Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Mengapa Ada Tradisi Mewarnai dan Menyembunyikan Telur?

13 April 2020   05:06 Diperbarui: 13 April 2020   13:24 700
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jelek tapi buatan sendiri (dok.Gaganawati)

Pada zaman pertengahan, umat nasrani dilarang makan telur pada puasa paskah 40. Telur dianggap bagian dari ayam, ayam adalah daging. Sebelum paskah, orang nggak boleh makan daging. 

Padahal ayam-ayam akan terus memproduksi telur. Wah, bagaimana ya, bukankah waktu itu nggak ada kulkas untuk menyimpan selama 40 hari nggak boleh makan telur? 

Mereka punya ide jitu dengan memasak telur dan menyimpannya. Supaya tidak tertukar dengan telur yang baru pada masa paskah dengan telur pada masa puasa, telur pada masa puasa diwarnai dengan warna merah. Konon, telur yang diwarnai inilah yang dianggap suci dibandingkan telur yang tidak diwarnai.

Jadi, dahulu orang mewarnai telur demi membedakan telur mana yang masih baru dan lama. Takutnya, kalau tidak diwarna, lupa mana telur yang segar dan rusak.

Sekarang, orang sudah mengenal metode simple untuk mengecek kesegaran telur, yakni dengan memasukkannya dalam baskom atau gelas berisi air. 

Telur yang segar dan masih baru akan tenggelam di dalam air. Sebabnya telur putih, telur kuning dan gas masih rapat. Sedangkan telur yang sudah lama akan mengapung di atas air dikarenakan gasnya lebih banyak akibat penguraian sampai gas keluar dari pori-pori cangkang.


Nah, kata suami saya, tradisi mewarnai telur dan menyembunyikannya kemudian diadaptasi untuk memperingati kematian Yesus dan masa kebangkitannya pada paskah Minggu. Telur bagai simbol kelahiran. Anak-anak pun ada kegiatan menarik petak umpet telur selama perayaan Paskah. 

***
Baiklah, Kompasianer, soal telur ini kita sudahi saja sampai di sini. Mungkin saja ada yang mau praktek meniup telur, mewarnai dan menghias telur. Tidak ada kata terlambat untuk mencoba sesuatu yang baru, apalagi unik. Acara begini juga bagus untuk mengisi waktu di masa karantina, work from home, cook at home atau blog at home karena Kompasianer jadi ada bahan untuk diposting.

Atau kompasianer ada yang sudah melakukannya di rumah? Ceritakanlah pada dunia. Bagikanlah gambar-gambar Anda di sini, barangkali perayaan paskah Anda jadi makin luar biasa.

Selamat merayakan paskah bagi yang merayakannya. Memang paskah kali ini berbeda karena masa karantina corona, nggak bisa kumpul bersama keluarga, kerabat dan kawan-kawan dekat. Nggak papa, zaman internet dan canggih, semua tetap bisa dilakukan dengan mudah. Mulai dari skype, google hangout, whatsap, teleconference, sosmed dan sejenisnya, tinggal pilih saja asal ada kuotanya. (G76)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun