Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Begini Risikonya Bisnis dengan Saudara Kandung

23 Juni 2017   16:04 Diperbarui: 23 Juni 2017   22:09 2688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebagai anak tunggal, meski waktu kanak-kanaknya (bahkan sampai sekarang) nelangsa sorangan wae, suami saya merasa bersyukur bahwa ketika punya bisnis nggak harus repot mikirin saudaranya apalagi berbagi. Wong, nggak punya saudara.

Repot? Berbagi? Iya, kalau waktu kecil berbagi mainan atau makanan, ketika dewasa dan punya bisnis misalnya, nggak hanya dimiliki sendiri.

Rupanya, banyak cerita dalam kehidupan bisnis keluarga yang menyebabkan pecahnya sebuah keluarga besar. Saudara jadi musuh.

Bagaimanapun, meski nggak punya bisnis keluarga, saya tetap bersyukur dilahirkan dengan banyak bersaudara. Waktu kecilnya rame dan tahu berbagi, ketika dewasa nggak sendiri.

Berikut adalah dua kisah dari keluarga Jerman. Semoga bisa jadi kaca benggala:

Kisah Adidas dan Puma

Adalah Adolf Dassler. Pria Jerman yang punya Spitzname, Adi itu punya saudara. Namanya Rudolf Dassler. Dibesarkan dari bapak yang ahli sepatu aka Schumacher, Christopher Dassler dan ibu Paulina, keduanya terlihat akrab bermain dalam kehidupan sehari-hari. Harmonis. Kakak sayang adik, vice versa. Seru!

Like father like son, nampaknya apa yang dilakukan si bapak, ditiru oleh si sulung Adi. Meskipun Adi sudah belajar cara membuat roti, Backerlehre, nggak jualan roti apalagi kerja di Bäckerei. Pria berwajah keras itu justru berhasil menciptakan sepatu olah raga pertamanya dari bahan linen, di rumah!

Keren. Dalam kekacauan PD I, Adi berhasil mendirikan perusahaan sepatu bernama GDS. Waktu itu sudah heboh tapi belum sepopuler sekarang. Barang bermerk! Bisnis sepatu GDS itu "Gebruder Dassler Schuhfabrik." Sama siapa? Saudara kandungnya, dong. Rudolf!

Tampaknya, waktu itu belum banyak seminar, kursus, mentor, buku atau media yang memberitakan tentang cara berbisnis dengan saudara sendiri dengan tepat, baik dan benar, tanpa merugikan salah satu pihak atau .... curhat ala blogger tentang share pengalaman seremnya usaha sama saudara sendiri. Trik dan tips.

Nah, hari demi hari dijalani Adi dan Rudolf dalam berbisnis. Tampaknya, meski GDS adalah perusahaan joinan antara Adi dan Rudolf, Adi yang terlihat paling dominan. Sampai-sampai, istri Rudolf gemes dan terbakar emosinya. Ngompori suami.

Kericuhan di GDS nggak hanya soal perselisihan antar sodaraan. Masalah tambah runyam ketika Adi harus masuk penjara karena telah membuat sepatu tentara untuk NAZI, sedangkan partner (musuhnya) nya nggak suka. Pikirnya, kalau ada tender, ya langsung diambil lah. Ternyata suasana politis waktu itu masih rawan. Syukurlah, Adi keluar dari penjara.

Perselisihan Dassler bersaudara masih lanjut. Suatu hari Rudolf mutusin keluar dari perusahaan Adidas dan mau mendirikan perusahaan sendiri. Apa namanya? Puma! Kalau kakaknya menamai pabrik GDS jadi ADIDAS (ADI DASsler) tetap dengan icon tiga strip di setiap produknya, Rudolf mau lebih dan memilih hewan puma yang larinya kencang, garang, sangar, kuat, perkasa dan cepat.

Sebagai seorang ibu, saya bisa membayangkan suasana keluarga di mana  ada peperangan yang terjadi di antara anak-anaknya. Berat, itu pasti. Namanya ibu pasti sayang semua anak yang dilahirkan dari rahimnya sendiri, disusui, dirawat dan dibimbing hingga dewasa. Nggak pilih kasih, nggak ada yang dianaktirikan. Meskipun endog netese dhewe-dhewe, tiap anak punya plus-minus sendiri.

Lantas, apa yang dilakukan ibu Paulina? Ia memilih tinggal bersama Adi dan menolak tinggal bersama anak bungsunya. Alasannya, sewaktu suaminya sakit keras, istri Adi yang banyak membantu dan merawat sang mertua. Rudolf dan istrinya nggak punya waktu banyak sampai si ayah meninggal. Hmm ... merawat lansia, apalagi sakit keras, butuh kesabaran, waktu dan energi. Jiwa raga. Nggak hanya uji otot dan urat.

Perang saudara antara Adi dan Rudolf menimbulkan perlombaan bisnis antara ADIDAS dan PUMA yang sengit dari waktu ke waktu. Ketika anak-anaknya sudah beranjak dewasa dan ikutan bisnis,  pertengkaran Adi dan Rudolf nular. Betapa tidak, anak-anak mereka mulai ribut agar perusahaan masing-masing jadi  nomor satu; siapa yang berhasil jadi sponsor olimpiade. Dan permainan kotor dengan sogokan duit pun terjadi.

Dari lubuk hati yang paling dalam, sebenarnya Adi dan Rudolf ingin menyudahi sengit-sengitan di antara mereka. Dassler bersaudara nggak seneng dengan perselisihan yang diteruskan anak-anak mereka. Perasaan itu semakin muncul pasca meninggalnya Paulina, sang bunda. Namun, rupanya, gengsi Adi dan Rudolf untuk memulai meminta maaf dan memaafkan masih ada dan kasih tak sampai .... akhirnya Adi meninggal dalam keadaan masih musuhan sama adiknya. Tali silaturahim tak pernah tersambung sejak perseteruan bisnis di perusahaan Adidas.

Prihatin, meski sekarang-sekarang ini kedua perusahaan masih bercokol, mendunia. Bayangkan keuntungan yang mereka raih berbanding terbalik dengan pecahnya keluarga.

Kata orang Jerman, "Blut ist dicker als Wasser" atau saudara/keluarga adalah teman terbaik tetapi belum tentu itu dipakai oleh keluarga Dassler. Mereka boleh menilik peribahasa bangsa Indonesia "Tetangga adalah saudara yang terdekat", ketika saudara berjauhan, tetangga bisa menjadi seperti saudara sendiri. Tetangga yang banyak membantu, lebih dekat dalam kehidupan sehari-hari dan entah apalagi kenyamanan yang bisa diambil. Saudara sendiri? Jauh di raga, jauh di jiwa.

Kisah Aldi Nord dan Aldi Sd

Cerita yang sama dialami oleh perusahaan retail yang terkenal di Jerman khususnya dan internasional (Australia, Austria, Amerika Serikat, Belgia, Belanda, China, Denmark, Hongaria, Inggris, Irlandia, Italia, Luxemburg, Polandia, Portugal, Perancis, Slovenia  Spanyol dan Swiss), ALDI.

ALDI kependekan dari Albrech Diskont yang berdiri sejak 1913. Ini mirip retail macam Indomaret atau Alfa di Indonesia. Tokonya kecil tapi lengkap. Kecil? Akar berdirinya ALDI sendiri adalah toko yang didirikan oleh bapak Karl Albrecht yang menjual bahan-bahan roti. "Tante Ema Laden" milik mama Albrecht. Itu adalah model toko kelontong di kampung-kampung Jerman, yang menyediakan kebutuhan sehari-hari paling banyak dibeli masyarakat, dengan harga terjangkau.

Theo dan  saudaranya, Karl Junior Albrecht terbiasa membantu orang tua dalam berdagang. Ada yang kebagian angkat-angkat, ada yang bantu itung-itung barang aka inventaris dan sebagainya.

Saat dewasa dan bapaknya meninggal, Albrecht bersaudara mengambil alih bisnis pada tahun 1946 hingga berubah menjadi ALDI. Jaman perang, jaman susah itu membuat mereka mengambil moto perusahaan "Qualitt ganz oben, Preis ganz unten" atau kualitas wahid, harga tetap murah. Pas dengan namanya ALbrecht=nama keluarga, DIskon=lebih murah.

Bisnis ALDI menimbulkan perpecahan keluarga Albrecht karena Karl nggak mau ada rokok dijual di toko. Masalah tidak bisa diselesaikan dengan win-win solution. Masing-masing merasa paling berhak untuk memutuskan apa yang harus boleh dan nggak boleh dijual perusahaan.

Konsekensinya, ALDI pun pecah jadi dua; ALDI Nord (utara) dipandegani Theo dan ALDI Sd (selatan) yang dipegang Karl.

Pada perkembangannya, barang-barang yang dijual ALDI nggak hanya sembako saja tapi juga komputer, baju, sepatu, tanaman dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Jika diamati secara teliti, barang-barang di kedua ALDI memiliki beberapa perbedaan.

Apakah setelah pecah, keluarga Albrecht bersaudara akur? Perselisihan Albrecht bersaudara itu bahkan seperti halnya pada keluarga Dassler, nular. Pasca kematian Theo (90) dan Karl (94), perselisihan berlanjut pada anak-anak yang ditinggalkan, khususnya karena warisan dari pendiri ALDI.

***

Pertengkaran keluarga Jerman karena masalah bisnis tak hanya mandeg pada keluarga Dassler atu Albrecht, masih ada perusahaan terkenal macam Dr. Oetker, Haribo dan entah mana lagi yang diketahui masyarakat negeri Bundes Republik Deutschland. Resiko bisnis dengan saudara, siap-siap berseteru dengan saudara.

Nah, untuk menghindari perselisihan bisnis keluarga dengan saudara, beberapa pakar managemen di Jerman menyarankan untuk, pertama tetapkan siapa yang paling berkuasa memutuskan semuanya dalam perusahaan (tidak boleh setengah-setengah, satu saja). Kedua, tulis kesepakatan hitam di atas putih. Lainnya, tambahin sendiri. 

Bagaimana dengan cerita bisnis keluarga di tanah air? Siap bisnisan sama saudara? Oh, sebentar lagi lebaran. Asyiknya kumpul dengan keluarga ....(G76).

Ps: Terinspirasi setelah nonton film di TV Jerman tentang sejarah "Adidas dan Puma" serta "ALDI".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun