Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengalaman Menarikan Tarian Tradisional Indonesia

2 Desember 2013   20:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:24 6006
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayah saya waktu muda pernah jadi dalang. Ibu, memiliki suara emas. Beliau pernah nyinden.

Ketika bertemu dan keduanya menikah, mereka tidak melakukannya lagi. Meskipun demikian, bapak dan ibu masih ikut melestarikan wayang dan tembang Jawa ini dalam yayasan budaya Swagotra yang dirikan sejak saya masih kecil. Mereka mengajari orang-orang untuk memiliki bakat dan talenta ini. Tak terhitung sudah berapa murid yang mendapatkan ilmu. Sayang, karena masalah usia, keduanya sudah tidak begitu aktif mengajarkannya. Hanya saja kegiatan budaya tetap jalan terus.

Saya sedih bahwa meski sering menikmati wayang orang, wayang kulit, ketoprak dan tembang, saya tidak seperti mereka. Walaupun demikian, saya bangga, ada bakat seni dari keduanya yang menurun kepada saya. Saya banyak belajar dari sanggar dan di sekolah (terima kasih kepada pendidikan di tanah air, bapak dan ibu guru). Ini menjadi bekal saya saat beberapa kali dikirim ke luar negeri mewakili Indonesia bahkan ketika bermukim di Jerman hingga kini.

1.TARI KELINCI

[caption id="attachment_306023" align="aligncenter" width="483" caption="Menarikan tari kelinci bersama anak Jerman di pesta ultah"][/caption] [caption id="attachment_306024" align="aligncenter" width="485" caption="Pentas di acara pameran foto Kampret,Jerman"]

13859890401490901050
13859890401490901050
[/caption] [caption id="attachment_306036" align="aligncenter" width="475" caption="Mengajari pengunjung pameran menarikan tari Kelinci"]
1385989828805804266
1385989828805804266
[/caption]

Tari ini adalah tarian pertama yang saya dapatkan sewaktu masih TK. Bapak-ibu saya tidak mengajarkannya. Mereka pasti mengerti bahwa mengajari anak sendiri tidak semudah mengajari anak lain. Untuk itulah, saya diikutkan sanggar tari di kampung Singa. Disanalah, saya dan beberapa anak gang di RW 6, mengikutinya. Empat dari kami, biasa dipilih untuk tampil mewakili RW dalam pentas tujuhbelasan. Rasanya ? Luar biasa !

Waktu itu saya pasti masih ingusan. Tak hanya kemahiran menari saja yang saya jajal. Tetapi juga bagaimana saya tidak demam panggung. Maklum, jaman saya kecil, tujuhbelasan masih menjadi magnet yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. Yang nonton banyaaaaaak sekali. Sekarang jamannya sudah modern, pesta kemerdekaan RI tetap dirayakan tapi dengan nuansa yang berbeda. Bahkan banyak yang sibuk sendiri-sendiri.

Tari kelinci ini mengimitasi gerakan binatang kelinci yang lincah. Gerakannya lompat, tangan ukel-ukel (berputar-putar), megal-megol (pantat ke kiri dan ke kanan), berkacak pinggang dan masih banyak lainnya.

Bajunyapun juga dimiripkan. Serba putih (meski akhirnya ketika di Jerman saya tahu bahwa kelinci ada yang berwarna coklat, hitam, abu-abu dan belang, bahkan badannya bisa sampai 9 kg).

Ketika sudah dewasa, saya sering memandangi foto menari saya itu. Waduh, ternyata jelek sekali. Ada kumis kelinci dan wajah yang tak berdosa saya, dibungkus baju tari kelinci yang rapat dari ujung rambut ke ujung kaki. Ada buntutnya juga!

Tari kelinci sudah saya tarikan puluhan kali di Semarang. Saya tak menyangka bahwa suatu hari, saya mengajarkannya kepada anak-anak di Jerman di studio bawah tanah yang ada di rumah kami pada tahun 2009.

Tari ini juga pernah saya tarikan bersama anak-anak didik saya itu di sebuah ulang tahun seorang tetangga yang mengundang banyak orang. Begitu pula saat pameran di Jerman Oktober 2013 yang lalu.

2.TARI YAPONG

[caption id="attachment_306028" align="aligncenter" width="473" caption="Anak Jerman sudah belajar 3 tarian tradisional Indonesia dari saya"]

13859893201016991717
13859893201016991717
[/caption]

[caption id="attachment_306025" align="aligncenter" width="457" caption="Menarikan tari yapong di depan anak SD Jerman"]

13859891121685420169
13859891121685420169
[/caption]

Saya sering melihat orang menari yapong. Kebetulan di SD, saya diajari ibu di sekolah. Saya tidak sendiri, karena pelajaran menari itu memang dimasukkan dalam pelajaran di tempat ibu mengajar . Pun ketika ibu diangkat jadi kepala SD.

Tari ini, saya anggap seksi. Tak kalah dengan tari perutnya orang Turki atau Arab.

Tari Yapong ini adalah tari Jawa modern untuk remaja karya Bagong Kussudiarjo dari Yogyakarta. Tokoh ini dikenal dengan sanggar tarinya dan tentu tarian yang banyak diciptakannya.

Saya pernah melihat beberapa laki-laki menarikannya di sebuah panggung tujuhbelasan RT 6. Haha, ternyata emansipasi laki-laki. Lucu melihat mereka menyumpal dada dan pantat untuk menambah kesan perempuan dan seksi.

Sebuah kenangan yang tak terlupakan menarikan tari pergaulan ini di luar negeri. Saya pernah mengajari kawan-kawan se-Asia-Eropa untuk mementaskannya dalam acara Asia Europe Youth Camp. Kesempatan yang luar biasa. Saya didaulat dalam beberapa hari untuk menyulap kawan-kawan, dari kaku menjadi gemulai. Kami berhasil.

Tari yapong pernah saya ajarkan kepada anak-anak Gymnasium OHG Ottohahn Gymnasium di Tuttlingen, Jerman. Sebanyak 15 anak perempuan kelas 7-11 mengikuti gerakan tari remaja ini. Rancak. Mereka suka. Sayang, sewaktu mau pentas, hanya empat saja yang mau ikut.

Selain tariannya, mereka menyukai selendang tari yang berwarna-warni yang saya pinjamkan dan krepyak (hiasan) warna emas yang mewarnai ujung-ujungnya.

Tahun 2004, saya membawakannya di Perancis dalam acara Asia Europe Exchange yang diselenggarakan oleh ASEF dan CCIVS UNESCO. Pesertanya, 10 orang Asia dan 10 orang Eropa.

Tahun 2013, tari ini menjadi sajian saya bagi tamu pameran foto di Jerman lagi. Setelahnya, ada beberapa wanita yang mengajukan diri, ingin dilatih.

3.TARI GOLEK MANIS

Tarian ini memang kalem. Butuh sebuah perasaan dan gemulai tubuh untuk membawakannya. Tangan tidak boleh kaku, jari-jemari harus bergerak mengikuti irama. Sembahan, pacak gulu, trisik ... Tidak boleh mendahului, tidak boleh mengakhiri. Menarikan tari ini, harus pas dan menyesuaikan gong atau bunyi gamelan lain. Pelan tapi pasti.

Saya menyenangi tarian ini. Saya seperti putri keturunan bangsawan yang didaulat untuk menarikan didepan sultan. Memang tarian ini tidak setingkat dengan tari Bedaya, namun tari golek manis adalah tari pergaulan remaja putri yang memang sedang manis-manisnya. Golek sendiri berarti boneka. Konon, tari ini pengembangan dari wayang atau boneka kayu, wayang golek.

Trok-tok … trok- tok … Sensasional.

Pakaiannya juga saya suka. Mulai dari mahkota yang memiliki bulu di tengah, kedua telinga yang dihiasi kuping pasangan dari bahan kulit dan dihiasi payet dan manik. Baju tari model you can see, selendang dan sabuk di tengah. Dan jarik atau kain batik yang menutupi tubuh bagian bawah. Wow!

Sewaktu SD, saya bersama 9 kawan putri, mengikuti lomba di kecamatan. Kami juara lima. Saya tidak tahu mengapa ibu memerintah saya untuk berada di garda depan. Barangkali tidak hanya karena hafal dan luwes dalam membawakannya. Namun juga postur tubuh saya yang waktu itu masih lebih pendek dan mungil dibanding kawan lainnya. Agar lebih kelihatan.

Hadiahnya? Piagam dan buku tulis!

4.TARI BONDAN

Tari ini menggambarkan seorang ibu, lengkap dengan selendang, payung, kendi dan payung. Ciri khas unik dari tari ini adalah adegan penari menaiki kendi dari tanah liat. Kalau tidak mahir bisa jatuh, oleng atau kendi pecah sebelum waktunya. Pada bagian terakhir, saya diajarkan untuk memecahkan kendi.

Saya mendapatkan pelajaran ini sewaktu SD. Saya bukan anak manja yang dikelilingi mainan anak-anak. Seingat saya hanya mainan masak-masakan dari tanah liat dan sebuah boneka dan payung kecil saja yang saya miliki. Kedua barang yang saya sebut, dibelikan ibu, karena saya membutuhkannya untuk menari!

Ya. Tarian ini juga kalem. Saya harus luwes membawakannya. Saya mengimitasi seorang ibu-ibu yang mengasuh anak.

Adegan mulai dari berangkat keluar rumah, menyembah, bersolek, mencuci baju sampai mengeringkannya … wah !

Apalagi saat harus momong bayi. “Adikku sing bagus-bagus, dhewe … anak legung-legung …” Dendangan lagu Jawa yang ada dalam musik tari Bondan ini tak ubahnya kudangan atau lullaby, lagu sebelum tidur dari ibu pada anaknya. Saya tidak mengerti mengapa bayi dalam tariannya digambarkan laki-laki (red: dari kata bagus, yang biasanya ditujukan kepada jenis kelamin laki-laki sedangkan ayu, manis atau cantik menjadi pujian bagi anak perempuan).

5.TARI DOLANAN ANAK

[caption id="attachment_306027" align="aligncenter" width="466" caption="Mengajari anak Jerman, tari dolanan "]

13859892561894109797
13859892561894109797
[/caption]

Lagu seperti Jamuran, Kate-kate dipanah, Buta-buta galak dan lainnya adalah sebagian dari lagu dolanan anak. Selain mempelajari cara menyanyikannya, ibu saya sebagai guru seni SD tempat saya menuntut ilmu, pernah mengajari kami juga cara menarikannya.

Senang sekali mementaskannya. Selain menikmati didandani dengan kain batik, kebaya dan selendang, kami diam saat wajah didandani dengan kosmetik. Mulai alas bedak sampai lipsik. Rambut dikucir rapi, diberi pita warna-warni.

Tari dolanan anak berarti tari yang menggambarkan permainan anak-anak Jawa. Jamuran misalnya, ini menggambarkan permainan anak-anak pada malam hari. „Jamuran, yo ge-ge thok, jamur apa, ya ge-ge thok. Jamur gajih bejijesa, ara-ara. Sira mbatik jamur apa?” Itu potongan lirik yang ada dalam bait lagunya.

Saat masih di taman kanak-kanak, saya masih mengalami masa dimana anak-anak kampung memainkannya setiap malam hari. Diterangi lampu rembulan. Sekarang sudah tidak bisa saya temukan lagi. Prihatin.

Walaupun demikian, ada rasa bangga sewaktu saya mengajari anak-anak SD Balgheim menarikan tari dolanan “Suwe ora jamu”. Kesembilan anak lelaki itu, seperti sapi dicocok hidung. Mengikuti gerakan tari yang saya ajarkan dan mementaskannya dengan baik di depan adik kelas dan guru serta tamu undangan, dalam acara perpisahan SD tahun 2009.

6.TARI GAMBYONG

Tari Gambyong berasal dari Jawa Tengah. Tarian ini mudah untuk dilihat dalam acara formal seperti peresmian sebuah gedung atau kantor, pernikahan, kedatangan tamu besar atau pejabat dan upacara lainnya.

Tari gambyong yang pernah saya lihat biasanya dibawakan oleh dua, empat, enam dan delapan orang. Jumlahnya genap

Para gadis remaja itu menarikannya dengan lemah lembut. Hampir mirip pakaiannya dengan tari Bondan. Bedanya tak ada payung, kendi atau bayi. Selendang dalam posisi sama, diselempangkan menyilang di salah satu pundak. Biasanya disematkan bros agar tidak jatuh atau lepas saat menari.

Meski sudah diajari ibu saya waktu di sekolah, bersama dengan kawan-kawan. Saya belum pernah menarikannya di atas panggung. Hanya sekedar latihan rutin saja.

Bentuk pakaiannya hanya kemben sampai dada, sabuk dan kain batik. Rambut digelung (bisa dipasang gelung tekuk atau gelung bundar). Ronce bunga melati disematkan pada gelung dan jatuh sampai ke dada. Bisa asli bunga melati atau palsu dari bahan kain. Sunduk mentul, bunga dari kawat yang biasanya berwarna emas, menghiasi rambut.

7.TARI MERAK

[caption id="attachment_306029" align="aligncenter" width="437" caption="Usai menarikan tari merak, foto bersama kawan-kawan aerobik"]

1385989400394198813
1385989400394198813
[/caption]

Tari ini juga diajarkan di SMP. Guru saya dari Bali. Beliau memang pernah menjadi mahasiswi ilmu keguruan dan ilmu pengetahuan Semarang, jurusan tari.

Beliaulah yang mengajari saya untuk bisa mengimitasi burung merak dalam sebuah tari. Ya, saya bisa terbang dengan sayap imitasi yang cantik! Dikaitkan pada tangan dan pundak kalau menari.

Tari merak adalah tari yang meniru burung merak jantan. Entah mengapa justru penarinya adalah perempuan.

Saya menyukai warna pakaian tari ini. Warnanya memesona. Biru, hijau, emas. Arghh … Tuhan memang luar biasa menciptakan makhluk di dunia! Alhamdulillah, saya memiliki dua koleksinya. Bahkan saya bawa sampai Jerman dan saya pasang di dalam sebuah pameran foto bersama Kampret (Kompasianer hobi jepret) Oktober 2013 yang telah lalu.

Di tempat saya merantau itulah, saya mempersembahkan tari merak. Tarian ini beberapa kali saya suguhkan khusus untuk anak-anak yang mengunjungi pameran. Karena kedua pakaian tari merak saya pasang pada manekin, saya hanya bisa mencopot mahkota, selendang dan sayapnya saja untuk dikenakan saat menari.

Hasilnya? Saya benar-benar menyihir anak-anak Jerman, khususnya yang perempuan. Mereka ini tak henti-hentinya mengelu-elukan tari merak. Sampai ibu-ibu kemudian lapor kepada saya, mereka ini menceritakan anak mereka bagai dihipnotis atas tarian yang saya bawakan.Anak-anak memang menyukai dunia khayal. Fantasi mereka akan burung semakin menjadi-jadi.

Selain pernah saya bawakan di Perancis dalam acara AEVE CCIVS UNESCO, tari ini juga saya ajarkan di studio rumah kami. Susah memang mengajari anak-anak Jerman yang tidak terbiasa mengikuti gending Jawa atau melemaskan jari-jemarinya.

8.TARI RORO NGIGEL

[caption id="attachment_306032" align="aligncenter" width="478" caption="Kami bertiga (oranye) menarikan rara ngigel"]

1385989484122603075
1385989484122603075
[/caption]

Jaman SMP jaman yang sangat mengasyikkan. Horeeeeee … ada PPL. Fantasi menjadi besar dan berkarya seperti mereka semakin membara. Tapi saya masih kecil, langkah saya masih jauh.

Guru PPL itu adalah mahasiswa sebuah perguruan tinggi negeri. Mereka berasal dari beragam departemen, tak terkecuali jurusan tari!

Ya. Saya mendapatkan sebuah bekal dari beberapa mahasiswi itu. Tari roro ngigel namanya. Tarian modern ini sangat lincah. Saya menyukai perpaduan Jogjakarta, China dan Betawi terasa dalam gerakannya.

Dari puluhan siswa yang mengikuti tiap hari tertentu, pada sore hari, hanya kami berdua yang dipilih untuk menampilkannya dalam acara perpisahan PPL. Saya dan Ninuk, adik kelas yang memang sangat mahir menari dan sudah tahunan jadi siswi sanggar tari Bokor Kencono serta sering tampil di panggung.

Rasanya sungguh bangga dan bahagia menarikannya di hadapan PPL, guru dan tamu undangan. Umur saya kala itu masih belasan tahun, saya sudah berhasil membanggakan guru praktek saya itu. Kami sukses menarikan tarian ciptaan Ida Wibowo, putri dari Bagung Kussudiarjo dari Yogya. Kami tidak salah dan tidak lupa dalam menari di depan massa.

Sampai hari inipun, saya masih ingat cara menarikannya. Setelah menarikannya di Jepang, Nepal (di depan penduduk suku Bhorle), Turki dan Denmark, saya tunjukkan tari ini saat pameran foto di Jerman.

9.TARI PENDET

Pastilah tari ini dari Bali. Yang mengajari guru SMP saya, asli Bali. Sayang sekali, meskipun kami sudah hafal tarian terkenal Bali ini, kami belum pernah dipentaskan. Hanya menari saat latihan saja. Sudah.

Padahal tari ini biasa disajikan sebagai tari penyambutan selamat datang pada upacara atau acara tertentu. Ingin rasanya menyambut tamu dengan tari ini. Mengenakan rambut pasangan (cemara) meski rambut saya selalu panjang dengan hiasan kepala warna emas, sebuah tanda hitam di kening dan tiga titik putih di pelipis kanan dan kiri. Tak ketinggalan, memakai baju yang warnanya emas dan menyala itu. Menarik !

Saya menyukai gerakan tangan, pundak dan mata. Menaburkan bunga-bunga dalam bokor, mangkok kecil yang dihiasi janur. Sebuah persembahan pada Hyang Widi. Menarikannya juga harus sabar. Ada gerakannya yang pelan dan lama sekali. Lalu tiba-tiba berubah cepat, diikuti gerakan mata melotot dan kembali lentur, normal.

Musiknya memang lebih keras daripada musik Jawa. Saya tertarik meskipun tariannya tergolong lama tak ubahnya tari Jawa klasik. Sepuluh menit! Kalau tidak terbiasa, badan bisa pegal-pegal. Posisi badan yang tidak lurus misalnya … ini tantangan !

10.TARI ABYOR

[caption id="attachment_306033" align="aligncenter" width="458" caption="Pentas tari abyor di Denmark"]

13859895341922194710
13859895341922194710
[/caption] [caption id="attachment_306035" align="aligncenter" width="464" caption="Menarikan tari Abyor di pameran Jerman (tak sempat ganti pakaian)"]
13859896661600481909
13859896661600481909
[/caption]

Saya mempelajarinya saat kelas dua SMA . Tarian yang menarik dan masih saya ingat sampai sekarang. Tidak pernah ada pelajaran teori, hanya praktek saja. Saya mentafsirkan bahwa ini seperti tarian campuran antara Jawa modern, Betawi, China dan Bali. Gerakan tari Betawi bisa dilihat dari cara menggerakkan kedua tangan di pundak saat berjalan.

Sedangkan campuran Betawi disentuhkan disana. Ini terasa saat tangan saya harus memegangi pundak secara bergantian dan jatuh ke pinggang.

Gerakan ipit-ipit khas Jawa juga ada. Sungguh, saya beruntung menguasai tarian ini.

Oh. Lagi-lagi saya tampil dalam acara perpisahan PPL di SMA. Beberapa guru belum jadi itu menunjuk saya dan seorang teman untuk menarikannya.

Tidak ada rotan akarpun jadi. Rambut saya yang panjang digelung. Untuk menghiasinya, guru BP saya usul untuk menambahkan bunga plastik dalam pot yang ada di meja kantor. Saya waktu itu sedang ranum-ranumnya. Anak ABG. Heran saja, saya menuruti gagasan itu. Kalau sekarang barangkali tidak mau.

Tari abyor pernah saya tarikan di Antalya, Turki. Acaranya, malam budaya pertemuan LSM se-dunia yang diselenggarkan oleh ALLIANCE.

11.TARI GAMBANG SEMARANG

[caption id="attachment_306034" align="aligncenter" width="426" caption="Menari tari Roro Ngigel dan Gambang Semarang di pantai Philipina"]

1385989583158081660
1385989583158081660
[/caption]

Saya lahir dan besar di Semarang. Siapa yang tidak akan bangga dengan kampung halamannya? Saya termasuk diantaranya. Semarang tak hanya terkenal dengan lumpianya. Kota ATLAS memiliki tarian khas bertitel Gambang Semarang.

Tarian pergaulan ini pernah saya tarikan bersama seorang kawan. Sebenarnya, pentas saya itu tidak direncanakan. Saya sudah mempersiapkan tari Roro Ngigel untuk dipersembahkan dalam malam budaya sebuah pertukaran relawan Asia-Eropa. Akhirnya, saya menarikan dua tarian. Tari kedua adalah Gambang Semarang. Alasannya, kawan saya mengeluh tidak ada pasangan, menarikannya kurang sreg. Kamipun latihan selama beberapa jam sebelum tampil. Akhirnya, jadi. Saya improvisasi saja untuk mengimbangi gerakan penari lelaki. Kalau sedang tangan membuka saya mendekat, berputar dan sebagainya. Layaknya gerakan tari Jawa modern yang pernah saya pelajari sejak TK.

Tari bertambah seru karena kami tidak menari di atas panggung melainkan di atas pasir. Lho, kok pasir ? Iya, karena malam budaya disetting dengan api unggun di tepi pantai. Ada barbecue dan meja kursi ditata sedemikian rupa. Amboi !

12.TARI SAMAN

Tarian ini sungguh membutuhkan kekompakan dan kecepatan yang luar biasa. Sekali salah, tim penari tak akan sukses membawakannya.

Ini saya sadari ketika kami pernah membawakannya di acara AEVE di Brenderup, Denmark tahun 2003. Yang mengajari kami adalah seorang peserta dari LSM Aceh. Kawan saya asli Gayo, memakai jilbab. Perempuan itu begitu sabar mengajari kami. Dari yang tidak bisa menjadi bisa. Dari yang tidak cepat menjadi sigap. Apalagi, kami harus menari sekaligus menyanyi. Tidak pakai kaset ! Tak mudah berkonsentrasi dalam menggerakan anggota badan dan mulut. Kalau mulutnya lancar, gerakannya lupa atau salah. Begitu pula sebaliknya. Melalui latihan yang rutin dan ketat, kami yang terdiri dari beragam negara, bisa juga. Alhamdulillah !

13.TARI JAIPONGAN

Waktu saya SD, saya pernah diajak bapak untuk menjadi MC bahasa Jawa pada pernikahan sebuah keluarga Sunda. Disanalah, saya melihat bagaimana seorang penari berdandan dan menari.

Saya ingin mempelajarinya. Tari itu sangat unik di mata saya. Beberapa orang menyebutnya tarian erotis. Tarian yang gerakannya ada yang seperti silat, kadang lemah lembut lalu sekonyong-konyong mengagetkan. Sayang di sanggar tari tidak diajarkan tarian Sunda.

Solusinya? Youtube! Berbekal latihan tari sejak kecil, saya mengikuti gerakan penari dari layar lap top. Senggol kanan, senggol kiri. Seruuuuuuu dan gratis.

Saya memang belum pernah mementaskannya. Berharap bahwa suatu hari nanti, saya akan menarikannya.

Saya punya mimpi menarikan semua tarian yang pernah saya pelajari di atas panggung. Karena mengganti bajunya agak lama, barangkali bisa diselingi tarian kawan-kawan yang lain. Hehe.

Mimpi adalah bagian dari masa depan. Barangkali kalau saya ada doa dan usaha, ini akan terwujud. Tunggu saya dengan tari jaipongan juga, ya!

Semoga tarian ini bukan tarian tradisional dari Indonesia terakhir yang mau dan bisa saya pelajari. Selagi nafas masih berhembus ….

***

Demikian tarian yang pernah saya pelajari dan tampilkan di depan orang baik di dalam maupun di luar negeri. Pengalaman tak terlupakan. Saya yakin bermanfaat dan menginspirasi bangsa Indonesia dimanapun sedang berada. Tari tradisional Indonesia? Sebut Indonesia travel!

Hmmmmmmmmmmm. Semoga bakat menari ini menurun kepada anak-anak hingga dewasa nanti. Mereka sudah pernah mempelajari tiga tarian yang tersebut di atas. Oh-oh-oh. Saingannya di Jerman, balet. Tari balet memang menjamur di wilayah negara yang banyak dihuni masyarakat Rusia dan pecahannya, tempat saya merantau. Bagaimanapun, selain balet, semoga tarian Indonesia tetap di hati mereka.(G76)

PS: Ditulis dalam rangka mengikuti kompetisi blog Kemenparekraf Indonesia travel! di Kompasiana, dengan tema “Tarian Tradisional”. Ayo, yang belum menulis, segera. Masih ada waktu sampai tanggal 26 Desember 2013, lho! Jangan ketinggalan ....

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun