Lingkaran setan ini menutup dirinya ketika ketidakpercayaan terhadap sistem hukum memperdalam ketidakadilan dan memperkuat hambatan terhadap reformasi.
Tanpa upaya serius untuk memperkuat supremasi hukum dan memerangi korupsi, siklus ini akan terus berputar, menghambat upaya pembangunan berkelanjutan.
Dampak Lingkaran Setan Supremasi Hukum terhadap Nasib Kelas Menengah
Kelas menengah seringkali dilihat sebagai tulang punggung ekonomi dan stabilitas sosial dalam sebuah negara. Mereka memegang peranan penting dalam konsumsi, investasi, dan sebagai sumber inovasi serta kewirausahaan.
Namun, dalam konteks lingkaran setan supremasi hukum yang lemah, nasib kelas menengah pun menjadi semakin sulit. Kondisi ini tidak hanya menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tetapi juga memperlebar kesenjangan sosial dan ekonomi.
Pertama, ketidakpastian hukum dan lemahnya perlindungan hak properti mengurangi insentif bagi kelas menengah untuk berinvestasi dan mengembangkan bisnis.
Dalam lingkungan di mana kontrak sulit ditegakkan dan hak milik tidak terjamin, risiko berbisnis meningkat.
Hal ini cenderung membuat kelas menengah ragu untuk mengambil risiko, membatasi pertumbuhan ekonomi dan inovasi yang bisa mereka bawa.
Kedua, supremasi hukum yang lemah sering kali berkorelasi dengan tingkat korupsi yang tinggi. Korupsi ini cenderung menguntungkan elit ekonomi dan politik yang sudah mapan, sementara kelas menengah dan usaha kecil menghadapi hambatan tambahan dalam bentuk suap dan biaya tidak resmi.Â
Akibatnya, kesenjangan antara kelas atas dan kelas menengah semakin melebar, mengancam keberadaan dan pertumbuhan kelas menengah itu sendiri.
Ketiga, akses terhadap layanan publik yang berkualitas, seperti pendidikan dan kesehatan, menjadi terbatas. Supremasi hukum yang lemah sering kali diikuti oleh alokasi sumber daya yang tidak efisien dan korupsi dalam pengelolaan dana publik.