***
Setiba di Jerman:
“Buk, anggreke urip?“ Biasa, hawa kangen, saya telepon orang tua. Tak hanya menanyakan kabar mereka tapi juga si anggrek macan apakah masih hidup dan sehat.
“Iyo, wingi tak pindah nang ndhuwur tembok.“ Ibu memindahkan pot bibit anggrek (10 cm) dari lantai di depan rumah ke atas tembok tempat tanaman. Saya agak khawatir. Takut kalau ada yang nyolong, seperti ayam ibu 20 tahun lalu yang bertengger di tembok itu, mengundang maling sampai geger ditangkap satpam.
Dan barangkali benar kalau kekhawatiran orang justru banyak terjadi. Seminggu kemudian:
“Buk ... anggreke jik urip?“ Setelah menanyakan kabar orang tua, saya langsung tanya kabar si macan.
“Walahhh ... wingi temboke ambruk. Anggreke saiki dadi ireng kabeh.“ Gubrakkkkk. Saya kaget. Pertama karena ada cerita tembok taman yang tidak dikasih besi cakar ayam runtuh. Kedua, karena niatan menularkan kesukaan pada anggrek pada orang tua gatot ... anggreknya mati! (G76)
PS; Semoga artikel dan gambar indahnya anggrek di TAIP ini meningkatkan gairah masyarakat Indonesia untuk berkunjung ke sana, managemen menemukan inovasi baru dan menjadikannya obyek wisata menarik, bahkan ada orang yang berniat menanam anggrek di rumah. Mari lestarikan anggrek Indonesia!