Mohon tunggu...
Galih Pratiwi
Galih Pratiwi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Akuntansi Universitas Nusa Putra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Terhambatnya Kegiatan Ekspor-Impor Indonesia Pasca Pandemi

17 Juni 2021   11:21 Diperbarui: 17 Juni 2021   11:37 301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perlu anda ketahui bahwa kegiatan ekspor -- impor akibat pandemi Covid-19 sangat berdampak pada perekonomian global, tak terkecuali Indonesia. Kegiatan ekspor -- impor ini memegang peranan penting dalam kegiatan pembangunan suatu negara. Dari kegiatan ekspor -- impor, suatu negara akan menerima pendapatan. Hal ini tentunya akan erat kaitannya dengan pertumbuhan kegiatan ekonomi suatu negara. 

Pendapatan dan pengeluaran suatu negara selalu dipengaruhi oleh kegiatan ekpor -- impor. Sebelum lanjut ke pembahasan berikutnya, apa yang dimaksud dengan ekpor -- impor itu? Ekspor adalah kegiatan memindahkan barang dari suatu negara atau wilayah ke negara atau wilayah lain. Sedangkan impor adalah proses mengimpor barang atau produk dasar secara sah dari satu negara ke negara lain, biasanya dalam proses komersial.

Dalam aktivitas ekspor -- impor di Indonesia ini bisa dikatakan belum stabil akibat tekanan imbas pandemi Covid-19. Penyebaran virus Covid-19 akan menyebabkan penurunan tajam dalam kegiatan ekonomi. Sehingga mengakibatkan terhentinya kegiatan ekonomi, baik ekspor -- impor maupun investasi. 

Penurunan aktivitas ekspor tersebut karena eksportir tidak mampu mengirimkan barang ke negara tujuan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan April tahun 2020, lima besar tujuan ekspor Indonesia adalah China, Jepang, Amerika Serikat (AS), India, dan Australia. Dan pengusaha tidak dapat mengimpor baik karena pembatasan yang diberlakukan di beberapa negara tersebut. Hal ini karena pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus Covid-19. 

Selain itu, terhambatnya kegiatan ekspor -- impor menyebabkan kenaikan beberapa harga pangan dan penutupan beberapa perusahaan serta PHK besar-besaran akibat ketidakmampuan dalam membayar gaji karyawan. Kemudian turunnya omzet penjualan perusahaan karena Covid-19 . Ketika perusahaan kehilangan pendapatan, maka tingkat pengangguran cenderung meningkat tajam. Ini akan terus ada dan akan tergantung pada respons otoritas keuangan negara.

Adapun kebijakan strategis yang dilakukan oleh Kementrian Perdagangan di masa pandemi Covid-19, diantaranya yaitu :

  • Mendistribusikan dan mengatur kembali anggaran.
  • Menjaga stabilitas harga dan memastikan persediaan kebutuhan pokok. Antara lain, melonggarkan kebijakan terkait pangan dan memastikan kelancaran distribusi sembako.
  • Memastikan penyediaan alat kesehatan, termasuk pelonggaran impor Alat Pelindung Diri (APD) dan masker.

Cara lain untuk mengurangi dampak pandemi ialah melalui pengembangan National Logistics Ecosystem (NLE), tujuannya yaitu untuk memberikan pelayanan dan pengawasan proses ekspor -- impor. NLE merupakan saluran yang memfasilitasi kolaborasi sistem informasi antara organisasi pemerintah dan swasta untuk menyederhanakan dan menyikronkan. Penyederhanaan tersebut terkait dengan arus informasi dalam kegiatan ekspor -- impor, serta kegiatan komersial atau distribusi komoditas nasional melalui berbagai data. Melalui NLE ini, maka akan terjadi proses integrasi antara INSW, Inaport, Inatrade, CEISA, sistem pergudangan, sistem transportasi, sistem terminal operator, dan lain-lain.

Selain itu terdapat beberapa cara lain untuk mengurangi dampak Covid-19 di Indonesia, yaitu industri harus siap beradaptasi dengan kondisi pasar. Artinya mencari alternatif impor untuk negara tujuan ekspor dan negara asal agar kegiatan produksi dapat terus berjalan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pandemi Covid-19 juga berimbas pada impor migas dan nonmigas Indonesia sejak bulan Januari hingga Juni tahun 2020. Selama periode tersebut aktivitas impor khususnya nonmigas, berfluktuasi. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa volume impor migas jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan volume impor nonmigas. 

Hal ini dapat terjadi karena impor migas meliputi minyak mentah, produk minyak bumi, dan gas alam. Ketiga bahan tersebut merupakan sumber daya alam dan jumlahnya sangat terbatas, sehingga volume impor tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan impor nonmigas, impor migas tidak mengalami peningkatan atau penurunan yang signifikan. Selisih rata-rata impor tersebut ialah sebesar 8,32 persen dan terjadi penurunan dari tahun 2019 hingga 2020.

Berdasarkan data BPS, persentase distribusi nilai impor Indonesia dari bulan Januari hingga Juni tahun 2020 disumbang oleh 10 negara teratas, yakni mencapai 71,95 persen. Dan 10 negara tersebut terdiri dari China (25,89 persen), lalu diikuti oleh Singapura (9,04 persen), Jepang (8,64 persen), Amerika Serikat (6,07 persen), Thailand (5,30 persen), Korea Selatan (4,75 persen), Malaysia (4,30 persen), Australia (3,36 persen), Taiwan (2,41 persen) serta Jerman (2,19 persen).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun