Mohon tunggu...
Gabby Indrawati
Gabby Indrawati Mohon Tunggu... -

Calon CEO

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lima Tokoh Bangsa, Bergerak Sejak Usia 24

23 Februari 2019   23:10 Diperbarui: 24 Februari 2019   12:31 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Usia muda bukan pengahalang seseorang untuk sukses. Kesuksesan itu tentu tidak melulu didefinisikan lewat pencapaian hal-hal besar. Cukup bisa berperan bagi masyarakat dan lingkungan, seseorang bisa dikatakan sukses. Berikut adalah beberapa tokoh yang punya pencapaian luar biasa diusia mudanya. Beberapa sosok bisa membuktikan terbalik persepsi miring terhadap usia muda yang lekat dengan kerentanan, labil, dan hura-hura.

Raden Ajeng Kartini lahir dari keluarga bangsawan di Jepara. Selama hidupnya ia banyak mengkritisi adat dan tradisi yang membelenggu perempuan untuk mengecap pendidikan. Bersama adik-adiknya, Kartini gigih belajar Bahasa Belanda, melahap banyak buku, menulis surat dan essay yang membantunya berkorespondensi dengan beberapa tokoh wanita di Belanda. Di usia 24 Kartini menikah dengan Bupati Rembang. Suaminya mengerti kegigihan dan semangat Kartini atas pendidikan perempuan pribumi. Kartini diberi kebebasan untuk membuka sekolah di kompleks kantor Bupati Rembang. Sayangnya raga Kartini tak bisa lama tinggal di dunia. Setahun kemudian Kartini mati syahid kala melahirkan putera semata wayangnya. Raga boleh mati, namun perjuangan selalu panjang umur.

Martha Christina Tiahahu masih begitu remaja saat ikut berperang melawan Belanda di Maluku. 17 tahun waktu itu. Perjuangannya memang tak lepas dari peranan keluarga. Christina lahir pada tahun 1800, saat negeri ini belum merdeka. Ayahnya adalah sekutu Kapitan Pattimura. Bersama ayahnya Chistina mengangkat senjata mempertahankan Benteng Beverwijk, lain waktu ia maju perang di Saparua. Sayangnya nasib baik tidak berpihak padanya. Christina meninggal diatas kapal Everstenten yang akan membawanya ke Jawa.

Wage Rudolph Supratman menggubah lagu kebangsaan negara ini kala usianya masih 21 tahun. Lagu itu tercipta setelah seorang penulis majalah menantang ahli-ahli musik Indonesia untuk membuat lagu kebangsaan. Empat tahun kemudian pada Konggres Pemuda II tahun 1928, untuk pertama kali lagu itu dibawakan. Akibat "berani" menggugah rasa persatuan dan nasionalisme lewat nada, WR. Soepratman harus jadi bulan-bulanan pemerintah Kolonial. Tahun 1938 ia meninggal karena sakit. 

Bambang Soepijanto. Di usia 24 tahun calon anggota DPR RI dari daerah pemilihan DIY ini  baru mendapatkan pekerjaan untuk pertama kalinya sebagai Staf Direktorat Reboisasi dan Rehabilitasi. Caleg bernomor 24 ini ditugaskan pada Proyek Perencanaan dan Pembinaan Reboisasi serta Penghijauan Daerah Aliran Sungai di Gunungkidul. Disiplin dan kerja keras adalah kunci saya dapat memulai karir di bidang lingkungan untuk yang pertama kalinya. Sebagai mantan "anak kolong" atau anak ABRI (saat itu) Bambang dibesarkan dengan kondisi prihatin. Namun Bambang alih-alih mengutuk masa lalu, ia justru bersyukur karena kehidupan itu lah yang justru membawanya melenggang jauh, bahkan kini menjadi calon anggota legiselatif.

Berkaca dari ke lima tokoh itu, tentu generasi millenial bisa membuat lompatan yang lebih besar lagi. Bila dibandingkan situasi zaman, tentu konteks pencapaian dan perjuangan itu tak lagi sama. Namun yang senilai adalah terus bergerak melakukan perubahan, menjawab kegelisahan dan segera mungkin menjadi bagian dari solusi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun