Mohon tunggu...
Gabriela Ayu
Gabriela Ayu Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Mampukah Kita Menjadi Atlet Marathon?

25 Oktober 2017   19:45 Diperbarui: 26 Oktober 2017   16:04 1933
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.futuready.com

Pernahkah terbayang dalam benak kita bagaimana rasanya menjadi seorang atlet? Mungkin bagi orang awam, menjadi atlet hanyalah sekadar bermodalkan tenaga lalu melakukan banyak latihan dan mengikuti berbagai macam pertandingan. Akan tetapi, tahukah Anda bahwa tidak sembarang orang bisa menjadi atlet? Lantas, faktor apa saja yang mempengaruhi mampu tidaknya seseorang untuk menjadi atlet?

Pada artikel kali ini, saya akan membahas mengenai "Apakah orang normal (tanpa kecacatan fisik) memiliki kemampuan berlari marathon dengan baik seperti para atlet marathon?" Untuk mengetahui jawabannya, saya akan mengupas pengertian tentang organ manusia terlebih dahulu.

Organ adalah sekumpulan jaringan tubuh manusia yang membentuk satu kesatuan untuk menjalankan fungsi tertentu. Nantinya, organ-organ ini akan bekerja sama untuk menjalankan fungsi-fungsi yang lebih kompleks. Sekumpulan organ ini dinamakan sistem organ. Ada beberapa macam sistem organ, yakni sistem gerak, sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem peredaran darah, sistem ekskresi, sistem saraf, sistem reproduksi, sistem integumen, dan sistem hormon. Karena topik kita kali ini membahas tentang kemampuan berlari marathon, maka yang akan kita gali lebih dalam yaitu mengenai sistem gerak.

Sistem gerak pada manusia terdiri dari beberapa komponen, yaitu tulang atau rangka, otot, serta sendi-sendi. Dari ketiganya, yang berperan aktif dalam pergerakan tubuh kita ialah otot. Mengapa? Otot merupakan jaringan yang berfungsi sebagai alat gerak aktif. Ini berarti pergerakan pada tubuh disebabkan karena aktivitas otot yang sering berkontraksi dan berelaksasi. Otot inilah yang menggerakkan tulang-tulang di tubuh kita. Tanpa adanya otot, sudah pasti tubuh kita tidak bisa bergerak.

Namun, apakah otot hanya menggerakkan tulang saja? Tidak. Otot juga menggerakkan organ-organ tertentu, misalnya jantung dan lambung. Jenis otot yang menggerakkan suatu organ tentunya berbeda. Terdapat 3 jenis otot, yaitu otot polos, otot lurik, dan otot jantung. Otot polos berbentuk gelendong, memiliki 1 inti pada bagian tengah tiap sel, bekerja secara tidak sadar, bereaksi lambat terhadap rangsangan, terletak di organ pencernaan, saluran darah, limfe, serta saluran pernafasan. Otot lurik merupakan otot yang berbentuk silindris panjang, memiliki banyak inti di pinggir sel, bekerja secara sadar, bereaksi cepat terhadap rangsangan namun mudah lelah, dan terletak pada rangka.

Sedangkan otot jantung berbentuk silindris bercabang dua atau lebih, mempunyai 1 atau 2 inti di tengah sel, bekerja secara tidak sadar, bereaksi lambat terhadap rangsangan, dan terletak di jantung. Seperti yang kita tahu, jantung sendiri memegang peran penting pada saat olahraga, apalagi ketika berlari marathon. Tentunya jantung pada seorang atlet marathon akan mempunyai perbedaan dengan jantung orang biasa. Secara umum, fungsi jantung yaitu memompa darah, baik ke paru-paru maupun ke seluruh tubuh.

Saat berlari marathon, jantung kita akan memompa darah 3 hingga 4 kali lebih banyak dari biasanya. Dr. Agim Beshiri, seorang direktur medis di perusahaan kesehatan global Abbott, mengatakan bahwa jantung orang normal memompa 4 hingga 6 liter darah per menit ketika sedang beristirahat. Namun ketika sedang berlari marathon, darah yang dipompa jantung bisa mencapai 12 liter atau bahkan lebih. Untuk menyikapi hal tersebut, jantung seorang atlet biasanya akan membesar dari ukuran semula.

Serabut-serabut otot jantung yang membesar disebabkan karena banyaknya latihan aerobicatau endurance yang dilakukan oleh para atlet. Latihan-latihan ini berguna untuk menguatkan jantung serta paru-paru, sehingga menyebabkan jantung beradaptasi menjadi lebih kuat dan membesar. Akibat terjadinya pembesaran ini, dinding jantung menebal dan isi ruang jantung juga semakin luas. Jantung menjadi lebih cepat menerima aliran darah yang masuk dan memompa darah lebih banyak. 

Tidak setiap orang dapat terbiasa dengan adanya perbedaan yang terjadi pada jantung tersebut. Terbukti dengan banyaknya kasus-kasus kematian yang menimpa para pelari marathon. Sebagian besar penyebab kematian tersebut adalah serangan jantung, entah itu ketika sedang berlari maupun ketika sudah selesai berlari. Tim Aaron Baggish dari Massachusetts General Hospital's Cardiovascular Performance Program menganalisis bahwa pada pertandingan marathon Amerika Serikat antara tahun 2000 hingga 2010, telah tercatat bahwa sekitar 59 pelari marathon dilarikan ke unit perawatan jantung pada saat pertandingan tengah berlangsung dan ketika pertandingan selesai. 42 orang pelari di antaranya menderita serangan jantung fatal.

Kemudian pada tahun 2012, seorang pelari marathon dari Meksiko bernama Juan Pablo de la Mora meninggal akibat serangan jantung usai mengikuti perlombaan marathon. Tahun 2013, seorang warga negara Indonesia juga menjadi korban serangan jantung. Beliau adalah Romo Ignatius Sumarya, SJ yang meninggal setelah mengikuti lomba Jakarta Marthon 2013.

Dari kasus-kasus di atas, kita dapat mengetahui bahwa jantung seorang atlet marathon haruslah kuat. Orang biasa yang belum berpengalaman mungkin belum tentu bisa berlari marathon karena jantungnya tidak terbiasa dan belum terlatih. Untuk melatihnya seperti atlet pun, dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sehingga tidak setiap orang mampu berlari marathon layaknya seorang atlet.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun