Mohon tunggu...
Galang Ksatria Bella
Galang Ksatria Bella Mohon Tunggu... Auditor - penulis lepas

Penulis pernah berkuliah di Hubungan Internasional Universitas Airlangga. Kini, penulis adalah pengurus Majelis Kalam Ikaran Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) Surabaya, Aktivis HIPMI Surabaya, dan Pegiat HMI Cabang Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Jokowi Seharusnya Belajar Menjadi "Binatang yang Berpolitik"

7 Agustus 2018   15:41 Diperbarui: 7 Agustus 2018   15:57 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Komunikasi politik Joko Widodo di depan barisan relawannya menimbulkan polemik. Seperti seekor Singa mengaung di tengah kawanannya, Jokowi mengatakan; "kalau diajak berantem juga berani." Seperti komando, hal tersebut disambut sorak sorai barisan pendukungnya. Pernyataan yang disampaikan di Sentul, Bogor itu kini menuai kritik keras.

Terlepas kritik yang menyatakan bahwa Presiden Jokowi melakukan provokasi kekerasan, ataupun klarifikasi staf Presiden Johan Budi bahwa berantem itu konteksnya bukan fisik, tulisan ini memilih untuk tidak terjebak keduanya. Strategi komunikasi politik seperti itu tak sesuai dengan kapasitasnya sebagai Kepala Negara. Lebih-lebih juga tak sesuai dengan kapasitasnya sebagai Calon Presiden Petahan.

Sebagai Kepala Negara, seharusnya Presiden Joko Widodo belajar ethic kepada para pendiri bangsa. Hatta misalnya, mengatakan bahwa dalam panggung-panggung politik, pembesar negeri harus memberikan pendidikan agar rakyat tahu berpikir. Pembesar harus mendidik, supaya massa rakyat tidak lagi hanya tahu membebek di belakang pemimpin-pemimpin saja.

Jika pernyataan itu diklaim sebagai bagian dari modifikasi gaya pidato Presiden Soekarno, seharusnya Presiden Joko Widodo tahu konteksnya. Provokasi yang dilakukan oleh Soekarno untuk memberikan gairah semangat menghadapi neo imperialisme. Sedangkan dalam konteks Joko Widodo dan kini, kita semua tahu, provokasi itu diarahkan kepada siapa.

Dalam perspektif politik, pidato itu juga merugikan. Joko Widodo adalah sosok figur, bukan pemain. Ia tak memiliki pengalaman menjadi seorang pemain kata-kata, layaknya juru kampanye atau orator ulung. Seharusnya untuk membakar semangat massa, cukup dilakukan oleh pemain politik pendukungnya, baik dari kalangan intelektual, ataupun partai politiknya.

Kemenangan Joko Widodo pada Pilpres 2014 bukan kemenangan di atas mimbar. Joko Widodo tampil dengan gaya komunikasi politik yang tidak menimbulkan kontroversi. Ia begitu tenang, dan kadang cenderung terbata-bata, ketika menjelaskan sesuatu.

Di mata publik, Joko Widodo bukan seorang yang pandai mengolah kata. Meski begitu, Joko Widodo berhasil menutup kekurangan itu menjadi kelebihan. Praktis, jargonnya tentang "Ayo kerja: kerja, kerja, kerja" begitu melekat.

Strategi itu juga berhasil ketika Joko Widodo menolak mentah-mentah ketika dicalonkan menjadi Presiden di tahun 2014. Sikap pasif itu justru semakin menguatkan elektabilitasnya. Joko Widodo adalah seorang yang, meminjam istilah Machiaveli adalah Rubah. Ia mampu menyulap kelemahan menjadi kekuatan. Bukan malah berusaha mati-matian untuk menutup kelemahannya.

Sebagaimana pandangan Machiaveli, seorang penguasa perlu meniru rubah dan singa, karena singa tidak dapat membela diri sendiri terhadap perangkap, dan rubah tidak dapat membela diri sendiri terhadap serigala. Joko Widodo adalah figur yang pernah berhasil memainkan dua-duanya.

Jika pernyataan tentang berantem, adalah bagian dari dia ingin menunjukkan diri sejatinya ia Singa, sebenarnya itu blunder. Gaya Singa sudah sering dimainkan oleh Joko Widodo. Sebut saja misalnya Perpres Ormas, pembubaran Ormas HTI, dan kebijakan lainnya.

Selain itu, keberhasilannya merekrut pendukung baru seperti Mahfudz MD, sampai Ngabalin, adalah bagian dari manuver seekor Singa berbagi buruan. Kedua tokoh yang sebelumnya berada di barisan inti lawan politiknya itu, kini menduduki jabatan strategis, buah dari kebaikan Joko Widodo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun