Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Serunya Berbagi Bersama Emak Blogger Semarang

4 Oktober 2025   04:54 Diperbarui: 4 Oktober 2025   04:54 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serunya acara Kotekaction4 di Cafe Bento (dok. Gana)

Hari Kamis itu sesuatu. Aku janjian sama emak-emak yang tergabung di komunitas Gandjel Rel di Semarang. Beberapa teman aku lainnya di luar itu, aku undang juga. Iya, supaya ramai acara yang Koteka dan mereka gagas bertajuk Kotekaction-4.

Lokasinya? Cafe Bento di kawasan Tembalang Semarang. Alasannya, selain tempatnya di Semarang Atas yang notabene adem, juga makanannya murmer. Kami pilih gorengan, ayam geprek dan es teh untuk tiap peserta. Bea untuk tiap orang Rp 35.000,00. Di Jerman, uang segitu cuma dapat 1 buletan es krim dan contongnya. Wkwk.

Kerjasama Koteka dengan Gandjel Rel

Salah satu admin Gandjel Rel, Uniek Kaswarganti adalah teman baik teman baikku, Tary Thewlis. Mereka dulu teman waktu SMA. Aku teman Tary di LSM. Nggak sengaja 7 tahun yang lalu aku ketemu Uniek di rumah Tary. Akhirnya kami jadi temenan. Apalagi kami se-streaming, blogger!!! Dari Semarang lagi, Nda.

Nah, ketika aku pulang ke Semarang kami bertemu dan mereka-reka rencana, supaya Koteka dan Gandjel Rel ada kegiatan kolaborasi. Menarik sekali karena kebanyakan anggota mereka adalah emak-emak. Karena Uniek suka baca dan bikin komunitas baru; Komunitas Semarang Membaca, akhirnya komunitas ini diajak ikutan juga. Serunya networking.

Gandjel Rel. Dengan motto, "Ngeblog biar nggak ngganjel", mereka mengingatkan kita juga akan kuliner tradisional Semarang roti Ganjel rel. Roti padat warna coklat dengan taburan wijen, rasanya manis itu harus kamu coba. Sudah?

Kegiatan Gandjel Rel banyak juga seperti pelatihan menulis konten, blogging dan medsos, menghadiri launching produk dan liputan acara lainnya, yang kemudian ditumpahkan di dalam blog masing-masing. Kebanyakan dari mereka punya blog sendiri. Kalau kita di Kompasiana, beraninya keroyokan. Hahaha.

Terima kasih, Uniek Gandjel Rel (dok. Gana)
Terima kasih, Uniek Gandjel Rel (dok. Gana)

Organisasi Acara

Namanya kerjasama, semua kerja lah. Acara diumumkan di kedua komunitas; Gandjel Rel dan Koteka. Melalui Facebook, instagram dan blog, penyebaran flyer yang dibuat Gandjel Rel, makin menarik. Lalu pendaftaran peserta dilakukan melalui whatsapp admin. Kuota hanya 10, akhirnya jadi 15. Ya, sudah nggak papa. Berbagi ilmu, nggak boleh pelit. Koordinasiku sama Uniek terjaga. Uniek memang terbiasa mengorganisir acara, gesit.

Kebanyakan dari mereka adalah perempuan, baik emak maupun gadis remaja. Hanya ada satu temanku yang laki-laki yang ikut. Dia paling ganteng tapi akhirnya jadi lumer melebur dengan mereka yang cantik-cantik selama 2 jam, lalu pamit pergi.

Mbak Rensi, temanku S2 (dok. Gana)
Mbak Rensi, temanku S2 (dok. Gana)

Peserta Mbak Dhani Semarkutigakom (dok. Gana)
Peserta Mbak Dhani Semarkutigakom (dok. Gana)

Satu-satunya peserta laki-laki, Prof.Daviq (dok. Gana)
Satu-satunya peserta laki-laki, Prof.Daviq (dok. Gana)

Acara Utama, Bedah Buku

Bukuku "Banyak Cara Menuju Jerman" aku tulis tahun 2019. Itu waktu aku masih belum sibuk 100% bekerja. Sembari menjadi emak yang mengurusi anak-anak, rumah, kebun dan suami, aku memang kerja paruh waktu, sehingga masih banyak energi menulis buku. Sekarang agak susah karena aku sudah full time lagi, setelah 20 tahun berlalu. Ya, mumpung anak-anak sudah gede dan mandiri. Jadi emak memang harus powerful.

Nah, buku ini yang ingin aku bagikan ke emak-emak dan perempuan muda Gandjel Rel  yang hadir. Intinya, kalau mereka merasa sudah tua, sudah telat dan entah alasan apa lainnya, supaya mereka bisa mempersiapkan generasi mereka ke Jerman. Banyak program yang bisa membuat anak-anak mereka go international, kok. Misalnya program Au pair, FSJ, Ausbildung, kuliah, bekerja atau ... menikah di Jerman. 

Aku bisa menulis buku itu setelah aku mewawancarai diaspora Indonesia di Jerman yang sudah mengalami program tersebut. Akhirnya buku itu pula yang menginspirasiku lagi ikut Ausbildung PGTK di usia 45 tahun, walaupun aku sudah S2 ketika umurku 25. Maklum, pendidikan di Indonesia masih dianggap sebelah mata di Jerman. Konversinya supaya ijazah Indonesia diakui di Jerman prosesnya lama, rumit dan mahalllll. Hiks.

Kebaya putih dari Mangga Dua aku benahi. Kucir yang kutali dengan karet berenda gorden dari swalayan ADA aku rapikan. Tanpa ba-bi-bu, microphone segera aku pegang selama 2 jam non stop, setelah mbak Nia blogger dan influencer Semarang yang kondang sebagai MC mempersilakanku maju. Argh, aku kalau ngomong nggak ada putusnya, mirip burung yang pagi-pagi berkicau tiada henti di Blackforest. Sejenak, aku ingat zaman siaran dulu. Sigh.

Oh, ya. Banyak pertanyaan yang muncul setelah aku bla-bla-bla tentang isi bukuku itu:

  • Ausbildung bukan kuliah, kan? Betul, tapi setelah aku mengikuti Ausbildung zur Erzieherin di Jerman, yang kalau di Indonesia PGTK - Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak, sama kayak kuliah, kok. Ada sidang akhir, untuk memperjuangkan paper. Jurinya ada 5!!! Setelah lulus, ada wisuda tanpa toga tapi bergelar "Bachelor Profesional in Sozialwesen." Bachelor juga kan? Walau tingkatannya lebih kayak akademi.
  • Apakah harus ada tanggungan deposito bank kalau anak mau ke Jerman? Kayaknya iya. Karena takutnya kalau nggak ada uang, yang repot negara Jerman. Logis kalau setiap orang yang mau ke Jerman ada tabungan,  buat jaga-jaga. Misalnya biaya hidup untuk 3 bulan pertama. Dulu waktu aku melamar visa ke Jerman untuk visa menikah juga harus mengumpulkan bukti rekening koran, kok, walaupun suamiku orang Jerman dan tinggal di Jerman. 
  • Apa yang paling sulit bagi orang Indonesia kalau akan lama tinggal di Jerman? Pertama, pasti hawanya. Jerman punya 4 musim. Setiap musim dipastikan dingin. Summer-pun akan tetap dingin dan butuh jaket, karena tiga bulannya nggak cuma matahari yang nongol tapi juga hujan dingin, angin dingin bahkan juga hujan es  sebesar kerikil. Tapi kalau sudah lama akan bersyukur, lho. Sebabnya, jadi nggak bosenin, tiap tiga bulan ganti suasana.  Kedua, nggak bisa ke masjid dalam hitungan jangkah kaki. Jauh, lho ke masjid karena nggak di setiap gang ada. Lagian, nggak setiap masjid punya aliran yang sama atau nggak boleh asal lepas sandal dan masuk. Ketiga, keramahtamahan orang Jerman beda dengan di Indonesia, agak privat. Tidak boleh sembarangan bertandang asal mampir ke rumah teman atau tetangga karena harus janjian. Kelima, soal makanan. Orang Jerman nggak makan nasi tapi roti. Orang Indonesia biasanya kalau belum makan nasi berarti belum makan. 
  • Berapa gaji rata-rata pekerja di Jerman? Untuk guru TK, minimal 3300 Euro atau 50 jutaan, potong pajak. Untuk perawat, 3400 Euro. Gaji bisa naik dalam kurun waktu tertentu. Bag orang asing yang bekerja di Jerman sebagai dokter dan  IT bisa mendapatkan blue card, yang mana akan dipermudah dan memiliki gaji yang katanya menggiurkan. Mengapa? Karena Jerman butuh!

Peserta minum es teh dulu (dok. Gana)
Peserta minum es teh dulu (dok. Gana)

Makan gorengan juga (dok. Gana)
Makan gorengan juga (dok. Gana)

Nasi gepreknya belum tiba (dok. Gana)
Nasi gepreknya belum tiba (dok. Gana)

Panitia menata meja narsum (dok. Gana)
Panitia menata meja narsum (dok. Gana)

Kuliner Geprek dan Es Teh

Umumnya di Indonesia kalau ada pertemuan, kalau nggak snack pasti ada makan besarnya. Di Jerman? Ngimpi! Nggak selalu begitu. Makanya, mengikuti tradisi orang Indonesia, Koteka menyediakan snack gorengan dan makan besar. Menunya sederhana, nasi geprek. Walaupun sudah nggak panas, nasinya mengisi perut yang memang keroncongan. Habisnya Rp 570.000,00.

Geprek adalah bahasa Jawa, yang artinya dipukul atau dihancurkan. Nah, ayam yang sudah digoreng memang dipukul hingga hancur kasar, dilumuri sambal. Pedas! Nasinya putih, sebagai penawar lauk yang gurih pedas. Sebagai lalapan, ada ketimun. Di tempat lain, ada juga yang memberi tomat atau selada.

Aku lihat, para peserta begitu menikmati masakan cafe saat waktu istirahat -Isoma. Es teh rasanya kental banget. Kalau boleh pilih, aku minta hangat saja, sih. Aku nggak terbiasa minum es. Minum hangat bagiku lebih nyaman dan menghirupnya jadi sensasional. Tapi, yah, sudah terlanjur dibuatkan es untuk semua.

Buku
Buku "38 WIB" salah satu doorprize (dok. Gana)

"Banyak Cara Menuju Jerman" sudah kubagi infonya, semoga sukses (dok. Gana9

Doorprize adalah doa

Dari rumah aku bawa koper isi bukuku yang ingin aku jual. Selain itu ada merchandise dan doorprize yang ingin aku bagikan kepada peserta yang bisa menjawab pertanyaan, sebagai feed back; tadi dengerin aku cerita nggak? Gitu. Apa saja doorprize-nya?

  • Bukuku yang lama:  aku membagikan buku "38 Wanita Indonesia Bisa" supaya perempuan Semarang terinspirasi dari kisah perempuan-perempuan sukses yang aku tulis. Kesuksesan itu kan proses, ada naik turunnya. Ini akan menjadi pelajaran berharga bagi pembacanya.
  • Satu kantong koin dari berbagai negara: aku sudah mengunjungi 31 negara. Ketika ke sana, uang koin nggak bisa ditukar kembali, aku bawa pulang. Aku kumpulkan. Lama-lama kebanyakan, banyak yang dobel. Makanya, aku bagikan di acara ini. Siapa tahu, ini doa supaya yang dapat akan terbang ke sana juga. Amin.
  • Tas kain dari Jerman: setelah mengumpulkan tas kain dari Jerman dan membawa ke Indonesia tahun 2009, aku mendirikan komunitas My Bag is Your Bag. Membagikan tas kain supaya nggak pakai tas kresek yang merusak bumi, dan berbagi, karena di dalam tas, aku isi alat tulis, buah, beras, sikat dan pasta gigi. Harapanku, supaya yang mendapatkannya, semakin ramah lingkungan dan setia membawa tas kain kapan saja, di mana saja.

Masih banyak merchandise lain seperti bendera Jerman, topi Jerman dan lain-lain. Ada, ada selipan doa di sana dariku untuk mereka.

***

Teman-teman sebangsa dan setanah air, acara yang harusnya dimulai pukul 11.00 dan berakhir pukul 13.00, molor sampai pukul 15.00. Banyak sekali pertanyaan yang mengalir, acara tanda tangan buku hadiah atau buku yang dibeli, dan tentunya, selfie. Ketertarikan mereka akan "kabur aja dulu", juga umpan balik positif yang aku ingat sampai hari ini. Nggak ada salahnya untuk hengkang ke luar negeri untuk pengembangan diri dan menyebarkan keindonesiaan di sana. 

Dari sana, aku turun ke Semarang bawah. Sampai rumah, mandi dan membawa barang-barang yang akan dibagikan dalam Kotekaaction5. Wang Eddy dari Semarkutigakum sudah menunggu dengan mobil bak terbukanya. Ah, Kompasianer ini memang setia. Terima kasih, kawan. (G76)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun