1. Menghindari fitnah dan menjaga kehormatan wanita hamil serta anak yang dikandung.
2. Mencegah terjadinya perzinaan yang berlanjut.
3. Memberikan status yang jelas kepada anak yang akan lahir.
Sebagian ulama lain tidak membolehkan pernikahan wanita hamil, terutama jika wanita tersebut hamil karena zina. Pendapat ini didasarkan pada beberapa alasan:
1. Wanita hamil harus menjalani masa iddah (masa menunggu) untuk memastikan tidak ada percampuran nasab.
2. Pernikahan dengan wanita hamil dapat dianggap sebagai bentuk melegalkan perzinaan.
3. Dikhawatirkan akan terjadi kerusakan yang lebih besar jika pernikahan tersebut tidak didasari oleh cinta dan tanggung jawab.
Pernikahan wanita hamil dapat dilihat sebagai upaya untuk melindungi norma sosial dan meminimalkan stigma yang melekat pada wanita hamil di luar nikah dan keluarganya.Pernikahan ini juga dapat dianggap sebagai bentuk pengakuan masyarakat terhadap keluarga baru yang terbentuk akibat kehamilan tersebut.Namun, di sisi lain, pernikahan wanita hamil juga dapat menjadi sumber masalah baru jika tidak didasari oleh kesiapan mental dan finansial yang memadai
Dalam Islam, pernikahan adalah ikatan yang suci dan memiliki tujuan yang mulia, yaitu untuk membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.Pernikahan wanita hamil dapat dipandang sebagai cara untuk memperbaiki kesalahan moral dan memberikan perlindungan kepada wanita dan anak yang dikandung.Namun, pernikahan ini juga harus memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan dalam syariat Islam, seperti adanya wali, saksi, dan mahar.Perbedaan pendapat ulama mengenai hukum pernikahan wanita hamil menunjukkan bahwa isu ini tidaklah sederhana dan memerlukan pertimbangan yang matang.
Di Indonesia, pernikahan wanita hamil diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (KHI).Pasal 53 KHI menyatakan bahwa wanita hamil di luar nikah dapat dikawinkan dengan laki-laki yang menghamilinya.Pernikahan ini dapat dilaksanakan tanpa harus menunggu kelahiran anak yang dikandung.Namun, pernikahan wanita hamil harus tetap memenuhi syarat dan rukun yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan KHI.Jika pernikahan tidak memenuhi syarat dan rukun, maka pernikahan tersebut dapat dianggap tidak sah dan dapat dibatalkan.
Di zaman yang semakin canggih dan modern ini, generasi muda memiliki peran penting dalam mencegah maraknya kejadian pernikahan wanita hamil serta  membangun keluarga yang sesuai dengan regulasi dan hukum agama Islam. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain Memperkuat Pendidikan Agama. Pendidikan agama yang kuat menjadi fondasi utama dalam membangun keluarga yang Islami.Generasi muda harus mempelajari ajaran agama Islam secara mendalam, termasuk mengenai pernikahan, keluarga, dan tanggung jawab sebagai suami atau istri. Langkah selanjutnya yaitu menjaga Pergaulan.Generasi muda harus menjaga pergaulan agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan zina. Hindari tempat-tempat maksiat dan pilihlah teman yang saleh dan salehah.Menunda Pernikahan Dini juga salah satu langkah penting yang harus di realisasikan. Pernikahan dini dapat menimbulkan berbagai masalah, baik dari segi kesehatan, ekonomi, maupun sosial. Generasi muda sebaiknya menunda pernikahan hingga usia yang matang dan memiliki kesiapan mental dan finansial yang memadai. Selanjutnya generasi muda juga dapat meneladani Keluarga Rasulullah. Rasulullah SAW adalah suri teladan yang baik dalam membangun keluarga yang Islami. Generasi muda dapat mempelajari dan meneladani cara Rasulullah SAW memperlakukan istri, anak, dan keluarga lainnya.Kemudian yang terakhir adalah Konsultasi dengan Ahli Agama. Jika menghadapi masalah dalam keluarga, jangan ragu untuk berkonsultasi dengan ahli agama atau konselor pernikahan. Mereka dapat memberikan solusi yang sesuai dengan ajaran agama Islam dan membantu menyelesaikan masalah dengan bijak.