Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Belajarlah Bahasa Asing Lebih dari Satu

22 September 2020   22:12 Diperbarui: 24 September 2020   00:40 773
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi huruf Jepang (ohayojepang.kompas.com)

Bekerja bersama anak-anak memang beda dengan bekerja dengan komputer. Satunya benda hidup dan satunya benda mati - yang harus diprogram dan dijalankan oleh orang hidup.

Karena sama anak-anak, ada saja pelangi yang menyelinap di antara hari-hari saya. Makanya saya enjoy banget begitu PKL di taman kanak-kanak Jerman. Bawaannya happy saja. Enggak percaya?

Kali ini, akan saya bagikan kisah dengan Ayako.

Diam itu menghanyutkan

Ayako adalah anak gadis umur 2 tahun keturunan Jepang yang tinggal di Jerman. Karena belum lama tinggal di negeri Bundes Republik Deutschland, mungkin itu sebabnya, si ibu selalu berbahasa Jepang dengan si anak. Hasilnya? Si anak tidak bisa berbahasa Jerman seperti anak-anak seusianya. 

Ada bagusnya bahwa Ayako chan belajar bahasa ibu, tapi karena tidak dibekali bahasa lokal, ia tampak kesulitan memahami percakapan teman-teman sebaya atau guru di sekitarnya.

Pertama kali ketemu anak ini saat praktikum, ia sekelas dengan Jinsu yang dari Korea. Tentang Jinsu sudah saya ceritakan sebelumnya, ya.

Nah, saat ketemu Ayako, saya langsung jatuh cinta padanya. Ini anak; mungil, matanya bening, cantik, tipikal Asia, pendiam dan kalem. Ia mengingatkan pada anak kami yang kedua. Agak mirip, padahal mereka beda ayah dan ibu.

Oh, iya. Awalnya, Ayako tidak mau mendekat ketika saya sapa. Dalam setiap kesempatan, saya selalu menyapanya. Tidak masalah jika ia tidak berekspresi dan tanpa kata-kata. Ketika berbicara dengannya, saya selalu berusaha seukuran badan dengannya dengan posisi jongkok di lantai. 

Pandangan mata saya lurus padanya. Selalu saya tunjuk di dada, bahwa saya bernama Gana dan dia bernama Ayako. Ia hanya tersenyum sambil mojok.

Saya yakin, ia paham apa maksud saya. Betul, perkenalan. Apalah arti sebuah nama? Penting. Kalau panggil saya biar Ayako tidak bilang "Eh" saja.

Teman-teman, jika menanam pasti menuai. Sampai masa praktikum saya selama 6 minggu selesai, ada perubahan yang saya lihat pada Ayako, ia selalu mendekat sebelum sebelumnya berteriak "Gana ..."

Teriakannya tidak sekencang Jinsu tapi telinga saya cukup menangkap suara dari mulutnya yang mungil.

Biasanya, ia segera menarik tangan saya untuk bermain dengannya. Ia memang tidak bisa berbicara. Hanya bilang "Gana-Gana." Dipandang sebagai anak pemalu dan suka menyembunyikan diri. Jelas guru kelasnya.

Meskipun begitu, Ayako tampak ceria kalau saya datang. Ayako paling semangat jika setiap kali kelas kami mengadakan acara bermain di kebun secara bersamaan.

Ini gunanya belajar bahasa Jepang

Tentu saja hal itu menjadi perhatian guru lainnya. Mengapa tiap kali Ayako hanya sama Gana?

"Ia pantas jadi anakmu," Luca menyentil. Melihat kami berdua bergandengan tangan, mirip ibu dengan anak. Hampir sama warna kulitnya, sama warna rambutnya. Hitam.

"Apakah kalian memiliki bahasa yang sama?" Renate, guru kelas Ayako menyelidik.

"Tidak, Indonesia punya bahasa Indonesia dan Jepang punya bahasa Jepang." Saya menjelaskan sedikit pada Renate. Beberapa menit kemudian, saya mengajak Ayako mengobrol dengan Bahasa Jepang.

"Wah, wajah Ayako merekah, gembira sekali. Pikirnya barangkali, wah akhirnya ada yang mengerti diriku. Mengerti bahasaku." Anne, guru kelas Ayako yang lain menambahi.

Saya kira mereka benar. Selama ini, kami semua berbahasa Jerman dengannya. Baru ketika ada saya, ada orang yang ngomong bahasa Jepang dengannya.

***

Sebenarnya, tidak pernah sekalipun saya khusus belajar bahasa Jepang di tempat kursus. Namun ada beberapa faktor saya sedikit paham dengan bahasa tersebut.

Pertama, suatu waktu saya sering bertemu dengan relawan dari Jepang selama mereka mengadakan tugas kerelawanan bersama. Kedua, saya pernah beberapa kali berkunjung ke Jepang. Ketiga, saya sering baca-baca percakapan sederhana dalam bahasa Jepang.

Saya pikir waktu itu, belajar bahasa asing yakni bahasa Inggris saja tidak cukup karena bahasa di dunia ini banyak. Orang asing dari beragam negara datang dan pergi di sekeliling kita. Jadi saya harus siap-siap.

Di beberapa sekolah di tanah air ada yang menawarkan program kelas bahasa Perancis, bahasa Belanda, bahasa Arab, dan bahasa China, selain bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.

Ini bagus karena berarti sudah mempersiapkan generasi muda Indonesia untuk mendunia. Kalau biji tidak ditanam sejak dulu, pasti tidak akan ada buah yang bisa dimakan di masa mendatang. Betul?

Begitu pula dengan bahasa. Jika tidak dipelajari dari awal, bagaimana mungkin kita bisa mengucapkannya?

Baiklah. Selamat belajar bahasa asing sesuai keinginan kalian. Masih ada waktu.

Salam sehat dan bahagia selalu. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun