Metode ijtihad (istimbath hukum) Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri Mazhab Hambali, dikenal sangat berpegang teguh pada teks-teks syariat dan menempatkan akal (seperti kias) pada urutan terakhir.
Secara umum, dasar-dasar yang digunakan oleh Imam Ahmad dalam berijtihad adalah sebagai berikut (dengan urutan prioritas):
Nash Al-Qur'an dan Hadis Marfu' yang Shahih:
Beliau menjadikan Al-Qur'an dan Hadis yang shahih sebagai sumber utama.
Apabila menemukan nash, beliau tidak beralih ke sumber lain, bahkan mengesampingkan pendapat sahabat atau qiyas yang menyelisihinya.
Fatwa Sahabat:
Jika tidak ditemukan jawaban dalam Al-Qur'an dan Hadis, beliau merujuk pada fatwa para sahabat Nabi.
Jika terdapat fatwa sahabat yang tidak bertentangan dengan fatwa sahabat lain, maka fatwa tersebut dijadikan hujjah (dasar hukum).
Jika terdapat perbedaan pendapat di antara para sahabat, beliau akan memilih pendapat yang dianggap paling mendekati Al-Qur'an dan Hadis.
Hadis Mursal dan Hadis Dha'if (Selama Tidak Bathil/Munkar):
Beliau mempertimbangkan Hadis Mursal (sanadnya terputus/perawi tabi'in langsung dari Nabi) dan Hadis Dha'if (lemah) jika tidak didapati dalil lain yang menolaknya.