Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Biarkan Orang Lain Menghalangi Kita Untuk Maju

5 Oktober 2020   22:22 Diperbarui: 10 Oktober 2020   20:30 986
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tunjukkan kalau kita bisa (Dok.Gana)

Saya tambahkan cerita pada peserta bahwa dari membaca waktu SD itu, saya nggak nyangka bahwa suatu hari saya berhasil menginjakkan kaki di tempat kelahiran tokoh yang saya baca. Ya! Polandia! Itu waktu kami berkunjung ke tanah kelahiran mertua laki-laki.

Dahsyat sekali kan efek dari membaca? Tidak hanya mendapatkan ilmu yang tertuang dari buku tapi juga menggantungkan cita-cita menjelajah dunia di tempat yang disebutkan dalam buku. Fantasi.

Saya pikir, kebiasaan membaca bangsa kita belum menjadi budaya seperti di Jepang atau di Jerman. Di sana, saya selalu melihat anak-anak muda membaca buku ketika menunggu atau sedang santai (di rumah, di kebun rumah, di taman kota, di kolam renang terbuka atau di halte bis).

Generasi kita masih menunduk bukan dari membaca buku tapi karena menikmati gadget! Alangkah baiknya kalau anak cucu kita berubah karena kita yang sudah dewasa ini sudah mulai mengarahkan anak-anak untuk membaca buku sejak dini. Setuju?

Budaya membaca buku anak-anak kami masih model paksa. Sebelum tidur saya haruskan anak-anak membaca buku satu bab. Bukunya tidak boleh yang tipis tapi tebal, sesuai genre yang mereka suka dan tanpa gambar. Cerewet banget, saya ini.

Siapa bilang sudah tua nggak boleh sekolah di Jerman?

Poin kedua yang saya bagikan, adalah, yang menentukan kita bisa maju atau tidak adalah diri sendiri. Tentu saja harus niat betul. Jangan hari ini niat, besoknya udah loyo. Niat harus sampai tujuan tercapai. Pasti banyak rintangan dan hambatan yang datang dari luar bahkan dari dalam diri kita sendiri. Ini harus dihadapi.

Contohnya adalah:

  • "Kamu sudah tua, mana bisa mencapainya?"
  • "Kamu tidak bisa, mana sanggup kamu melakukannya?"
  • "Kamu tidak punya bea, bagaimana kamu meraihnya?"
  • "Kamu bodoh, apa kamu bisa menemukan jalan untuk menjadikannya nyata?"

Karena terbiasa dibully sejak kecil, kalimat tersebut sudah biasa saya dengar. Justru itu menjadi cambuk untuk membuktikan "Saya bisa!" Sekalipun akan gagal, setidaknya sudah dicoba sampai titik darah penghabisan, bukan berhenti di tengah jalan.

Kata siapa kalau sudah tua nggak boleh sekolah lagi? Di Jerman itu bukan hil yang mustahal!

Saat ini, di kelas ada 5 ibu-ibu yang sekolah, saya adalah yang tertua (44 tahun). Duapuluh lima murid yang lain masih hangat dari oven. Termuda berumur 16 tahun. Yailah, sama kayak anak saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun