Mohon tunggu...
Gapey Sandy
Gapey Sandy Mohon Tunggu... Penulis - Kompasianer

Peraih BEST IN CITIZEN JOURNALISM 2015 AWARD dari KOMPASIANA ** Penggemar Nasi Pecel ** BLOG: gapeysandy.wordpress.com ** EMAIL: gapeysandy@gmail.com ** TWITTER: @Gaper_Fadli ** IG: r_fadli

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Kolaborasi, Kunci Ekosistem Dirgantara Indonesia "Terbang Lebih Tinggi" (2)

21 Desember 2022   06:50 Diperbarui: 21 Desember 2022   15:52 1156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekosistem Kedirgantaraan: Industri, Pendidikan, Riset, Otoritas. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Turut menyampaikan materi yakni Direktur Utama PT Aviasi, Puncak, Papua, Samuel Resoeboen. Ia mewakili Bupati Puncak, Willem Wandik. Samuel  membeberkan pengalaman Pemkab Puncak memiliki dan mengoperasikan pesawat, serta dampak positifnya bagi pembangunan daerah.

Direktur Utama PT Aviasi, Puncak, Papua, Samuel Resoeboen. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Direktur Utama PT Aviasi, Puncak, Papua, Samuel Resoeboen. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

“Gagasan pengadaan pesawat ketika itu adalah karena satu-satunya akses menuju ke Kabupaten Puncak hanyalah dengan menggunakan pesawat terbang. Maklum, secara administrasi Kabupaten Puncak merupakan pemekaran dari Kabupaten Puncak Jaya pada 2008. Terdiri dari 26 distrik dan 206 kampung. Geografisnya, memiliki ketinggian 2.600-4.000 mdpl, bergunung-gunung. Jumlah penduduknya 176.181 orang, umumnya petani,” paparnya.

Samuel berbagi pengalaman bagaimana Pemkab Puncak mengelola pesawat. Itu diawali dengan mendirikan BUMD PT Puncak Papua Mandiri berdasarkan Akte Notaris tertanggal 24 Februari 2017. Lalu, mengangkat Direktur Operasional Aviasi dalam Struktur BUMD tersebut. PT Aviasi Puncak Papua dipisahkan tersendiri, khusus mengelola pesawat Pemkab dengan Akte Notaris tertanggal 28 September 2020.

Pesawat Pemkab dioperasikan dengan AOC PT Dabi Air Nusantara (Desember 2018-Agustus 2020), dan AOC PT Spirit Avia Sentosa (Agustus 2020 hingga saat ini).

“Gambaran tentang dunia penerbangan di Papua, ini bagian kecil sekali dari dunia kedirgantaraan. Tetapi menantang sekaligus memberi inspirasi. Bupati Puncak, Papua, Willem Wandik membeli pesawat yang ukurannya agak besar. Saya orang pertama yang memasukkan pesawat itu ke Papua pada 1996. Bupati membeli pesawat yang sungguh luar biasa, karena dengan landasan pacu hanya 250 meter saja, sudah bisa berhenti dan take off. Tetapi sayang pesawat itu tidak berumur panjang karena crash. Akhirnya, uang jaminan asuransinya dipakai Bupati untuk membeli dua pesawat Grand Caravan. Lalu saya diminta mengurus mulai dari pembelian sampai pengoperasian. Pesawat ini melayani masyarakat se-Kabupaten Puncak. Walaupun kami juga keliling terbang ke beberapa kabupaten lain di Papua,” urainya.

Airstrip Sinokla di Kabupaten Puncak, Papua. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)
Airstrip Sinokla di Kabupaten Puncak, Papua. (Foto: Screenshot Youtube Bappenas RI)

Di Papua, lanjut Samuel, ada lebih kurang 700 airstrip (landasan terbang sementara). Papua memang 3,5 kali lebih luas dari Pulau Jawa, tetapi dari 700 airstrip itu hanya 300 saja yang sudah terdaftar dan punya sertifikat dari Kementerian Perhubungan. Sedangkan sebagian besar hanya dibangun oleh penduduk setempat, jadi tidak mudah untuk dicapai.

”Bahkan kalau kita melihat tampilan airstrip-nya saja, mungkin sudah ketakutan untuk terbang dan mendarat di sana. Tetapi ingat, di sana ada manusia, ada rakyat Indonesia yang butuh perhatian Negara dan Pemerintah. Saya sudah 42 tahun di sana melayani mereka. Saya hanya satu dari sekian banyak orang yang melayani masyarakat di sana. Oleh karena itu, kondisi faktual ini menarik ya tetapi juga tremendous but fascinating,” ujarnya.

Pemkab Puncak, Papua memanfaatkan pesawat miliknya untuk terbang dari satu kampung ke kampung. Kondisi alam pegunungan mengharuskan penggunaan pesawat. “Dengan menggunakan pesawat milik sendiri (BUMD), kelebihannya adalah kalau menunggu jadwal penerbangan tidak perlu membayar apa-apa lagi. Karena toh ini Pemkab yang punya pesawat. Kalau harus bayar waiting fee bila menggunakan pesawat sewaan, waduh bisa bangkrut Pemkabnya,” seloroh Samuel.

Ia juga menceritakan misi sosial kemanusiaan yang dijalani dengan menggunakan pesawat terbang. “Misalnya, saat tengah malam, ada seorang ibu mau melahirkan. Keluarganya telepon, apakah besok ada pesawat yang datang dan bisa membawa pertolongan ibu melahirkan. Maka kita terpaksa usahakan penerbangan dilakukan. Begitu juga saat ada orang meninggal di lokasi wilayah yang tidak bisa dijangkau. Warga pun tidak ada yang berani pergi ke lokasi tersebut, maka kami harus siap mengurus jenasah. Kami kuatkan mental sang pilot pesawat, kami pergi menjemput korban. Ini tugas kemanusiaan yang kita hadirkan. Hadir sebagai wakil pemerintah untuk melayani masyarakat,” kisahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun