Mohon tunggu...
GALUH VANTARI NURAZIZA
GALUH VANTARI NURAZIZA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Politik dan bisnis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dari Luar Negeri ke Pinggiran: Kisah Perjuangan Mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan Program Keluarga Harapan

13 April 2024   17:57 Diperbarui: 13 April 2024   18:07 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tampak Dalam Rumah Ibu Saodah (Foto diambil oleh penulis

Kondisi Keluarga

Ibu Saodah adalah seorang wanita berusia 77 tahun yang tinggal di Kelurahan Siantan Tengah, Kecamatan Pontianak Utara. Ia adalah mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang memulai pekerjaannya pada tahun 1990-an, di usia yang tidak lagi muda yaitu sekitar 40 tahun. Ibu Saodah tidak pernah mengenyam pendidikan di bangku sekolah hal inilah yang menyebabkan ia memilih untuk menjadi Tenaga kerja Wanita (TKW). Tujuan utamanya bekerja sebagai TKW adalah untuk menghidupi anak-anaknya setelah suaminya meninggal dunia. 

Dalam perjalanan hidupnya, Ibu Saodah telah bekerja di berbagai negara seperti Indonesia (Jakarta), Malaysia (Kuching dan Kuala Lumpur), serta Singapura. Sebagai seorang TKW, perjalanan kerja Ibu Saodah tidaklah mudah. Ia mulai sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) di Jakarta selama 2 tahun sebelum melanjutkan perjalanan ke Malaysia yaitu di Kuching, di mana ia bekerja merawat orang tua selama 2 tahun. Kemudian meluas ke Singapura, di mana ia menghabiskan 4 tahun bekerja sebagai ART lebih tepatnya pada bidang memasak. 

Namun, kembali ke Indonesia tidak membawa kebahagiaan, karena ia menjadi korban penipuan yang menyebabkan rumahnya tidak direnovasi seperti yang diharapkan. Akhirnya, ibu Saodah bekerja kembali di Malaysia tepatnya di Kuala Lumpur selama 5 tahun sebagai penjaga panti jompo, inilah yang menjadi pekerjaan terakhir ibu Saodah sebelum akhirnya pulang ke Indonesia dengan tujuan untuk memperbaiki rumahnya.

Struktur keluarga Ibu Saodah yang terdiri dari anak tiri, anak bungsu, menantu, dan 3 cucu menambah kompleksitas dalam dinamika keluarga ibu Saodah. Dengan jumlah penghuni rumah yang mencapai tujuh orang dan tanggungan keluarga yang mencapai enam orang, menjadikan terbaginya keluarga ini ke dalam dua Kartu Keluarga (KK) 1 KK terdiri dari Ibu Saodah dan anak tirinya yang belum menikah serta 1 KK lainnya terdiri dari anak bungsunya, menantu serta 3 cucunya. Sehingga menunjukkan diversitas kebutuhan dan ketergantungan di antara anggota keluarga.


Kondisi ekonomi keluarga Ibu Saodah menjadi tantangan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Anak bungsunya yang berusia 38 tahun  bekerja sebagai buruh harian lepas (tukang cat) dengan pendapatan yang berkisar pada Rp 130.000 - Rp 150.000 perhari yang diperuntukan hanya kepada keluarganya saja tetapi beberapa kali anak bungsunya memberikan uangnnya kepada Ibu Saodah untuk makan sehari-hari, ketergantungan Ibu Saodah pada bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) untuk lansia sangatlah signifikan. Dengan pendapatan sebesar Rp 400.000 dari PKH lansia yang ia terima setiap 2 bulan sekali dan kontribusi finansial yang terbatas dari anak bungsu, keluarga ini seringkali terpaksa menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok, sehingga terkadang keluarga Ibu Saodah terpaksa berhutang di warung setempat untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Bahkan tingkat frekuensi makan Ibu Saodah hanya sekali sehari dikarenakan ibu Saodah sakit yang mengakibatkan ia tidak bisa makan lebih dari sekali sehari.

Meskipun menghadapi kondisi ekonomi yang sulit, keluarga Ibu Saodah tetap memiliki akses layanan kesehatan melalui BPJS yang diperoleh secara gratis, memberikan sedikit kelegaan di tengah kesulitan yang mereka hadapi. Dengan demikian, kehidupan Ibu Saodah dan keluarganya menyoroti pentingnya kebijakan dan program-program sosial yang mendukung kesejahteraan keluarga yang kurang mampu dalam masyarakat.

Kondisi Rumah dan Aset yang dimiliki

Keluarga Ibu Saodah mendiami sebuah rumah yang mereka bangun di atas tanah milik mereka sendiri, dengan ukuran tanah dan bangunan yang serupa, yakni 10 meter x 5 meter. Rumah ini memiliki dua lantai yang sederhana namun fungsional, yang terdiri dari empat ruangan yang mengakomodasi kebutuhan sehari-hari keluarga. Di lantai pertama, terdapat ruang tamu yang berfungsi sebagai tempat berkumpul dan menerima tamu, 1 kamar tidur untuk keluarga anak bungsunya serta dapur yang menjadi pusat aktivitas memasak. Di lantai kedua, terdapat 1 kamar tidur untuk anak tirinya. Dengan demikian, setiap anggota keluarga memiliki ruang yang cukup untuk istirahat dan beraktivitas sesuai kebutuhan mereka.

Kondisi Dapur Ibu Saodah (Foto diambil oleh Penulis)
Kondisi Dapur Ibu Saodah (Foto diambil oleh Penulis)

Salah satu ciri khas yang menonjol dari rumah keluarga Ibu Saodah terletak pada dapurnya. Di sinilah terjadi kegiatan memasak, yang menjadi tanggung jawab setiap anggota keluarga secara mandiri. Untuk memfasilitasi hal ini, dapur dilengkapi dengan tiga kompor atau tungku, masing-masing untuk anak bungsunya, anak tirinya, dan Ibu Saodah sendiri. Hal ini mencerminkan pembagian tanggung jawab dalam keluarga serta memberikan kesempatan bagi setiap anggota untuk memasak makanan mereka masing-masing.

Dari segi konstruksi, rumah keluarga Ibu Saodah didesain dengan memanfaatkan material yang tersedia secara lokal dan ekonomis. Dinding rumah terbuat dari bahan tembok, atap menggunakan seng, dan lantai mayoritas terbuat dari plaster semen yang kuat dan tahan lama. Namun, untuk lantai atas dan dapur, mereka menggunakan kayu sebagai materialnya. Meskipun sederhana, rumah ini tetap dirancang dengan baik agar nyaman dan berfungsi sesuai kebutuhan keluarga.

Kondisi WC Rumah Ibu Saodah (Foto diambil oleh Penulis)
Kondisi WC Rumah Ibu Saodah (Foto diambil oleh Penulis)

Infrastruktur rumah keluarga Ibu Saodah menunjukkan adanya keterbatasan akses terhadap fasilitas dasar. Mereka mengandalkan sumber air minum dari air hujan yang dikumpulkan melalui sistem penampungan air dari atap rumah. Sementara untuk sumber air mandi, mereka mengambil air dari parit yang terletak di depan rumah. Walaupun begitu, mereka memiliki sebuah wc pribadi yang dilengkapi dengan septic tank, menunjukkan kesadaran akan pentingnya sanitasi dan kenyamanan dalam kehidupan sehari-hari.

Meskipun keluarga ini menghadapi kondisi ekonomi yang sulit, mereka masih memiliki beberapa fasilitas rumah tangga penting, seperti sepeda, motor, kulkas, rice cooker, dan telepon seluler (HP). Namun, ketergantungan mereka pada bantuan sosial menunjukkan perlunya upaya untuk meningkatkan kemandirian ekonomi dan kesejahteraan bagi Ibu Saodah dan keluarganya. Dengan peningkatan akses terhadap pendidikan dan pelatihan serta dukungan dari program-program bantuan sosial yang tepat, diharapkan keluarga ini dapat mengatasi tantangan ekonomi mereka dan meningkatkan kualitas hidup mereka secara bertahap.

Wawancara Mendalam dan Observasi dilaksanakan pada  Februari - Maret 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun