Mohon tunggu...
Gabriella Gloria Stephanie
Gabriella Gloria Stephanie Mohon Tunggu... -

who i am makes a difference. 1 Timothy 4: 12

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aborsi: Di Mana Tanggung Jawabmu?

20 Juni 2013   08:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:43 8811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_269215" align="alignnone" width="600" caption="Aborsi...Tegakah?"] [/caption] Semalam, aku dan teman gerejaku, Isabella (nama samaran) mengunjungi seorang teman lama yang baru berkeluarga. Teman kami, Jordan (nama samaran) berulang tahun ke yang 19, dan Isabella bersamaku mau mampir ke rumahnya untuk memberinya sebuah ucapan "selamat ulang tahun", juga selamat atas kelahiran putrinya. Isabella dan aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, tidak mungkin seorang remaja putra berumur 19 sudah memiliki seorang putri, jika suatu tindakan tidak ia lakukan sebelumnya. Aku belajar di sekolah, bahwa kehadiran seorang janin di rahim ibunya dapat terjadi jika seekor sperma dari seorang laki-laki membuahi sel telur dari seorang perempuan. Dan karena itu, Isabella dan aku tidak banyak bertanya, karena secara logika, kami tahu apa yang terjadi dan tindakan apa yang sekiranya dapat mengakibatkan kehadiran putri pertama dari Jordan dan kekasihnya. "Sex before marriage", adalah ungkapan yang tak asing lagi bagi kaum muda saat ini. Di era globalisasi, teknologi semakin maju. Berbagai macam situs di internet dapat dalam jentikan jari, memberikan jutaan akses terhadap pornografi. Sebagai anak-anak muda yang bergairah, hormon dalam tubuh kita pun dengan aktifnya memberikan kita rasa penasaran dan rasa keingintahuan sehingga kita ingin mencoba hal-hal yang seharusnya belum kita lakukan, di usia yang sangat dini. Bukan hanya internet dan keaktifan hormon dalam tubuh anak remaja, tetapi lingkungan pun sudah mulai berevolusi. Dengan pengaruhnya budaya Barat terhadap budaya Timur, tindakan-tindakan seperti berpelukan atau berciuman untuk waktu yang cukup lama sudah tidak terlihat asing lagi. Bahkan hal-hal tersebut sering kita jumpai di berbagai film animasi yang juga ditonton oleh anak-anak kecil. Mungkin istilah "menonton pornografi" memiliki arti/batasan yang berbeda-beda. Tapi untukku, yang namanya menonton pornografi bukan hanya menonton film/adegan yang tidak sepatutnya ditonton. Tetapi melihat sebuah foto/gambar yang tidak benar juga dapat disebut dengan istilah "menonton pornografi". Kembali ke ceritaku sebelumnya, sebagai seorang remaja, menonton/melihat/mendengar tentang hal-hal yang bersifat seksual selalu akan menimbulkan keingin tahuan. Aku tidak tahu pasti apa yang membawa Jordan untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dengan kekasihnya itu. Tapi aku yakin, entah ia penasaran atau bagaimana, ia pasti pernah melakukannya. Tiga bulan yang lalu, Jordan dan pacarnya menyambut kedatangan putri pertama mereka. Dan semalam aku bertemu dengan buah hati mereka yang begitu kecil, lucu, tidak bersalah... Sebelum Isabella dan aku menginjak rumah Jordan, kami menyatakan niat kami yang sesungguhnya. Kehadiran kami dalam keluarga mereka bukan untuk bertanya-tanya tentang apa yang terjadi atau untuk pasang muka saja. Tapi kami tahu, keduanya, Jordan dan pacarnya akhir-akhir ini banyak memutus komunikasi dan hubungan dengan teman-teman mereka. Entah malu, entah kecewa. Yang jelas mereka tidak berhubungan dengan teman-teman mereka lagi. Isabella dan aku tahu benar bahwa tujuan dari kunjungan kami adalah untuk memberi support kepada teman lama kami ini. Di sinilah sebenarnya ketulusan hati aku diuji. Banyak rekan-rekan sekolahku juga mengenal Jordan dan banyak dari mereka mengucilkannya karena perbuatannya yang tidak lazim itu. Terkadang, aku terbawa suasana untuk ikut dalam 'gosip' mereka tentang Jordan. Tapi saat itu, aku sadar. Bahwa aku harus memilih satu sisi saja. Apakah aku akan mengucilkan Jordan dan menjelek-jelekannya seperti teman-temanku, atau apakah aku akan berada di sisi Isabella yang ingin memberi support kepada Jordan dan keluarga barunya... Aku memilih untuk berada di sisi Isabella. Aku tahu benar bahwa untuk berada di sisi seperti ini sangat sulit. Bukan hanya Jordan yang dikucilkan, tapi mungkin Isabella dan aku juga, karena seolah-olah kami berada di sisi Jordan yang tampaknya tidak kenapa-kenapa dengan tindakan sex before marriage-nya. Tapi justru dalam posisi ini, aku belajar satu hal penting. Tanggung jawab. Banyak remaja di era ini melakukan sex before marriage, dan ketika si perempuan ternyata hamil, tindakan yang akan segera ia ambil adalah untuk mengaborsi bayinya. Aborsi. Arti dari kata "aborsi" menurut Meriam Webster's Dictionary adalah: 'penghentian sebuah kehamilan yang sudah berlangsung, sehingga disertai atau diikuti dengan kematian dari embrio atau janin'. ('Abortion': the termination of a pregnancy after, accompanied by, resulting in, or closely followed by the death of the embryo or fetus | http://i.word.com/imedical/abortion). Arti dari kata 'aborsi' sendiri bersifat sangat crucial atau kejam. Dan harus kita akui, bahwa remaja-remaja putri di Indonesia pun banyak yang melakukan hal serupa. 27% dari 2,5 juta remaja perempuan Indonesia telah melakukan aborsi sejak tahun 2010. Perlu di garis bawahi, bahwa 700 ribu perempuan yang aku sebutkan barusan adalah anak-anak remaja - seumuran aku - yang telak melewati proses aborsi. (http://beritasore.com/2010/07/05/separuh-dari-63-juta-jiwa-remaja-di-indonesia-rentan-berprilaku-tidak-sehat/). Sedih sekali, rasanya saat mendengar berita seperti ini. Back to my story. Jadi, aku sebenarnya terkesan juga dengan keputusan Jordan dan pacarnya. Coba bayangkan kalau mereka berdua tidak mau bertanggung jawab dan memilih untuk mengaborsikan bayi yang telah mereka hasilkan sendiri. Atau dengan kata lain, mereka membunuh janin mereka. Sedihnya pasti bukan main... Aku salut dengan tanggung jawab mereka. Pasti di usia yang masih sangat muda, kehadiran seorang anak juga akan menghadirkan banyak rintangan. Tapi, berbeda dengan remaja-remaja Indonesia yang bisa aku katakan tidak bertanggung jawab. Jordan dan istrinya menikah tak lama setelah sang kekasih mengandung. Keduanya memilih untuk menghadapi resiko atas apa yang telah mereka perbuat, bersama-sama. Walau tindakan "sex before marriage" adalah suatu hal negatif, tapi aku belajar dari pasangan Jordan dan istrinya bahwa untuk setiap tindakan, ada resikonya. Untuk setiap sebab, ada akibatnya. Dan apa pun itu hasilnya, kita harus mau bertanggung jawab atas apa yang telah kita lakukan. Pelajaran tanggung jawab inilah yang kupetik dari Jordan. Bukanlah suatu hal yang mudah, untuk merawat seorang anak dari bayi hingga tumbuh dewasa. Untuk Jordan, aku ucapkan selamat ulang tahun yang ke 19. Dan untuk keluarga kecilmu, aku ucapkan selamat, atas kehadiran sang buah hati, dan kiranya kesuksesan ada untuk kamu dan keluargamu. Untuk teman-teman dan kalian semua yang membaca tulisanku ini...aku harap kita semua dapat belajar dari kisah rekan lamaku, Jordan. Bahwa kita harus berani mengambil resiko, menerima hasil, dan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang kita lakukan. Terlebih lagi, kita harus berhati-hati dan waspada, untuk berpikir sebelum bertindak, dan mencegah kegiatan-kegiatan seksual dengan lawan jenis, di luar pernikahan. Aku harap teman-teman dapat belajar banyak dari kisah ini, sama seperti aku yang telah banyak belajar dari sebuah kesalahan seorang teman. ☺

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun