'Aku tidak sudi mengucapkannya!', jawab Tsumamah keras.
'Katakanlah, Aku bersaksi tiada ilah selain Allah dan Muhammad itu Rasul Allah', pinta baginda lagi dengan kelembutan.
'Aku tidak akan mengucapkannya!' tegas Tsumamah lagi.
Mereka yang menyaksikan geram, marah, juga gregetan. Begitu jengkelnya mereka mendengar jawaban-jawaban keras Tsumamah. Ditengah suasana yang demikian, Rasulullah Saw. justru melepaskan Tsumamah dan memintanya segera meninggalkan Madinah. Tsumamah bangkit, dan baru beberapa langkah meninggalkan masjid, ia bersuara, 'Wahai Rasulullah, aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah'.
Semua kaget, dan Rasulullah Saw. tersenyum. 'Mengapa engkau baru mengucapkannya?', tanya Rasulullah Saw.
Â
'Ketika belum engkau bebaskan, aku tidak mengucapkannya, khawatir dianggap aku masuk Islam karena takut padamu. Setelah engkau bebaskan, aku mengucapkannya semata-mata karena mengharap ridha-Nya', jawab Tsumamah menggetarkan batin.
Â
Barangkali inilah rahasia permintaan makan oleh Rasulullah Saw., yang tidak dimengerti para sahabatnya. Andaikan pembencinya Tsumamah dibunuh seketika itu, maka kematiannya akan tetap dalam kemusyrikan. Hatinya tetap menyimpan kebencian dan dendam. Namun, dengan memberinya pemaafan dan kasih sayang, kebaikan justru merasuk dalam dirinya. Dengan suka rela, Tsumamah memasrahkan dirinya pada ajaran kebaikan.
Â
'Ketika memasuki Madinah, tidak ada yang lebih aku benci selain Muhammad. Setelah meninggalkan Madinah, tidak ada yang lebih aku cintai selain Muhammad Saw.', saksinya suatu ketika.
Â
Disadur dari buku 'Samudra Keteladanan Muhammad' karya Nurul H. Maarif.
Â
Wallahu a'lam.