Mohon tunggu...
Ganti Asegar
Ganti Asegar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Bina Bangsa, Kota Serang, Provinsi Banten

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberlanjutan Industri Alas Kaki di Provinsi Banten

23 Desember 2022   20:08 Diperbarui: 23 Desember 2022   20:16 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak dapat dipungkiri, biaya hidup yang kian tinggi menjadi momok yang meresahkan masyarakat khususnya para tenaga kerja industri alas kaki di Banten. Fenomena kenaikan harga bahan kebutuhan pokok seperti minyak goreng yang terjadi pada akhir tahun 2021 hingga awal tahun 2022 menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi daya beli masyarakat. Bahkan, pada tahun 2017, inflasi di Provinsi Banten pernah mencapai 3,98% yang artinya nyaris sampai pada ambang batas inflasi 4% (Sumber: BPS Provinsi Banten).

Walaupun begitu, pada perspektif perusahaan, kenaikan upah seringkali dianggap tidak rasional karena akan berdampak pada tingginya Harga Produk Produksi (HPP) sehingga mempengaruhi keunggulan kompetitif perusahaan. Oleh karena itu, peran Dewan Pengupahan menjadi sangat penting sebagai pemberi saran dan pertimbangan kepada Pemerintah untuk merumuskan kebijakan pengupahan dan pengembangan sistem pengupahan sehingga tercipta relasi yang saling menguntungkan antara pengusaha dan tenaga kerja, khususnya pada sub sektor industri alas kaki yang tergolong industri padat karya.

Selain permasalahan upah yang dianggap tidak kompetitif jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Tengah, industri alas kaki di Banten juga harus waspada terhadap permasalahan yang lebih mendunia yaitu persaingan dengan negara lain seperti Vietnam. Vietnam yang dikenal sebagai salah satu negara pengekspor alas kaki justru menjadi tantangan yang sangat berat. Kerjasama perdagangan bebas Vietnam - Uni Eropa memberikan dampak sebagian market share alas kaki Indonesia berpindah ke Vietnam. 

Munculnya pesaing baru dan kemajuan teknologi merupakan indikasi persaingan bisnis yang semakin agresif dan mengglobal sehingga perusahaan harus mampu bertahan di tengah-tengah tekanan dalam kondisi lingkungan yang berubah secara dinamis. Dalam lingkungan bisnis yang dinamis, perusahaan harus memperbaharui kompetensi dan strategi untuk mencapai keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Apabila keberlanjutan usaha mengalami pertumbuhan yang positif maka akan berpengaruh positif pula pada kinerja perusahaan.

Jika mengacu pada konsep "Triple Bottom Line" yang mengusulkan perlunya keseimbangan yang tepat, antara dimensi lingkungan, sosial dan ekonomi untuk mencapai keberlanjutan dalam organisasi maka industri alas kaki di Provinsi Banten dituntut untuk mampu menciptakan keseimbangan dalam bisnis, bukan sekedar berfokus pada peningkatan profit yang merupakan bagian dari dimensi ekonomi. 

Terlebih lagi, industri alas kaki masih memiliki ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan pendukung/penolong serta mesin produksi yang tinggi (Sumber: Kemenperin R.I, 2019). Seluruh proses dalam aset manufaktur yang terlibat dalam pra-produksi hingga pasca produksi memiliki peran signifikan dalam menjamin status keberlanjutan perusahaan.


Penulis optimis bahwa industri alas kaki akan mencapai keberlanjutan usaha di tengah-tengah fenomena kenaikan UMK mengingat Provinsi Banten memiliki keunggulan yang tidak dimiliki kompetitornya. Salah satu keunggulan tersebut adalah lokasi Banten yang lebih dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok yang merupakan pelabuhan ekspor terbesar di Indonesia mencapai 28.9% total ekspor pada tahun 2021 mengingat produk alas kaki didominasi untuk kebutuhan ekspor seperti ke Amerika Serikat, Belgia, China, Jerman dan Jepang. 

Sederhananya, industri alas kaki di Banten dihadapkan pada pilihan bertambahnya biaya upah tenaga kerja dengan minimnya biaya pengangkutan dan waktu yang lebih singkat atau berkurangnya biaya upah tenaga kerja dengan konsekuensi biaya pengangkutan bertambah dan waktu yang lebih lama.  Kita lihat saja bagaimana industri alas kaki akan menyikapi pilihan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun