Mohon tunggu...
Fuad Nur Zaman
Fuad Nur Zaman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pembelajar dan Penggemar Sejarah

Imam al-Ghozali rahimahullah pernah mengatakan "kalau engkau bukan anak raja atau putra ulama besar, maka menulislah!"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Fathu Makkah: Merancang Kemenangan dengan Teliti dan Berkesan (Sebuah Analisis Hikmah yang Berserakan)

1 Februari 2024   01:45 Diperbarui: 5 Maret 2024   05:32 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fathu Makkah merupakan titik pijak umat Islam untuk pulang ke Makkah, tempat di mana Islam bermula dan Rasulullah SAW dilahirkan. Rasulullah menginginkan misi membebaskan kota Makkah dilakukan dengan penuh kedamaian dan tanpa menumpahkan darah. Fathu Makkah bukan merupakan suatu peristiwa yang dilakukan by accident atau tiba-tiba, tetapi betul-betul dilaksanakan dengan by design, yakni terencana dengan matang dan penuh pertimbangan-pertimbangan yang tajam. Hal semacam ini merupakan sebuah rumus kehidupan, apabila seseorang akan melakukan sebuah hal yang besar, maka harus dengan rencana yang matang dan terstruktur dengan rapi. Seringkali hal-hal besar yang menjadi cita-cita hancur dan rusak karena dilakukan tanpa perencanaan yang matang. 

Rasulullah SAW pun sudah merencanakan Pembebasan Makkah dengan sangat-sangat matang. Rasulullah SAW merasa harus membebaskan Makkah, dikarenakan Makkah merupakan wilayah yang vital dan tempat suci bagi kaum muslimin. Selain itu, Nabi Muhammad berpikir kalau Makkah tidak dibebaskan, maka rukun Islam tidak bisa disempurnakan, sebab salah satu tempat pelaksanaan haji dan umroh adalah Makkah. Beberapa rukun terpenting dalam haji dan umroh seperti thawaf, sa'i, wukuf semuanya dilaksanakan di Makkah. Apabila Makkah masih berada dibawah kekuasaan kafir Quraisy, maka kaum muslimin tidak bisa bebas melaksanakan ibadah haji dan umroh. Kaum muslimin pernah dua kali mencoba melaksanakan haji dan umroh, yang pertama pada saat sulhul hudaibiyah dan gagal, serta yang ke dua pada saat umroh qodho' pada tahun ke-7 hijriyah dan dilaksanakan selama tiga hari saja karena tidak diizinkan lebih dari itu oleh kafir Quraisy. Pembatasan dan kesulitan untuk beribadah inilah yang kemudian membangkitkan semangat Rasulullah SAW untuk melakukan Fathu Makkah.

Pembebasan Makkah ini merupakan target utama Rasulullah SAW sebelum Allah SWT menyempurnakan syariat Nya. Namun, kaum muslimin saat itu tengah terikat sulhul Hudaibiyah dengan kafir Quraisy, sehingga diantara kedua belah pihak tidak ada yang boleh menyerang satu sama lain. Tetapi, sebuah konsensus bisa batal dan tidak bisa lagi dilanjutkan bila terjadi pelanggaran. Apapun bentuk konsensus itu. Demikianlah yang terjadi dengan sulhul Hudaibiyah, perjanjian yang rencananya berusia sepuluh tahun itu rupanya hanya bertahan dua tahun saja. Bani Bakr dan Khuza'ah yang selalu berseteru itu dimanfaatkan kabilah-kabilah lain. Apalagi setelah sulhul Hudaibiyah ditandatangani. Inilah yang dilakukan oleh Bani Dir, sekutu Bani Bakr. Dipimpin Naufal bin Muawiyah, Bani Dir bersama Bani Bakr menyerbu Khuza'ah. Lantaran mereka telah diserbu sebelumnya oleh Bani Aswad, sekutu Khuza'ah.

Pengkhianatan itu juga dilakukan Quraisy. Karena mereka ikut membantu Bani Bakr dan Dir. Kafir Quraisy tidak menyokong dengan persenjataan saja, bahkan pasukan kafir Quraisy turut melakukan penyerbuan di suatu malam yang gelap gulita. Banyak korban berjatuhan. Salah seorang dari Khuza'ah, Amr bin Salim, menemui Rasulullah SAW di masjid, di hadapan kaum muslimin, ia mengisahkan kepedihannya dalam untaian bait syair. Mendengar itu, Rasulullah SAW berkata, "Engkau akan dibantu, wahai Amr bin Salim." Karena sulhul Hudaibiyah telah dilanggar dengan berbagai pengkhianatan, Rasulullah SAW segera menyiapkan pasukan. Orang-orang kafir Quraisy kelabakan. Abu Sufyan berusaha meminta maaf kepada Rasulullah SAW di Madinah dan meminta agar perjanjian diperbarui. Tapi tak ada yang mau menjawab omongan Abu Sufyan.

Sejak saat itulah Rasulullah SAW berpikir bahwa pembebasan ini harus segera dilakukan. Tetapi saat rencana tersebut baru akan dijalankan, bulan Ramadhan datang dan seakan-akan memadamkan semangat juang Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Pernyataan di atas merupakan kebalikan dari apa yang sesunggunya terjadi. Datangnya bulan Ramadhan tak membuat semangat Rasulullah SAW dan kaum muslimin padam, justru kedatangan bulan Ramadhan mengingatkan Rasulullah SAW dan kaum muslimin akan spirit perjuangan di medan tempur Badar. Rasulullah SAW tidak mengenal istilah skip atau cancel di dalam sebuah perencanaan yang matang. Ketika dirasa pembebasan ini harus segera dilakukan, maka pada saat Ramadhan pun, Rasulullah SAW akan tetap melakukannya.

Rasulullah SAW ingin Makkah tunduk dan takhluk dibawah titah kaum muslimin dengan damai dan dengan tanpa adanya pertumpahan darah. Seorang panglima yang berhasil itu bukanlah panglima yang berhasil melululantakkan wilayah yang ingin dikuasainya dan membunuh banyak orang, tetapi seorang panglima yang berhasil itu adalah yang bisa menaklukkan musuhnya, bila perlu tanpa peperangan. Seperti permainan catur, seseorang bisa melihat lawan main catur ini sudah mahir atau masih pemula dari sisi gaya permainannya. Pemain pemula akan selalu memakan buah catur lawan setiap melihat ada kesempatan, tanpa berpikir panjang akan dampaknya. Sedangkan pemain yang sudah mahir akan bermain dengan penuh strategi dan bahkan tidak memakan semua buah catur yang bisa dimakan, ia akan melihat segala kemungkinan yang ada dan kemudian melakukan langkah-langkah terstruktur untuk melakukan skak mat. Cara-cara seperti itulah yang ingin Rasulullah SAW terapkan dalam Fathu Makkah, sehingga kerusakan yang ditimbulkan bisa diminimalisir dan maslahat yang besar bisa didapatkan.

Diantara strategi Rasulullah SAW dalam pembebasan Makkah ini adalah memberangkatkan 10.000 pasukan kaum muslimin ke Makkah secara diam-diam. Ini adalah bagian dari kecerdasan yang dimiliki oleh Rasulullah SAW, dimana beliau berusaha untuk merahasiakan misi ini dari penduduk Makkah dan bahkan merahasiakan keberangkatan ini dari kaum muslimin. Rasulullah SAW berkata kepada kaum muslimin, "bersiap-siaplah wahai kaum muslimin, siapkan kuda, unta, dan asahlah pedang-pedang kalian," seorang sahabat bertanya, "kita akan pergi kemana yaa Rasulallah?" Rasulullah SAW menjawab, "wahai sahabatku, persiapkanlah dan ikuti saja." Ini adalah bab tsiqqah, dimana kaum muslimin selalu yakin dan percaya atas perintah Allah dan RasulNya. Berbekal keyakinan pada Alah dan RasulNya, kaum muslimin pun mempersiapkan keberangkatan meskipun dengan kondisi pikiran yang campur aduk dan dipenuhi tanda tanya yang besar.

Diantara kaum muslimin yang kebingungan dan penasaran atas seruan Rasulullah SAW adalah sahabat yang mulia Abu Bakar ash-Shiddiq RA. Bahkan dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Abu Bakar sempat bertanya kepada Sayyidatuna 'Aisyah isteri Rasulullah yang merupakan putri Abu Bakar sendiri. Abu Bakar bertanya kepada 'Aisyah, "Wahai 'Aisyah, Rasulullah meminta kaum muslimin untuk mengasah pedang dan menyiapkan kuda, unta, serta perbekalan. Apakah kaum muslimin akan meghadapi peperangan?" 'Aisyah menjawab, "Sepertinya iya wahai ayahku, tetapi aku tidak mengetahui apa yang sesungguhnya direncanakan oleh rasulullah SAW." Rasulullah SAW benar-benar merahasiakan keberangkatan ini dari siapapun, bahkan isteri dan sahabat terdekatnya pun tidak diberitahu tentang keberangkatan ini. Terlebih juga di saat yang sama, Rasulullah SAW juga mengirim 80 orang sahabat untuk pergi ke wilayah lain, tujuannya adalah untuk mengaburkan pikiran-pikiran para sahabat tentang tujuan keberangkatan ini guna menjalankan strategi yang telah direncanakan.

Maka berangkatlah 10.000 pasukan ini pada awal bulan Ramadhan. Perjalanan yang panjang dan melelahkan ditempuh oleh kaum muslimin, hingga sampailah mereka di Marr az-Zhahran (pertengahan antara Madinah dan Makkah). Sesampaianya di Marr az-Zhahran, Rasulullah SAW melihat kaum muslimin letih dan lesu karena melakukan perjalanan yang sangat panjang (jarak antara Madinah-Makkah kurang lebih 500 KM) dan dalam keadaan berpuasa. Jangan dibayangkan perjalanan ini seperti perjalanan dari Bandung ke Puncak Bogor. Yang banyak pohonnya, kiri kanan banyak yang berjualan makanan dan minuman. Tidak, perjalanan ini melewati bukit bebatuan, padang pasir yang sangat menyengat dan dilakukan dalam keadaan berpuasa. Melihat kondisi kaum muslimin yang kian letih dan lesu, Rasulullah SAW berkata, "Barangsiapa yang ingin berpuasa silahkan dan barang siapa yang ingin berbuka, fal yufthir (maka berbukalah)." Maka diantara kaum muslimin ada yang berbuka dan ada yang tetap meneruskan puasanya.

Di tengah perjalanan, Rasulullah SAW memutuskan untuk memberitahu kaum muslimin tentang misi yang sesungguhnya. Sebenarnya sebagian kaum muslimin ada yang sudah menduga bahwa perjalanan ini bertujuan ke Makkah, tetapi mereka belum bisa memastikannya. Diantara kaum muslimin ada yang sangat senang mendengar kabar itu. Bukan tanpa alasan, mereka senang karena mereka akan pulang kampung setelah lebih dari delapan tahun hijrah dari Makkah ke Madinah. Selain itu, mereka juga senang karena akan bertemu dengan sanak kerabat mereka yang masih tinggal di Makkah. Diantara mereka juga ada yang merasa sedih karena khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk kepada sanak kerabat mereka yang berada di Makkah. Seringkali kebimbangan seperti ini terjadi, ketika kecintaan kepada keluarga berbenturan dengan misi dakwah Islam. Inilah ujian berikutnya yang berada pada setiap individu yang bergerak ke Makkah pada saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun