Mohon tunggu...
Firdaus Tanjung
Firdaus Tanjung Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memberi dan mengayuh dalam lingkar rantai kata

"Apabila tidak bisa berbuat baik - Jangan pernah berbuat salah" || Love for All - Hatred for None || E-mail; firdaustanjung99@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

[Bagian 5] Catatan Perjalanan Relawan, "Keajaiban" Bocah yang Selamat

4 Januari 2022   06:05 Diperbarui: 4 Januari 2022   22:56 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu bocah yang selamat dari terjangan tsunami, Nana (10 thn) tengah terbaring lemah di rumah sakit Cut Nyak Dien. (Dok Firdaus Tanjung)

Berkunjung ke RSUD Meulaboh.

Usai evakuasi mayat, penulis dan rekan relawan lainnya mengunjungi rumah sakit RSUD Meulaboh. Kondisi rumah sakit ketika itu sudah beroperasi. Listrik lewat genset sudah menyala.

Di RSUD Meulaboh yang bernama Cut Nyak Dien ini sudah ada jaringan air bersih. Dibuat dan dikelola oleh para relawan asing.

Sumber air dihasilkan dari penyulingan air sungai kecil /drainase yang tak jauh dari rumah sakit tersebut. Bahkan air itu sudah bisa langsung di minum. Rasanya sedikit seperti ada obat.

Ratusan korban yang selamat banyak dirawat disini. Mereka ditangani para medis dari relawan local maupun dari negara asing.

Tidak sedikit juga para korban akhirnya meninggal. Bisa disebabkan luka yang sangat parah atau terlalu lama tidak mendapat perawatan intensif. Rata-rata diakibatkan gangguan ISPA (Infeksi saluran pernafasan akut) dan luka-luka memar di tubuh terutama bagian kepala.


Hal itu bisa dimaklumi karena dokter dan paramedic RSUD Meulaboh banyak juga jadi korban. Petugas medis dari relawan juga sulit menembus lokasi.

Disini salah satu relawan RKP diminta oleh dokter asing itu untuk ikut membantu menangani anak-anak.

Tentu hal ini disambut dengan baik. Via, nama gadis relawan kami mengkonfirmasikan ke rekan lainnya. Jadi ada 4 orang yang membantu termasuk penulis. Kemudian menyampaikan hal ini ke Korlap, Budi.

Salah satu korban bocah yang selamat bernama Nana. Saat itu tengah berbaring di bangsal. Ia berusia 10 tahun dan masih duduk di bangku SD kelas IV.

Kondisinya sudah sadar. Namun masih lemah untuk di bawa bergerak. Tapi masih bisa berbicara dengan jelas.

Nana, salah satu bocah yang selamat dari gempa dan tsunami. (Dok. Firdaus Tanjung)
Nana, salah satu bocah yang selamat dari gempa dan tsunami. (Dok. Firdaus Tanjung)

Dokter dan para medis asing itu telah berhasil menyembuhkan luka-luka yang dideritanya. Termasuk menyembuhkan saluran ISPA karena banyak terhirup air bercampur lumpur.

Kisah Nana.

Lalu kami mencoba meminta Nana menceritakan kejadian. Syukurnya bocah ini tidak keberatan. Tapi dia meminta tolong jangan ditinggalkan karena tidak ada orang tuanya yang menemani.

Beruntung masih ada kakak perempuan (Rika) dan abangnya berhasil menemukannya di rumah sakit tersebut.

Nana sebelum kejadian, saat itu tengah di rumah bersama ibu dan adiknya paling kecil yang masih bayi. Sang ayah tengah bekerja di Medan sebagai sopir truk.

Sementara kakak dan abangnya lagi berkunjung di rumah familinya di suatu kampung yang tak jauh dari Meulaboh.

Begitu gempa terjadi ia dan ibunya segera keluar. Lagi-lagi tidak bisa berlari karena gempa yang sangat kuat dan bumi seperti berayun-ayun.

Saat gempa reda, rumah sudah runtuh. Kemudian ibunya mencoba mencari sesuatu ke dalam rumah. Tapi tidak berhasil. Semua orang disekitar sudah pada panic. Terlihat juga banyak warga yang tertimpa bangunan.

Ketika air laut naik ke daratan, disini Nana dan ibunya yang menggendong bayi berusaha lari mengikuti warga lainnya. Sementara air laut sudah mendekat dengan cepat.

Nana berpegangan tangan dengan ibunya. Tak lama gelombang ke dua pun datang menerjang kembali. Melindas apa saja. Disinilah ia hanyut terpisah dengan ibunya.

Sempat ia melihat ibunya yang tak jauh dari posisinya. Sang ibu masih menggendong bayi dengan berpegangan pada kayu yang hanyut.

Namun takdir berkata lain, ibunya pun tenggelam bersama bayinya (adik Nana paling kecil). Sementara Nana berhasil meraih sesuatu yang bisa membuat dirinya mengapung. Ia terus hanyut disela-sela puing material yang terbawa hanyut.

Nana pun merasakan hantaman dari pepuingan tersebut. Sebentar tenggelam dan sebentar muncul. Tapi Nana tetap kuat mempertahankan balok kayu yang dipegangnya.

Cukup lama ia terapung saat tsunami menerjang daratan Meulaboh. Sempat ia pingsan. Tapi tidak lama. Anehnya saat siuman ia masih memeluk balok kayu tersebut.

Ketika air sudah mulai tenang, Nana tersandar ke suatu pohon besar. Tidak berpikir lama ia memanjat pohon itu yang dibilangnya cukup tinggi. Dalam kondisi yang sangat lemah, Nana berusaha memanjat pohon tersebut.

Ajaib memang. Kondisi yang sangat lemah sama sekali Nana bisa menaiki pohon itu. Lalu ia bertahan di atas pohon tersebut.

Ada seharian ia berada di pohon. Dalam keadaan basah kuyup dan lapar ia bertahan. Sampai esoknya saat air sudah jauh surut. Dan Nana ditemukan oleh warga yang selamat dan membawanya ke Rumah Sakit Cut Nyak Dien.

Dalam amatan penulis, air laut yang menggenang daratan diperkirakan setinggi satu lantai rumah atau 4 meter. Itu dapat dilihat dari bekas jejaknya di bangunan tembok ketika air telah surut.

Di rumah sakit Ia mendapat perawatan seadanya buat sementara. Hingga beberapa hari kemudian datanglah para relawan local dan asing.

Relawan asing ini terdiri dari berbagai Negara. Kebanyakan dari paramedic. Kalau tidak salah dokter asing yang menangani Nana berasal dari Swedia. Ia dan rombongannya sampai ke Aceh pada hari ke lima pasca gempa dan tsunami.

Mencari Famili Korban.

Setelah beberapa minggu di rumah sakit, Nana dinyatakan sembuh oleh dokter. Kami pun segera mencari informasi lokasi sanak familinya. Dibantu petunjuk oleh abangnya, penulis mendatangi posko di kantor Bupati Meulaboh.

Beruntung sekali, ada pegawai Pemkab. Meulaboh bersedia membantu. Penulis pun berkenalan. Lalu penulis menceritakan tujuan kesini.

Pegawai tersebut bernama Zainal Abidin (kalau tidak salah menyebutkan namanya). Beliau mempersilahkan membawa mobilnya kepada penulis untuk mencari lokasi tempat famili Nana.

Karena belum mahir kali membawa mobil, akhirnya penulis dan beliau pergi berdua mencari lokasi desa yang dituju. Lokasi terletak di Desa Paya Lumpat, Kecamatan Sama tiga, Kab. Aceh Barat.

Ada sekitar 30 km jaraknya dari Kota Meulaboh. Di lihat kondisinya, desa ini tidak terlalu parah akibat gempa dan tsunami. Sepertinya gelombang tsunmai tidak sampai ke desa ini. hanya banyak ditemukan bangunan runtuh dan jalan yang rusak.

Hari pertama mencari lokasi belum berhasil. Kemudian disambung esok harinya dengan membawa abang Nana yang sudah duduk di bangku SMP. Sementara kakaknya (kelas 6 SD) menjaga Nana di rumah sakit.

Cukup memakan waktu mencari rumah familinya. Sempat bolak balik disekitar Desa Paya Lumpat. Lalu bertanya sana-sini kepada pemuda setempat.

 Alhamdulillah, akhirnya lokasi yang dicari berhasil ditemukan. Rumahnya berada di Lorong Blang Bale. Kami bertemu dengan seorang ibu muda family Nana. Dan ternyata adalah Mak Ciek Nana.

Kami memberitahukan bahwa Nana masih berada di rumah sakit dan sudah sembuh. Familinya pun sangat senang mendengar kabar tersebut. Tak lama kemudian kami pamit lagi kembali ke rumah sakit untuk menjemput Nana.

Hari itu juga kami membawa Nana ke desa tempat familinya. Tangis haru pun pecah saat dipertemukan dengan familinya yang merupakan adik dari ibunya.

Nana beserta saudara lainnya telah berkumpul dengan famili dari adik ibunya di Desa Paya Lumpat, Kab. aceh Barat. (Dok. F. Tanjung)
Nana beserta saudara lainnya telah berkumpul dengan famili dari adik ibunya di Desa Paya Lumpat, Kab. aceh Barat. (Dok. F. Tanjung)

Sayangnya jasad ibu dan bayi tidak bisa ditemukan, mungkin barangkali sudah di evakuasi dan dikuburkan di pekuburan massal.

Menurut Mak Ciek Nana, ayah Nana awalnya sulit masuk ke Meulaboh karena penjagaan ketat di perbatasan. Akhirnya berhasil masuk lewat keberangkatan udara untuk warga Aceh dari Medan.

Sesampai di Meulaboh ia mencari ke rumah sakit berharap bertemu dengan keluarganya. Tapi nihil. Akhirnya ia datangi ke tempat adiknya di Desa Paya Lumpat. Sekarang Ayah Nana balik ke Medan untuk mengurus sesuatu.

Menurut Mak Chiek tersebut, ayah Nana akan berhenti bekerja di Medan dan bekerja di Meulaboh.

Ketika mau maghrib, kami pun diminta untuk tidak balik dulu ke Meulaboh. Alasannya, besok kakek si Nana akan datang melihat cucunya.

Selain itu, ini untuk menghormati kami yang telah membantu dan mengantarkan dengan selamat. Ditambah lagi permintaan bocah si Nana ini untuk tinggal semalam.

Akhirnya, mau tak mau kami pun tinggal semalam disini. Sementara Pak Zainal kembali ke Meulaboh seorang diri untuk meneruskan pekerjaannya.

Kami yang berdua laki-laki nginap di mushala. Sementara Via nginap di rumah Mak Ciek Nana. Itu hari yang ke sembilan kami berada di Meulaboh.

Esoknya, saat sarapan pagi kami berkenalan dengan kakek Nana. Dilihat usianya sekitar 65 tahun. Beliau menyampaikan ribuan terima kasih atas upaya dan bantuan yang diberikan kepada cucunya. Hal ini tidak akan pernah kami lupakan seumur hidup. 

Penulis pun terharu. Via yang berada disamping Nana ikut menangis. Sebab, Nana begitu dekat dengan Via.

Mungkin karena Via seorang anggota PMI kampus. Jadi cara perawatan dan penanganan korban dapat dijalankan dengan baik. Bahkan kalau penulis boleh bilang sepertinya Via seolah sudah dianggap "pengganti ibunya" Nana. Itu kira-kira penulis yang dapat simpulkan. 

Kisi-kisi Suasana Lain.

Di langit Meulaboh, terlihat helicopter mondar mandir. Lokasi mendaratnya tidak jauh dari posko kami. Mereka relawan asing dari USA membawa bantuan logistic dan personilnya. Itu terlihat dari gambar benderanya di badan helicopter tersebut.

Heli Chinook USA di langit Meulaboh membawa bantuan logistik. (Dok. F. Tanjung)
Heli Chinook USA di langit Meulaboh membawa bantuan logistik. (Dok. F. Tanjung)

Para relawan asing sudah mulai banyak berdatangan. Mereka dari militer maupun relawan sipil dari Negara-negara lain. Pantauan penulis, ada dari Jepang, Singapore, Malaysia, Arab Saudi, Swedia, Jerman, Swiss dan Perancis. Termasuk dari LSM seperti Mer-C dan Green Peace yang baru mendarat di Meulaboh. LSM ini menggunakan kapal milik mereka. 

Heli berbaling-baling dua ini memiliki badan cukup besar dan panjang. Dikenal dengan nama Heli CH-47 Chinook. Masuk kategori heli angkut berat. Dapat membawa pasukan sekitar 30 orang dan perlengkapan serta peralatan lainnya.

Selama ini penulis hanya bisa melihatnya di film-film perang. Sekarang dengan langsung dapat menyaksikannya dengan mata kepala sendiri. Heli Amerika ini membuat base camp tidak jauh dari posko kami relawan RKP.

Pernah heli tersebut melewati di atas posko kami dengan terbang rendah. Hembusan angin yang dihasilkannya menerbangkan jemuran kami. Bahkan dapur kami dibuat bergoyang. Tidak sedikit pakaian dan perlengkapan relawan terbang di bawa angin dan jatuh ke laut.

Di sisi lain, sejenis kendaraan seperti amfhibi terlihat di pantai Meulaboh, kawasan Ujung Kalak. Kendaran ini disebut dengan Hovercraft milik NAVY SEAL (USA). Atau dikenal juga kendaraan bantalan udara. Memiliki ukuran baling-baling besar sepasang dibelakangnya sebagai motor penggerak.

Hovercraft Navi Seal landing di pantai Ujung Kalak, Meulaboh membawa bantuan logistik. (Dok. Firdaus Tanjung)
Hovercraft Navi Seal landing di pantai Ujung Kalak, Meulaboh membawa bantuan logistik. (Dok. Firdaus Tanjung)

Kendaraan itu jadi tontonan warga dan relawan local termasuk relawan asing. Suara mesin yang dihasilkannya memang sangat bising. Bersumber dari putaran baling-baling tersebut. Mereka datang dari Banda Aceh.

Untuk diketahui, Amerika Serikat mengirimkan armadanya dengan kapal induk bernama USS Abraham Lincoln. Berjalan dari Hongkong ke Banda Aceh selama 5 hari dengan kecepatan penuh. Kapal ini lego jangkar di dekat Pulau Sabang. 

Kapal induk USS Abraham Lincoln lego jangkar di dekat P. Sabang dalam rangka misi kemanusiaan. (Gbr. tribunnews.com)
Kapal induk USS Abraham Lincoln lego jangkar di dekat P. Sabang dalam rangka misi kemanusiaan. (Gbr. tribunnews.com)

Tidak terasa kami sudah 10 hari berada di Meulaboh. Distribusi logistic sudah jauh berkurang. Ada beberapa titik  tempat pengungsi yang disalurkan. Belum lagi yang menjemput ke posko kami.

Sementara evakuasi mayat untuk sementara dihentikan. Kegiatan dialihkan membantu warga membangun hunian sementara (huntara). Hunian ini memang dibuat sangat sederhana. Setidaknya dapat berteduh dan meringankan warga yang masih trauma dari bencana alam.

(( BERSAMBUNG ))

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun