Mohon tunggu...
kusnun daroini
kusnun daroini Mohon Tunggu... Petani - Pemerhati sosial politik dan kebudayaan dan sosial wolker

Pemerhati / penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyemai "Islam Nusantara" dari MQK

7 Desember 2017   03:04 Diperbarui: 7 Desember 2017   18:24 1067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musabaqah qira'atul Qutub atau yang disebut dengan MQK adalah sebuah perhelatan akbar pemikiran kaum santri. Kegiatan  ini diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama RI di Pondok Pesantren (Ponpes) Roudlotul Mubtadiin yang berlokasi di Balekambang, Desa Gemiring Lor, Kec. Nalumsari, Kab. Jepara Jawa Tengah. Kegiatan akbar ini diselenggarakan mulai 29 Nopember sampai dengan 7 Desember 2017.

Jika disimak secara serius Kegiatan ini tidak hanya sekedar  rutinan yang diadakan tiga tahunan yang melibatkan jaringan pondok pesantren seluruh nusantara. Lebih dari itu, untuk tahun ini mamang diselenggarakan dengan nuansa yang berbeda jika dibandingkan dengankegiatan MQK tahun tahun sebelumnya.

Hal ini bisa  dilihat dan di rasakan langsung oleh team dari kompasiana beserta bala kurawa (20 kompasianer pilihan) ketika berkunjung kesana. Menariknya acara MQK ini  bukan hanya karena lantaran dihadiri oleh presiden RI juga para menteri terkait terutama Menteri Agama Republik Indonesia Bapak Lukman Hakim Saefudin sekaligus Gubernur Jateng Bapak Ganjar Pranowo.

Namun terlepas dari itu semua ada beberapa hal spesifik yang harus kita eksplor lebih dalam dan serius dalam acara tersebut. Karena terwujudnya acara ini menurut beberapa sumber selain digunakan sebagai media silaturrohim dan ajang pemikiran para santri juga disemangati oleh gagasan strategis terkait dengan fenomena wacana keagaman yang tereduksi oleh arus besar  faham-faham yang intoleran terhadap kebinekaan dan keragaman. Faham ini ditengarai akan membahayakan kelangsungan keutuhan NKRI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.


Sebelum mendudah lebih jauh subtansi dibalik acara MQK ini ada baiknya kita juga tengok semaraknya MQK dari gebyar yang ditampilkannya kemarin. Beberapa suguhan acara yang sempat memukau para hadirin termasuk "para serdadu" kompasianer sebagai tamu undangan adalah hadirnya peserta lomba yang diikuti oleh 34 propinsi dari pelosok Nusantara dengan beragam latar ke daerah dan kulturnya masing-masing. 

Dengan kategori peserta terbaik tingat propinsi  sebagai prasyarat wajib peserta, maka semakin menandakan tingkat kepiawaian dan kecanggihan sang peserta dalam hal penguasaan bidang keilmuan yang mereka miliki untuk diuji dan diverifikasikan kepada para hakim juri yang berkompeten. Sehingga lomba baca dan terjemah kitab kuning tersebut akan menggiring  pada  intensitas  dialektika pengetahuan  dinamis yang berdampak langsung pada mekarnya wawasan pengetahuan para peserta.  

Untuk MQK ke VI tahun 2017 yang barusan berlangsung kemarin diikuti 1.083 peserta yang terbagi dalam tiga tingkatan (marhalah) lomba. Ketiga tingkatan lomba didasarkan pada kelompok usia, bukan jenis kelamin.

Peserta putra dan putri sesuai kelompok usianya berbaur dalam satu marhalah (tempat lomba). Ketiga tingkatan tersebut yaitu: Al Ula (usia maksimal 14 tahun 11 bulan); Al Wustha (usia maksimal 17 tahun 11 bulan); dan Al Ulya (usia maksimal 20 tahun 11 bulan).

Dilansir dalam situs kemenag.go.id (28/11/2017) ada dua puluh lima bidang lomba yang dilombakan mulai dari dari kitab fiqh, ilmu alat/ nahwu (gramataikala tata bahasa), sampai pada level Balagoh dan Manteq (Ilmu Logika dan filsafat bahasa) yang semuanya berjumlah dua puluh lima Kitab.


Mengalirnya wacana dari setiap pewakilan pondok pesantren tersebut Masih dipertegas dengan kegiatan lain seperti Halaqah Pimpinan Pondok Pesantren, Sarasehan dan musyawarah  MQK, Diskusi Kepesantrenan dan Kitab Kuning dan Debat Konstitusi berbasis Kitab Kuning. Dari dialog yang berkembang tentunya merefleksikan tentang perkembangan wacana keagaman di tanah air dalam konteks tuntutan dan tantangan kebudayaan serba modern.

Hal menarik lain adalah acara ini diselenggarakan disalah satu pondok pesantren yang notabene berdomisili didaerah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Bukan hanya itu saja, lokasi tekhnis lomba diadakan mnyebar di 25 titik tempat lomba (marhalah) dengan mengambil tempat dipekarangan dan halaman masyarakat setempat. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun