Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Serunya Berbagi Bersama Emak Blogger Semarang

4 Oktober 2025   04:54 Diperbarui: 4 Oktober 2025   04:54 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Panitia menata meja narsum (dok. Gana)

Kebanyakan dari mereka adalah perempuan, baik emak maupun gadis remaja. Hanya ada satu temanku yang laki-laki yang ikut. Dia paling ganteng tapi akhirnya jadi lumer melebur dengan mereka yang cantik-cantik selama 2 jam, lalu pamit pergi.

Mbak Rensi, temanku S2 (dok. Gana)
Mbak Rensi, temanku S2 (dok. Gana)

Peserta Mbak Dhani Semarkutigakom (dok. Gana)
Peserta Mbak Dhani Semarkutigakom (dok. Gana)

Satu-satunya peserta laki-laki, Prof.Daviq (dok. Gana)
Satu-satunya peserta laki-laki, Prof.Daviq (dok. Gana)

Acara Utama, Bedah Buku

Bukuku "Banyak Cara Menuju Jerman" aku tulis tahun 2019. Itu waktu aku masih belum sibuk 100% bekerja. Sembari menjadi emak yang mengurusi anak-anak, rumah, kebun dan suami, aku memang kerja paruh waktu, sehingga masih banyak energi menulis buku. Sekarang agak susah karena aku sudah full time lagi, setelah 20 tahun berlalu. Ya, mumpung anak-anak sudah gede dan mandiri. Jadi emak memang harus powerful.

Nah, buku ini yang ingin aku bagikan ke emak-emak dan perempuan muda Gandjel Rel  yang hadir. Intinya, kalau mereka merasa sudah tua, sudah telat dan entah alasan apa lainnya, supaya mereka bisa mempersiapkan generasi mereka ke Jerman. Banyak program yang bisa membuat anak-anak mereka go international, kok. Misalnya program Au pair, FSJ, Ausbildung, kuliah, bekerja atau ... menikah di Jerman. 

Aku bisa menulis buku itu setelah aku mewawancarai diaspora Indonesia di Jerman yang sudah mengalami program tersebut. Akhirnya buku itu pula yang menginspirasiku lagi ikut Ausbildung PGTK di usia 45 tahun, walaupun aku sudah S2 ketika umurku 25. Maklum, pendidikan di Indonesia masih dianggap sebelah mata di Jerman. Konversinya supaya ijazah Indonesia diakui di Jerman prosesnya lama, rumit dan mahalllll. Hiks.

Kebaya putih dari Mangga Dua aku benahi. Kucir yang kutali dengan karet berenda gorden dari swalayan ADA aku rapikan. Tanpa ba-bi-bu, microphone segera aku pegang selama 2 jam non stop, setelah mbak Nia blogger dan influencer Semarang yang kondang sebagai MC mempersilakanku maju. Argh, aku kalau ngomong nggak ada putusnya, mirip burung yang pagi-pagi berkicau tiada henti di Blackforest. Sejenak, aku ingat zaman siaran dulu. Sigh.

Oh, ya. Banyak pertanyaan yang muncul setelah aku bla-bla-bla tentang isi bukuku itu:

  • Ausbildung bukan kuliah, kan? Betul, tapi setelah aku mengikuti Ausbildung zur Erzieherin di Jerman, yang kalau di Indonesia PGTK - Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak, sama kayak kuliah, kok. Ada sidang akhir, untuk memperjuangkan paper. Jurinya ada 5!!! Setelah lulus, ada wisuda tanpa toga tapi bergelar "Bachelor Profesional in Sozialwesen." Bachelor juga kan? Walau tingkatannya lebih kayak akademi.
  • Apakah harus ada tanggungan deposito bank kalau anak mau ke Jerman? Kayaknya iya. Karena takutnya kalau nggak ada uang, yang repot negara Jerman. Logis kalau setiap orang yang mau ke Jerman ada tabungan,  buat jaga-jaga. Misalnya biaya hidup untuk 3 bulan pertama. Dulu waktu aku melamar visa ke Jerman untuk visa menikah juga harus mengumpulkan bukti rekening koran, kok, walaupun suamiku orang Jerman dan tinggal di Jerman. 
  • Apa yang paling sulit bagi orang Indonesia kalau akan lama tinggal di Jerman? Pertama, pasti hawanya. Jerman punya 4 musim. Setiap musim dipastikan dingin. Summer-pun akan tetap dingin dan butuh jaket, karena tiga bulannya nggak cuma matahari yang nongol tapi juga hujan dingin, angin dingin bahkan juga hujan es  sebesar kerikil. Tapi kalau sudah lama akan bersyukur, lho. Sebabnya, jadi nggak bosenin, tiap tiga bulan ganti suasana.  Kedua, nggak bisa ke masjid dalam hitungan jangkah kaki. Jauh, lho ke masjid karena nggak di setiap gang ada. Lagian, nggak setiap masjid punya aliran yang sama atau nggak boleh asal lepas sandal dan masuk. Ketiga, keramahtamahan orang Jerman beda dengan di Indonesia, agak privat. Tidak boleh sembarangan bertandang asal mampir ke rumah teman atau tetangga karena harus janjian. Kelima, soal makanan. Orang Jerman nggak makan nasi tapi roti. Orang Indonesia biasanya kalau belum makan nasi berarti belum makan. 
  • Berapa gaji rata-rata pekerja di Jerman? Untuk guru TK, minimal 3300 Euro atau 50 jutaan, potong pajak. Untuk perawat, 3400 Euro. Gaji bisa naik dalam kurun waktu tertentu. Bag orang asing yang bekerja di Jerman sebagai dokter dan  IT bisa mendapatkan blue card, yang mana akan dipermudah dan memiliki gaji yang katanya menggiurkan. Mengapa? Karena Jerman butuh!

Peserta minum es teh dulu (dok. Gana)
Peserta minum es teh dulu (dok. Gana)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun