Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Walau Sudah Tua, Aku Lulus Skripsi Juga

10 Mei 2023   22:25 Diperbarui: 11 Mei 2023   08:01 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wisuda setelah selesai skripsi (KOMPAS.COM/Shutterstock)

Aku masih ingat banget, tahun 2018 pulang ke Semarang dan ikut diajak siaran mbak Nadia (tutorku waktu kerja di Smart FM) di Idola FM. Dari sekian banyak pertanyaan, salah satunya adalah "Kamu di Jerman kuliah?"

Lantas aku ketawa. Mana mungkin? Umurku waktu itu sudah 42. Kuliah (S2) terakhir yang aku lewati adalah tahun 2005. Ada Kompasianer yang mungkin saja waktu itu belum lahir. Ternyata kalau rejeki anak manis tak lari ke mana. 

Pada tahun 2020, aku dapat kesempatan belajar lagi, program kuliah sambil kerja. Artinya selain kuliah, aku juga harus kerja karena diberi honor setiap bulannya. Nama programnya Praxisintegrierte Ausbildung zur Erzieherin (PIA). Itu untuk mencetak tenaga pengajar di taman kanak-kanak, tenaga sosial di SD-SMA atau di lembaga anak-anak dan remaja yang dikelola pemerintah (di Jerman anak - anak yang terlantar diambil dari orang tuanya dan dipelihara negara dan lulusan boleh jadi pendamping mereka sampai mereka umur 18 atau lebih karena meneruskan pendidikan tinggi).

Titel Bachelor Professional

Dulunya, program ini nggak dapat titel, alhamdulillah sejak aku masuk, kami lulusannya akan dijuluki Bachelor Professional. Sebabnya, Jerman menggenjot tenaga produktifnya untuk bekerja. 

Kalau anaknya nggak ada yang ngurusin, repot, orang tua nggak bisa kerja dengan tenang atau anak bisa terlantar. Jadi pemerintah membangun banyak taman kanak-kanak di mana anak umur 10 bulan sudah boleh masuk, supaya bisa dirawat dan dididik.

Cuma aku bigung. Sampai saat ini belum ada singkatan titelnya. Kalau program lain seperti Meister (mirip master?) disingkat "me." Eh, Bachelor Professional, nih, yeee ...naik pangkat? Atau turun pangkat, yaaaa. Kann dulu sudah M.Pd (Master Pendidikan) jadi Bachelor Professional. Diambil positifnya lah, lantaran secara kualitas lulusan Jerman akan lebih berkelas. Karena itu diakui di seantero Jerman, bahkan siapa tahu di negara tetangga di EU? 

Untuk informasi, ijazah dari Indonesia nggak serta merta diakui. Dari ijazah S2-ku diturunin jadi S1 alias Hochschulabschluss" dan nggak disetarakan untuk jadi guru di sini walau aku Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris dan punya pengalaman mengajar di Indonesia mulai dari TK sampai universitas selama 5 tahun dan bimbel di kota-kota Jerman selama 6 tahun.

Menulis Skripsi ala Jerman

Karena lagi jadi topik di Kompasiana dan baru saja bulan lalu aku lulus skripsi, maunya cerita juga. Supaya nggak jadi bara saja di dalam dada. Eaaa.

Ehm. Begini awalnya...

Berbulan-bulan sebelum kolloquium atau ujian skripsi, aku nulis skripsi dalam bahasa Jerman dulu, dong. Tepatnya sejak Desember 2022-Februari 2023. 

Tanggal 1 Maret 2023 adalah batas penyerahan skripsi berbentuk kertas dan soft copy di USB stick yang harus diserahkan kepada direktur sekolah tinggi kami. Setelahnya akan ada pengecekan secara online apakah ada kalimat yang asal comot dari internet dan atau tidak menyebutkan sumbernya. You know, copy right....Jangan sampai ada lulusan yang ternyata copy paste skripsi orang tahun kapan, gitu.

Aku udah pernah cerita ya, aku adalah siswa tertua dari kami bertiga puluh di kelas, umurku sekarang 47. Bahasa Jermanku juga pasaran, jadi untuk ukuran kuliah, walaupun aku punya sertifikat B2, tetap saja susahhh. Makanya nulisnya lamaaaaa banget dengan bahasa Jerman formal. Padahal temen-temen nulisnya cepet, dari hitungan hari sampai minggu. Pokoknya nggak sampai hitungan bulan seperti aku, deh. Dasar gaya banget aku ini pakai kuliah. Alamak.

Mana selama kurun waktu itu, kami banyak ujian tiap mata kuliah (ada kira-kira 15 mata kuliah), artinya tiap hari harus belajar dan menulis skripsi!!! Yaolohhh, tolooong, deh. Mana cucian numpuk, rumah berantakan, anak dan suami kudu diurus.Bayangkan stressnya aku waktu itu!

Sampai-sampai di bulan Maret, selama sebulan ingatanku akan kode ATM menghilang. Bingung tapi bagus juga karena irit, nggak shopping. Wkwk. Baru keinget PIN ketika beli duren di Stuttgart. Ah, dasarrrr.

Oh, iya. Sebelum menulis skripsi, kami ada meeting dengan 2 koordinator jurusan Pendidikan Sosial, yang akhirnya kami diberikan tiga lembar kertas berisi aturan bagaimana menulis skripsi dan ujiannya (5W + 1H), serta tips pemilihan judul adalah "Pilihlah mata kuliah yang kalian sukai dan benar-benar mandarah daging." 

Karena aku suka seni, aku ambil BEF II, itu adalah mata kuliah gabungan antara musik dan seni rupa. Aku ingin tahu bagaimana caranya memotivasi anak kecil di bawah 3 tahun untuk kreatif dengan membuat hasta karya dari barang bekas dari dapur di taman kanak-kanak.

Lalu, kami harus mengajukan dulu judulnya dengan formulir khusus berisi nama, kelas, tema mata kuliah yang diambil, nama dosen pembimbing, judul, tanda tangan siswa dan dosen serta poin tema yang akan ditulis secara garis besar, baru di ACC panitia kampus dan diumumkan. Pengumuman bisa diakses melalui ipad gratis seharga 350 euro yang kami dapatkan sejak tahun pertama masuk kuliah.

Mereka yang judulnya tidak sesuai, berwarna merah. Setelah judul diganti dan diizinkan, maka tiap siswa segera menghubungi dosen pendamping (yang nanti bakal jadi juri pertama dalam skrispi) untuk memperbincangkan tentang isi bab dari skripsi yang akan dibahas.

Selama menulis, aku beli buku dari internet dan beberapa perpustakaan online. Penulisannya aku hanya berpatokan pada saat pembimbingan. Setelah mengerjakan sendiri, kepala di tempat aku bekerja mengoreksi tata bahasanya saja. Isinya nggak. Duh, berantakan. Dalam skripsi aku sertakan gambar-gambar saat aku mengambil data kualitatif bersama anak-anak membuat hasta karya, gambar pameran kami dan menyelipkan umpan balik dari orang tua murid.

Kalau di Indonesia biasanya skripsi dijilid di tempat foto copy dengan cover tebal, tinta emas, bagus. Di Jerman nggak harus, alias sederhana bingit. Kalaupun mau dibuat begitu harganyaaaaaah, saudara-saudara sebangsa dan setanah air. Itu sebab kami boleh menggunakan jilidan yang pakai kawat, murah meriah. Bukan kawat jemuran atau kawat gigi yaaaa. 

Untuk alat binding penjilid dengan kawat itu kami punya sendiri di rumah. Lagian tebalnya hanya 40 halaman, bisa dibuat sendiri. Klek, klek, klek ...selesai, dikumpulkan. Yang nggak mengumpulkan diberi nilai 6 atau F tapi tetap boleh ujian skripsi. Kan nilai di ijazah terdiri dari tiga nilai, masih ada kesempatan alias nggak semata-mata gugur.

Tips selama menulis, banyak doa. Akupun harus punya tekat kuat, semangat, konsentrasi dan menulis skripsi ini selalu jadi prioritas setiap hari. Walaupun demikian, aku nggak kurang piknik. lho. Jadi untuk kesegaran otak, aku biasa jalan-jalan sama keluarga di akhir pekan. Entah ke kota sebelah atau mengunjungi teman atau saudara, atau sekedar ngopi cantik. 

Tiap hari sepulang kerja atau kuliah, aku jalan ke hutan bersama suami, supaya ada oksigen masuk di kepala yang pasti ruwet dari menulis skripsi. Keseimbangan raga dan jiwa ini harusss ada selama pembuatan skripsi. 

Kolloquium, Ujian Skripsi di Jerman

Kolloquium dalam bahasa latin Kolokium artinya percakapan atau diskusi atau presentasi ilmiah.

Untuk nilai pas ujian skripsi ini, sudah ada dua nilai yang terlahir. Yakni dari mata kuliah BEF II sesuai tema yang aku ambil (1) dan teks skripsi (3,5). Ini diumumkan beberapa minggu sebelum ujian skripsi. Nilai di Jerman artinya semakin sedikit semakin bagus ya. Kalau waktu kuliah di Indonesia dulu nilainya A, B, C.

Hari H tiba. Aku datang 1 jam sebelum jadwal ujian. Saking takutnya nggak dapat tempat parkir dan panik nanti kalau ada apa-apa di jalan (macet, ban bocor, toilet dan sejenisnya).

Selama menunggu, kami nggak boleh dekat ruangan ujian. Jaga jarak. Makanya aku duduk di ruang perpustakaan kecil deket sekretariat, seberangan sama toilet. Wkwk, jika nervous bisa cepet.

Di tas sudah ada skripsi, jajanan, buah, permen, minuman dan hasta karya yang dibuat anak-anak. Berasa piknik. Namanya anak Komunitas Traveler Kompasiana, siap sedia. 

Perlu diketahui, skripsiku kualitatif dan ada prakteknya. Makanya hasilnya aku bawa buat ditunjukin, kan nggak boleh presentasi dengan power point atau pakai kertas atau apa kek. Murni dengan lesan selama 5 menit. Yaaaah waktu segitu, mau ngomong apa cobaaa. Sudah mulai selamat pagi, sudah "Dorrr" selesai waktunya.

Setengah jam sebelum ujian, teman-teman pamit karena sudah tahu nilainya dan mau pulang. Aku sapa mereka. Satu persatu memelukku karena tahu aku panik. Gadis-gadis yang kayak Barbie itu baik sekali. 

Direktur kampus yang kebetulan lewat, menudingku pura-pura panik. Yah. Ia memintaku nggak khawatir karena nilai hari ini hanya 1/3 dari nilai yang akan ada di ijazah. Bukankah sudah ada nilai tabungan dua nilai? Kalau jelek pun, masih bisa keangkat oleh dua nilai sebelumnya. Begitu si ibu cantik berpesan. Tapi aku tetap saja resah gelisah....

Aku hampir saja menangis. Ah, buk, kalau saja pakai bahasa Indonesia nggak bakal semiris inih.

Memasuki ruang kelas yang digunakan untuk ujian, aku berdoa. Aih, sudah ada tiga dosen penguji. Notulen adalah dosen wali kelas, dosen pembimbing sebagai penguji 1 dan dosen penguji 2 yang masih muda.

Rincian apa yang aku ingin presentasikan aku tulis di secarik kertas. Kata guru pembimbingku sebenarnya nggak usah karena ini mempengaruhi nilai. Lebih baik lepas bebas tapi ada benang merahnya. Ya, mana bisaaa. Lucunya karena aku tanya tentang contekan ini lewat email tapi nggak kebaca, dosen pembimbing waktu di luar membisikkan supaya aku bebas berbicara alias nggak baca. Baik banget, ih.

Ruang ujian skripsi. Aku tarik nafas sebelum presentasi, kemudian tersenyum. Menatap ketiga dosen satu-persatu, aku menyapa mereka. Mengutarakan apa yang akan aku presentasikan. 

Pertama tentang tema yang aku pilih dan mengapa, apa yang aku lakukan bersama anak-anak TK untuk skripsi ini. Di meja, aku cepat-cepat menaruh hasil hasta karya mereka.

Baju yang aku pakai warnanya hitam, dilapisi jas hijau berhias bordir saat presentasi. Semingu sebelum ujian, salah satu dosen bilang bahwasannya penampilan juga menjadi faktor penting dosen penguji saat menilai. Ini orang mau ke pasar atau mau ujian. Harus rapi, ya. Kontak mata juga sangat berarti dalam presentasi, jangan menatap lantai atau langit-langit ruangan. Wkwk.

Ah, ternyata belum selesai presentasi, sudah distop karena sudah 5 menit. Aku ditanya dosen pembimbing tentang sebuah istilah. Disusul berondongan pertanyaan dari penguji 2 yang kadang aku minta diulangi karena oon, nggak ngerti ditanya apa dan bagaimana menjawabnya. Aduhhh, piye.

Walau aku menjawab dengan percaya diri dan lancar, ternyata aku dinilai kurang tepat menggunakan istilah teknis atau ilmiah yang dipakai dalam teori, analisis dan sejenisnya dalam skripsi. Ini kepala mengapa bolong, ah. Jatuh ke manaaa itu memori. Tobat.

Dan betul teman-teman, seperti firasatku, nilai ujian skripsiku lesannya jelek banget. Untung setelah diramu, aku mendapat nilai 3 di ijazah Juli nanti. Di Indonesia mungkin C, ya? Wah, lebih jelek dari nilai thesisku tahun 2005. Haaaa, memalukan. Tapi kupikir ya sudahlah, itu sudah bagus. 

Faktor umur dan bahasa membuatku nggak bisa dapat nilai bagus. Yang penting luluuuuusss dan dapat pekerjaan. Joss, ih. Menjadi pendatang di Jerman memang harus berjuangggg. Kalian harus kuat luar dalam, ya.

Berbeda dengan di tanah air, kalau sudah skripsi dan lulus artinya selesai. Di Jerman khususnya di kampusku, ada ujian berikutnya yakni ujian tulis salah satu mata kuliah yang mirip psikologi akhir bulan ini dan beberapa ujian lesan Juli nanti. Yang diujikan kami nggak tahu, tergantung mata kuliah apa yang kita nilainya jelek, akan diumumkan kemudian. Aku udah deg-degan teman-teman. Mohon doanya.

***

Skripsi di Jerman memang ngeri-ngeri sedap. Kalian yang sudah pernah mengalami di tanah air pasti juga tahu bagaimana rasanya. Bagi yang belum pernah, jangan panik. Dan cerita skripsi di Jerman ini rada beda, deh. Semoga jadi wawasan baru.

Teman-teman, kalau dipikir-pikir, jurusan ini kalau di Semarang mirip PGTK-nya (Pendidikan Guru TK UPGRIS. Bedanya kalau di sana harus kuliah 4 tahun dan ada PPL, KKN dan sejenisnya, di tempat aku hanya 3 tahun. Rasanya digencet-gencet gitu karena harus "memakan" semua materi di waktu yang singkat, ehhh masih diselingi dengan bekerja. Setiap hari 8 jam, waktunya habisss.

Jadi kami harus dua hari bekerja dan tiga hari kuliah dalam seminggu. Kalau kuliah sedang libur, kami dikirim ke tempat praktek mengajar. Kami ada juga praktek di tempat lain. Misalnya kami harus mengajar di TK kecil, TK Besar, SD atau tempat pengelolaan remaja. Tingkatan honornya adalah tahun pertama 1100 euro (Rp 17.600.000), 1200 euro (Rp 19.200.000) di tahun kedua dan 1300 euro (Rp 20.800.000). 

Sebanyak 29 orang teman di kelas dapat honor senilai itu. Karena barangkali aku rajin, di tiap tahun itu aku dinaikkan 100 euro oleh tempat di mana aku bekerja. Tiap siswa memiliki traeger atau institusi pemberi kerja yang berbeda. Makanya, jadilah orang yang rajin, banyak ketawa, sering nyanyi dan murah hati. Wkwk.

Semoga tulisan ini menginspirasi dan menjadi gambaran, barangkali ada yang ingin kuliah di Jerman dan akan mengalami hal-hal yang mirip yang aku tuliskan. 

Mumpung masih muda, ayo gantungkan cita-cita setinggi bintang di langit. "Banyak jalan menuju Jerman." Eh, ada bukunya, nih, aku sudah tulis. Silakan dicari dan dibaca.

Satu pesanku, jangan pernah menyerah dalam hidup dan terus berusaha supaya Allah akan memberikan rahmatnya pada kita. Jika kalian ingin mengarungi dunia, kuasai bahasa asing, jangan hanya bahasa Inggris saja, ya. Setelahnya, siap-siap melihat keajaiban dunia.

Masih dalam rangka menulis skripsi? Selamat berjuang. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun