang sudah cukup memiliki jam terbang sekali pun, apabila tidak siap menghadapi wawancara dengan pria kelahiran 29 juni 1966 ini, maka akan nampak terlihat kikuk dan kurang persiapan.

Lima, selain Ahok dan temperamentalnya yang menjadi bintang talkshow, kelebihan lain adalah letupan jawaban Ahok kerap “menyerang” pihak lawan. Bagi presenter yang tertantang dan menggemari tematik sarat dengan konflik politik, hal ini ibarat menemukan suguhan bagian-bagian tayangan talkshow yang terbaik. Dengan kata lain, presenter dan pewawancara yang berhadapan dengan Ahok, harus selalu waspada dan ambil ancang-ancang untuk menghentikan provokasi positif ala Ahok ini---apabila pembicaraan mengarah kepada hal-hal yang tidak etis, menjurus fitnah, memperuncing gosip, dan sebagainya---, atau, justru mengulurnya dengan membiarkan Ahok bicara terus, seperti presenter tengah menerbangkan balon gas.

Enam, menghadirkan Ahok sebagai narasumber, setidaknya memudahkan presenter untuk membuat suasana talkshow dinamis. Maklum, Ahok bukan tipe narasumber yang pelit ngomong. Ia tipe narasumber yang baru ditanya sedikit (oleh pewawancara), tapi jawabannya akan banyak. Ahok juga tipe narasumber yang tak segan mengklarifikasi sebuah persoalan, dan memaparkan pendapatnya demi sebuah konfirmasi pelurusan berita.

[caption id="attachment_404162" align="aligncenter" width="500" caption="Presenter Ventin Oktavi dari TVOne yang menerima kemarahan Ahok. (Foto: youtube.com)"]

1426819211494642835
1426819211494642835
[/caption]

Waspada, Karakter Ahok

Sejumlah keunggulan bagi media yang menghadirkan Ahok sebagai narasumber talkshow, hendaknya juga musti bersiap menghadapi hal-hal yang dapat berubah menjadi kurang mengenakkan. Terutama sekali, kepada presenter atau pewawancara yang memang bertugas mewawancarai lelaki kelahiran Manggar, Belitung Timur ini. Kenapa? Satu, Ahok mudah keluar dari konteks pembicaraan. Memang tidak terlalu menyimpang, tetapi pengandaian kasus yang biasa disampaikan Ahok, tak jarang justru melebar, kurang fokus, dan bahkan berujung pada justifikasi.

Dua, Ahok adalah tipikal narasumber yang ketika ia ‘tersengat’ oleh pertanyaan pewawancara yang bergaya seperti interrogator, maka jawabannya akan semakin panjang lebar, dan pada akhirnya cenderung sulit dihentikan. Presenter yag baik harus mampu mengendalikan frame pembahasan, sekaligus mengembalikan tema talkshow kepada alurnya, tanpa Ahok merasa bahwa penjelasannya sengaja “dipotong”.

Tiga, sebagai narasumber talkshow, Ahok memiliki style mudah “tersulut api”. Ia emosional, dan temperamentalnya justru terkadang merupakan provokasi yang negatif. Gaya bicara Ahok, memang terkadang lembut, tapi tak jarang meninggi, dan terus meninggi, hingga akhirnya seperti out of control. Karena kurang kendali inilah, maka tak aneh kalau sebagai narasumber talkshow, Ahok menjadi mudah out of context. Meskipun masih tetap berpihak pada upayanya menjawab pertanyaan pewawancara, tetapi analogi yang dipergunakannya kerapkali justru kurang pas. Hasilnya? Memunculkan emosi atas dirinya sendiri. Analogi ini, parahnya, justru dilekatkan pada pewawancara yang tengah dihadapi Ahok. Misalnya, pada kasus ketika ia tengah berbicara mengenai Satpol PP yang bertindak tegas terhadap masyarakat anarkis. Alumnus Univesritas Trisakti ini justru menganalogikan si pewawancara sebagai contoh dari bagian masyarakat yang berat sebelah dalam menilai kinerja Satpol PP. Ironisnya, karena gaya bicara blak-blakannya sudah meninggi, emosi dan kurang kendali menjadikan Ahok memunculkan kata-kata yang kurang santun, seperti “bajingan”, “bunuh saja”, “pikir dong pakai otak”, “t*i”, dan kata-kata tak elok nan nyelekit lainnya.

Empat, menghadapi Ahok, presenter harus siap menghadapi situasi paling sulit. Antara lain, sulitnya mengajak Ahok untuk bicara dengan nalar, ketika ia sudah menampakkan gelagat emosional dan temperamentalnya. Kehilangan nalar ini mengakibatkan presenter akan semakin sulit meminta konfirmasi, mengharapkan jawaban lugas Ahok, misalnya terkait pengungkapan fakta dan data. Pendek kata, apa saja yang diucapkan presenter, atau pewawancara akan selalu membuat suami dari Veronica Tan ini semakin memperlihatkan temperamen aslinya yang keras.

Lima, beberapa kali memperhatikan Ahok menjadi narasumber media (dan talkshow), terlihat sekali betapa ia beberapa kali melakukan sanggahan-sanggahan kepada presenter, atau pewawancara. Syukur, bila sang interviewer selalu dalam kondisi siap, dan memang memahami masalah yang dibahas, sehingga tidak terlalu nampak gelagapan ketika Ahok justru balik mempertanyakan sesuatu hal (kepada pewawancara). Pewawancara yang kurang menguasai persoalan, tidak smart dengan mengajukan pertanyaan yang plintat-plintut, bahkan mengulang-ulang kembali alur pertanyaan, akan sama seperti “menyiramkan bensin ke api”. Sama halnya memantik temperamental bapak tiga anak itu, memunculkan emosinya, dan akhirnya berujung pada “semprotan-semprotan” ala Ahok kepada awak media, pewawancara, maupun presenter.

* * *

[caption id="attachment_404163" align="aligncenter" width="510" caption="Tipe berkomunikasi Ahok yang selalu to the point. (Foto: youtube.com)"]

1426819298860878329
1426819298860878329
[/caption]

Menghadapi narasumber dengan tipikan seperti Ahok dalam sebuah talkshow (baik radio maupun televisi) yang disiarkan secara live, adalah merupakan seni tersendiri. Seni untuk tetap berkomitmen pada topik, seni untuk mengendalikan alur pembahasan, sekaligus seni berkomunikasi. Seperti sudah dikemukakan, menghadirkan Ahok sebagai narasumber memiliki sejumlah sisi keunggulan sekaligus resiko tinggi (high risk) dari sisi (awak) media.

Menurut penulis, menghadapi narasumber semisal Ahok, dengan gaya kebiasaannya yang nyablak plus nyemprot, membuat seorang presenter sulit menempatkan diri berseberangan cara pandang maupun pikir. Meskipun, hal ini juga jangan dijadikan alasan untuk selalu sepaham dan sebangun dengan opini Ahok dalam format talkshow-nya.

Semua itu dapat dimaklumi, karena Ahok adalah orang yang memegang teguh prinsip. Baginya, segala sesuatu yang dianggapnya prinsipil, akan dipertahankan dengan cara apa saja. Tak peduli orang berkata ia kurang santun, atau menabrak etika. Juga, tak pandang bulu apakah kala itu ia tengah terlibat siaran langsung (live) atau rekaman (recorded). Ingat, apa yang dikatakan Ahok kepada Aiman Witjaksono, presenter Kompas TV. Semprot Ahok: “TV jangan pernah wawancarai gua live, kalo enggak suka dengan kata gua t*i segala macam. Itu BODOHNYA Anda, mau wawancarai gua live. Lain kali rekaman aja biar bisa Anda potong!”

Menghadirkan Ahok sebagai narasumber talkshow, mengharuskan presenter mempersiapkan diri lebih keras lagi, untuk memahami topik pembahasan. Kalau bahasan itu menyangkut isu Dana Siluman APBD DKI Jakarta, maka presenter harus memiliki data, angka dan fakta, yang sudah ditelisiknya berkali-kali, terkait isu tersebut. Selain paham mengenai rincian detil dana-dana yang dianggap misterius dan mencurigakan tersebut, presenter juga harus memahami bagaimana APBD versi DPRD DKI Jakarta, dan versi Ahok. Termasuk, meng-update perkembangan yang terjadi, terkait guliran isu Dana Siluman tersebut.

Mengapa hal ini penting? Bukan sekadar untuk mempertontonkan bahwa presenter akan terlihat smart di layar kaca karena memahami persoalan, melainkan demi kewaspadaan, mengingat suasana hati dan temperamen Ahok yang kadangkala, ‘tak ada angin, tak ada hujan’ bisa berubah 180 derajat. Dari perbincangan yang lembut, bisa menjadi emosionil berapi-api. Belum lagi, kalau presenter-nya terlihat kurang menguasai topik bahasan, dan mengulang-ulang sejumlah pertanyaan yang sebelumnya sudah diajukan. Malah bisa jadi ‘bencana’ media, bila menghadirkan Ahok dalam talkshow live dengan kondisi seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun