Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cersil: Terbunuhnya Pendekar Misterius

3 Juni 2012   07:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:27 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13387233901878010653

Suasana padepokan sangat ramai. Para pesilat tampak berlatih untuk pertandingan yang akan ditunjukkan bagi tamu-tamu keraton. Pendekar Wolulikur melawan Pendekar Misterius. Pendekar Tujuhenam tampak tertawa lawannya jatuh, Pendekar Mukateduh. Pendekar Matadewa tersungkur dari sepakan Pendekar Sangaji. Beberapa pendekar yang lain masih tampak semangat berlatih. Semua ingin mempersembahkan jurus yang terbaik di depan raja dan ratu serta semua penonton beberapa hari lagi. “Wah senenge ora jamak, besok istriku datang menjenguk di padepokan.“ Gerakan Pendekar Gegurit Wungu tampak tetap serius mengeluarkan jurus-jurusnya sembari curhat. “Nyai Mawarberduri cantikmu, yang seksi itu? Wah … iri aku, istriku lagi hamil besar tak bisa datang.“ Pendekar Misterius sedihlantaran Nyai Daunilalang sudah pamit ke dukun bayi kemarin. “Berdoa saja semoga lancar. Anak itu penerus jurus andalanmu elang menyambar, lho. Semoga laki-laki. “ “Bagiku laki-laki atau perempuan sama saja, yang penting sehat, berakal dan berguna….“ *** Matahari tampak malu-malu memancarkan sinarnya. Sang awan mulai menyelimuti bundaran raksasa kuning itu. Angin bertiup semribit, dingin. Sebuah hari yang tak disangka. Para dukun istana sudah mulai memuncratkan jopa-japu di segala penjuru dan sebuah sapu lidi menghadap langit, agar tak hujan saat pertandingan nanti dimulai. Sapu lidi keatas, salah satu tradisi Jawa tolak hujan agar air jatuh dari langit usai acara saja. Tiba-tiba sebuah kereta masuk gerbang padepokan. Penjaga pintu segera memberi jalan. Sang kusir tampak terengah-engah, sedikit berdarah di bagian mulutnya. Ia buka penutup keretanya, seorang perempuan tewas dalam keadaan yang menggenaskan. Ia adalah Nyai Mawarberduri! Pendekar Gegurit Wungu terkejut bukan kepalang. Ia seakan tak percaya pada matanya yang indah itu menampilkan sebuah pemandangan yang menyedihkan. Istri yang dicintainya bersimbah berdarah, tak bernyawa. Tetesan air mata sang pendekar ganteng itu menandakan kedalaman rasa hancur di hati. Dekapan erat pada jasad, mengharu-biru yang menyaksikannya. Si kusir bercerita, mereka diserang dalam perjalanan, begitu keluar dari Joglo Abang. Seperti ada siasat dibalik penyerangan karena daerah yang dipilih jauh dari pemukiman penduduk. Lima orang berkuda dengan topeng dimuka, memaksa si Nyai keluar dan menyiksanya. Si kusir sengaja diikat di sebuah pohon Dewandaru, setelah diberi jurus Tempelengmuka. Ia menyaksikan perbuatan biadab kelima lelaki tak dikenal itu lewat jurus Jaring laba-laba. Seperti ada pesan yang ingin disampaikan oleh kelompok jahat itu, sehingga sang kusir dibiarkan hidup-hidup. Pendekar Gegurit Wungu meletakkan mayat istri terkasih. Ia berbisik kepada pendekar Misterius, bisa jadi ini balas dendam penduduk Dukuh Sangkor. Seingatnya, setelah mengajukan diri berangkat ke sana mencari Kiran, ada beberapa pihak yang menentang tugasnya. Sebagai sahabat, Pendekar Misterius berjanji akan membantu mencari sisik melik misteri pembunuhan Nyai Mawarberduri. *** Hari pertunjukan telah tiba. Meski hati remuk-redam, Pendekar Gegurit Wungu yang telah menduda ini tetap melaksanakan ikrarnya untuk mempersembahkan jurus yang telah dipelajarinya di padepokan. Skenario istana, ia harus melawan Pendekar Misterius di arena. Permainan perkelahian itupun dimulai. Sorak-sorai raja dan penonton tampak bergemuruh di pelataran istana. Sayang suasana rusak karena putri raja, Cempaka, menunjukkan jari jempol ke bawah sebagai pertanda pertandingan dianggap memalukan. Putri bermahkota tiara itu berbisik pada sang ayah, agar pertandingan dibuat sungguh-sungguh hingga salah satunya tak akan bangun lagi, mati. Rajapun berseru. Pendekar Gegurit Wungu geleng-geleng kepala, pendekar Misterius mengangguk, disertai seruan penonton agar salah satu harus tercabut nyawanya. [caption id="attachment_192484" align="alignleft" width="300" caption="Putri Cempaka"][/caption] Pandangan mata pendekar berkulit putih dan tampan itu melayang pada cibiran sang putri keraton. Ia yakin ada sesuatu dibalik keinginan wanita elok berbudi jorok yang pernah ditolak cintanya suatu hari di acara kunjungan kerajaan di padepokan. Ya, Pendekar Gegurit Wungu telah beristri, sesuai pilihan hati, almarhumah Nyai Mawar Berduri. Ia tetap setia, tak mau berpaling ke putri Cempaka. Dugaan diperkuat oleh ungkapan Pendekar Misterius bahwa putri Cempakalah yang bertanggung jawab atas penyerangan pada kereta Nyai Mawarberduri. Balas dendam putri raja atas kasih tak sampainya. „Ciattttttttttt … zzzzzzzz …“ Pendekar Gegurit Wungu melancarkan jurus ular merayap di rerumputan. Pendekar Misterius tak berdaya. Totokan taring ular tertahan beberapa senti dari urat nadi sang lawan. „Horeeeeee …“ gegap gempita penonton membahana. “Tekan!” Telunjuk Putri Cempaka menunjuk ke arena. Raja mengangguk tanda setuju. “Tekan totokanmu di leherku, kawan!” Pendekar Misterius menyemangati . Tak ubahnya pepatah Jawa "Ula marani gebug" atau seseorang yang justru menginginkan kematian. “Tidak, aku tak boleh melakukannya. Kau teman lamaku … ini edan, mereka sengaja mengadu domba kita. Mereka tahu kita dekat dan bersahabat! Mereka menguji kita, kita harus bertahan.” Lagi-lagi Pendekar Gegurit Wungu menatap balkon istana. Tatapan sinis menghiasi wajah culas Putri cempaka. „Buatlah padepokan kita dan raja bangga. Titip Nyai Daunilalang dan anakku. Mereka milikmu, buatlah mereka bahagia. Tempatkan dirimu menjadi penggantiku, yang terbaik.“ Sekonyong-konyong tangan Pendekar Misterius menarik jari jemari Pendekar Gegurit Wungu lebih ke dalam, menotok jalan darah. Denyut jantung Pendekar Misterius berhenti. Ia betul-betul telah mati. Pendekar Gegurit Wungu lagi-lagi tertegun. Ini kali kedua melihat orang terdekat dan terkasih meninggal tak berdaya di hadapannya. Bayangannya kembali pada masa lampau saat kedua pendekar sama-sama di Kotaraja, Trowulan, pawon manterakata, membeli gerabah di tempat Mbah Wongso dan masih banyak tempat kenangan manis lainnya. Sebuah persahabatan yang indah. Kini musnah sudah. „Horeeeeeeeeeeeeeeeee.“ Para penonton dan pihak istana tak tahu, jurus totok ular itu bukan ulah Pendekar Gegurit Wungu tapi aksi bunuh diri Pendekar Misterius. Orang hanya tahu bahwa ia terbunuh teman sendiri. Beberapa menit berlalu, Pendekar Gegurit Wungu jatuh tak sadarkan diri. Ia menggugat diri … Duh, Gustiiiiiiii ... nyuwun pangapura! (G76) TAMAT

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun