Mohon tunggu...
Muhamad Jalil
Muhamad Jalil Mohon Tunggu... Dosen - Orang pinggiran

Write what you do

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sambung Tali Silaturahmi

9 Januari 2019   16:15 Diperbarui: 12 Januari 2019   06:48 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Senang bisa silaturahmi di tempat Uni di Bekasi. Setelah menempuh perjalanan kereta api dari kota gudeg tiba di stasiun Bekasi. Naik keretanya juga sangat nyaman. One sit one man. Sudah banyak perubahan sekarang. Tak salah tiket kereta selalu ludes terjual.

Tiba di Bekasi tengah malam. Dan sekarang tak perlu khawatir tidak ada angkutan. Atau kena ancaman taxi gelap. Hari ini hidup serba dimudahkan dengan layanan online. Dua kali sentuhan ojek online siap mengantar sampai tempat tujuan.

Sampai di depan kami langsung panggil uni. Untung kebangun. Uni itu sebutan orang Padang untuk memanggil kakak kandung. Saya juga baru tahu  menahu soal itu selepas menikah. Kebetulan ibu dari anak-anak saya, merupakan keturunan Padang dan kelahiran Lampung. 

Dari pihak istri, kami memiliki banyak saudara. Berenam saudara. Mereka sudah berkeluarga. Rata-rata punya 2-4 anak. Dan rata-rata tersebar di belahan pulau yang berbeda. Ada di Sumatera, ada di Jawa, dan ada di Kepulauan Riau.

Demikianlah watak orang di Padang jiwa rantaunya tinggi. Tak percaya? Tengok aja di sekeliling anda, maka akan mudah ditemukan warung makan Padang. Tapi juga ada sih tulisannya jelas-jelas  warung  makan Padang, tapi yang punya justru orang Jawa atau Sunda. Bagi kami tak mengapa, justru dengan masakan Padang dapat mempersatukan ikatan suku dan agama yang berbeda. 

Bukannya persaudaraan itu dikehendaki agama. Dan perbedaan itu bisa disatukan dengan rasa. Rasa gurih pada rendang dapat menyatukan suku dalam sebuah jamuan makanan. Rasa cinta dapat mempersatukan  dua insan walaupun beda teritorial, ras, dan budaya yang berbeda.

Sebelum teknologi informasi berkembang, kami sangat sulit untuk berbagi salam dan sapa. Ada hambatan untuk bertegur sapa. Ada kesulitan untuk berbagi informasi. Namun sejak WA lahir, hambatan-hambatan itu sedikit teratasi. Kami bisa berbagi foto selfie. Kami dapat bertukar kabar. Kami saling mengirim video keluarga. Dan bisa melakukan video call.

Namun silaturahmi virtual ini tak bisa menggantikan rasa kangen kami untuk silaturahmi langsung. Kabar WA dapat dikaburkan, tetapi gestur dan mimik muka tak pernah mengkhianati keadaan aslinya. Oleh karena itu, kenapa silaturahmi itu dianjurkan agama, mungkin karena itu alasannya.

Selain ingin ketemu sanak famili, kami juga mengenalkan anak-anak kami dengan sepupu-sepupu jauhnya. Memperatkan tali yang mungkin belum pernah tersambung. Menguatkan  kembali jalinan keluarga yang barangkali pernah terputus. Saya pribadi tidak bisa membayangkan jika tali silaturahmi itu terputus, maka mereka tidak akan pernah mengenal saudaranya sendiri. 

Bagaimana mungkin mereka bisa saling memahami kalau tidak saling mengenal. Bagaimana mungkin mereka dapat saling menolong kalau tidak saling memahami. Dan bagaimana mungkin mereka saling menanggung jika tidak saling tolong menolong.

Tahapan-tahapan itu yang akan membentuk ikatan Ukhuwah Islamiyyah. Merajut ukhuwah memang tidak mudah. Apalagi yang terpaut ruang dan waktu. Belum lagi terpisah dengan jarak. Ditambah memiliki kesibukan dan kepentingan yang berbeda. Sederet alasan inilah yang kadang membuat orang ogah jenguk keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun