Mohon tunggu...
Firman
Firman Mohon Tunggu... Freelancer - biasalah

Hanya akan menulis jika ingin. Lebih sering resah karena mendapati ukuran celana dan bajunya bertambah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dengkuran

10 Oktober 2019   11:56 Diperbarui: 18 Oktober 2019   14:46 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tidur menurut Jono adalah satu-satunya cara yang sangat ampuh untuk mengobati segala rasa. Kantuk, lelah, letih, sedih, senang, terlalu senang, bahkan ketika tidak sedang merasakan itu semua, kenikmatan yang ditimbulkan dengan tidur masih tetap istimewa.

*

Liburan kuliah telah usai. Jono, seorang mahasiswa jurusan Sastra Dongeng di salah satu universitas di negeri dongeng adalah seorang pria yang mengidolakan hal yang unik; tidur. Baginya, tidur adalah segalanya. Pelipur segala lara, pelita dalam gelap, dan yang terpenting adalah pelega di segala dahaga. Namun, ia bukanlah seseorang yang ketika sudah tertidur menjadi lupa sama sekali dengan waktu.

Baginya, telat berangkat kuliah, telat menepati janji dengan teman atau datang rapat, atau lupa makan karena terlalu lama tidur adalah hal yang tak ia kenal di dalam kamusnya. Dengan tidur ia masih tetap bisa datang kuliah tepat waktu, menepati janiji dengan teman, dan yang terpenting tidak lupa makan. Baginya tidur bukanlah sesuatu yang sepele, walaupun terkadang ia menganggap begitu.

Liburan kuliah kemarin, Jono selalu mengurangi waktu jatah tidurnya. Walaupun ia sangat mengerti hal itu bukanlah sesuatu yang sepatutnya dilakukan seseorang yang mengidolakan tidur. Tidurnya ketika libur kala itu selalu tidak kurang dari subuh. Biasanya, selepas salat subuh ia langsung pergi tidur. Ia pun tahu bahwa kebiasaan seperti itu tidak baik, dan ia juga mengerti bahwa tidur sehabis salat subuh bukanlah sesuatu yang dinilai baik (paling tidak bagi sebagian orang).

Namun ia tetap melakukannya, karena ia butuh. Pukul 8 pagi ia sudah bangun. Dengan kondisi tubuh yang disegar-segarkan. Lalu ia menghabisi harinya seperti biasa dengan menonton anime yang ada di laptopnya, atau sesekali ketika ia sedang bosan menonton ia akan menulis apa pun yang bisa ditulisnya.

*

Jono, tentunya selain lihai mendongeng juga piawai dalam menulis. Dongeng apalagi. Tulisannya yang lain berupa cerpen, puisi, esai, atau bahkan ceracauan yang terkadang tidak jelas apa maksudnya, sering dimuat di media cetak. Baik media cetak lokal maupun nasional. Dengan begitu ia bisa memenuhi hasrat belanjanya yang besar. Sebagai seorang pria, Jono tidak membatasi dirinya dalam hal berbelanja. Ketika ia menginginkan suatu hal yang menurutnya menarik, ia akan berusaha bagaimanapun caranya bisa mengumpulkan uang guna membeli barang tersebut.

*

Jono pagi ini sedang siap-siap kembali ke indekosnya. Kembali siap-siap mengeluh ketika ingin tidur dan dihadapkan dengan suara dengkuran teman sekamarnya yang lebih tepat disebut polusi suara. Ia sangat terganggu dengan suara dengkuran temannya itu. Menurutnya, suara dengkuran membuatnya tidak bisa menikmati hal yang sangat diidolakannya (tidur) dengan sepenuh hati dan sering membuatnya bangun dengan perasaan yang tidak sama sekali segar.

Teman sekamarnya memang terkenal dengan seseorang yang mempunyai suara dengkuran terkeras dan paling mengganggu seantero indekosnya. Rama namanya. Rama sebenarnya adalah seorang pria yang baik, pandai, kritis terhadap topik atau isu apa pun. Namun, dengkurannya ketika tidur adalah satu-satunya hal yang membuatnya menjadi bahan guyonan teman-teman di kampusnya. Sekaligus juga menjadi satu-satunya alasan bagi setiap wanita yang ia senangi pada akhirnya meninggalkannya.

Rama sama halnya dengan Jono, mahasiswa yang rela pergi jauh dari kampung halamannya demi melanjutkan pendidikannya di universitas di negeri dongeng. Ia dengan sangat berat hati terpaksa meninggalkan kedua orang tuanya yang saat ini ia ketahui salah satunya sedang menderita sakit keras.

Rama sedang menghadapi konflik batin yang sangat berat. Di satu sisi ia sangat ingin kembali ke kampung halamannya menjenguk orang tuanya, di sisi lain ia juga harus menempuh ujian skripsinya yang hanya tinggal beberapa hari lagi. Jono sebagai teman dekatnya hanya bisa diam, hanya bisa tetap memberi semangat, kekuatan supaya Rama tetap tabah, kuat, dan sabar.

*

Rama akhirnya selesai menjalani sidang skripsinya setelah ia disuruh dosen pengujinya mendongengkan para dosen pengujinya tersebut sampai mereka tertidur. Rama dengan kemampuan dongengnya yang memang tidak selihai Jono, akhirnya berhasil membuat pada pengujinya tertidur walau dengan waktu mendongen yang cukup lama, yaitu 32 jam nonstop.

Keluar dari ruang sidang, kabar lain menantinya. Orang tuanya meninggal. Jono dikabari kerabatnya. Awalnya Jono tidak tahu harus bagaimana. Ia tahu bagaimana rasanya mendongeng berjam-jam terus-menerus. Namun, pada akhirnya ia tetap memberitahu Rama hal itu. Karena memang bagaimanapun kabar itu memang ditujukan untuk Rama dan memang Rama harus tahu itu.

"Ram, aku turut senang akan keberhasilan ujianmu ini. Namun, kau harus tetap kuat kali ini. Orang tuamu baru saja kembali kepada-Nya."

Rama yang belum tidur sama sekali sejak 36 jam yang lalu hampir saja pingsan mendengar hal itu. Jono menyuruhnya agar istirahat dulu sebentar baru kemudian boleh pulang ke kampung halamannya. Namun, Rama bersikeras langsung ingin kembali ke kampung halaman saat itu juga. Jono yang tidak tega melepas Rama seorang diri akhirnya memutuskan untuk menemaninya kembali ke kampung halamannya.

Siang itu juga mereka berdua berangkat menuju ke kampung halaman Rama. Kembali ke rumah orang tua Rama. Sepanjang perjalanan, Rama yang kutahu sudah pasti sangat mengantuk tidak kunjung tidur. Entah memang tidak bisa tidur atau memang tidak mau tidur. Yang jelas dia sedang menanggung segala macam rasa, lelah, sedih, tegang, dan lainnya. Sesampainya di rumahnya, Rama langsung menghampiri jenazah orang tuanya yang sudah rapi terbungkus kain putih. Ia menangis sejadi-jadinya.

Baru kali ini Jono melihatnya menangis seperti itu. Ia merasa kasihan, namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Selang beberapa saat kemudian, setelah Rama mulai tenang ia minta untuk segera membawa jenazah orang tuanya ke masjid untuk disalatkan lalu dimakamkan. Ia menjadi orang paling bersemangat sekaligus ingin berbuat yang terbaik untuk terakhir kali kepada orang tuanya dengan mengangkat keranda orang tuanya paling depan.

Setelah selesai disalatkan, dibawanya ke pkompleks pemakaman ia langsung turun ke dalam lubang makam untuk memeluk tubuh orang tuanya untuk yang terakhir kali. Sebelum ditutupnya dengan papan, ia mulai mengazani jenazah orang tuanya tepat di samping kepalanya. Terdengar parau suaranya. Jono paham Rama sedang meluapkan kesedihan yang ditahannya sejak tadi.

Setelah selesai semua proses pemakaman ia kembali ke rumah dengan perasaan yang mungkin sedikit lega. Sampai di rumah ia langsung menyambut tamu mulai dari kerabat, tetangga, teman, maupun orang yang mungkin kenal dengan orang tuanya namun ia tidak mengenalinya.

Malam harinya tahlilan dimulai. Rama tahu, makanan yang disajikan di rumahnya adalah makanan kesukaan orang tuanya. Suara tangis sedu sedan samar terdengar. Ia pun ikut menangis.

Setelah ia selesai menyalami tamu terakhir yang pamit dari rumahnya, Jono menghampirinya.

"Aku tahu ini tidak mudah, aku turut berbelasungkawa atas kejadian yang menimpamu. Kau harus tetap kuat, tetap tabah."

Hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Jono. Lebih sedikit ternyata dari harapannya. Ia sepenuhnya tahu kalau kata-kata tidak cukup untuk menenangkan apalagi menghiburnya kali ini. Dongengnya tidak berguna di saat seperti ini.

Setelah mengunci seluruh pintu dan jendela rumah, Rama akhirnya menyusul Jono yang sudah lebih dulu masuk ke kamar untuk tidur. Rama terbaring di sebelah Jono yang belum tidur namun tidak menunjukkannya kepada Rama. Rama akhirnya tertidur, ia bisa tahu itu karena mulai mendengar suara dengkuran dari sebelahnya.

Jono baru kali ini sama sekali tidak merasa terganggu dengan suara dengkuran Rama. Justru sebaliknya, ia malah merasa lega. Lega karena pada akhirnya Rama bisa tertidur dengan pulas, bisa kembali mendengar suara dengkuran Rama yang sudah tidak tidur berpuluh-puluh jam. Selain itu, Jono juga lega, karena memang pada akhirnya tidurlah yang menjadi senjata paling ampuh, obat paling mujarab, dan pelipur segala lara. Tak terasa air matanya menetes walaupun senyumnya mengembang karena mengetahui hal itu.

Walaupun tidak semua beban Rama saat itu hilang, paling tidak untuk sementara, selama ia tertidur ia tidak akan merasakan beban-beban yang terdapat di pundaknya. Untuk sementara, Rama tidak merasakan sedih karena kehilangan orang tuanya, untuk sementara Rama terbebas dari segala rasa sesak yang menumpuk di dadanya. Dan satu hal yang paling penting, Jono tidak lagi mengeluhkan suara dengkuran Rama karena ia lega bisa kembali mendengar dengkurannya walaupun untuk sementara.

*

Jono pun ikut tertidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun