Mohon tunggu...
Firman
Firman Mohon Tunggu... Freelancer - biasalah

Hanya akan menulis jika ingin. Lebih sering resah karena mendapati ukuran celana dan bajunya bertambah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dengkuran

10 Oktober 2019   11:56 Diperbarui: 18 Oktober 2019   14:46 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam harinya tahlilan dimulai. Rama tahu, makanan yang disajikan di rumahnya adalah makanan kesukaan orang tuanya. Suara tangis sedu sedan samar terdengar. Ia pun ikut menangis.

Setelah ia selesai menyalami tamu terakhir yang pamit dari rumahnya, Jono menghampirinya.

"Aku tahu ini tidak mudah, aku turut berbelasungkawa atas kejadian yang menimpamu. Kau harus tetap kuat, tetap tabah."

Hanya kata-kata itu yang keluar dari mulut Jono. Lebih sedikit ternyata dari harapannya. Ia sepenuhnya tahu kalau kata-kata tidak cukup untuk menenangkan apalagi menghiburnya kali ini. Dongengnya tidak berguna di saat seperti ini.

Setelah mengunci seluruh pintu dan jendela rumah, Rama akhirnya menyusul Jono yang sudah lebih dulu masuk ke kamar untuk tidur. Rama terbaring di sebelah Jono yang belum tidur namun tidak menunjukkannya kepada Rama. Rama akhirnya tertidur, ia bisa tahu itu karena mulai mendengar suara dengkuran dari sebelahnya.

Jono baru kali ini sama sekali tidak merasa terganggu dengan suara dengkuran Rama. Justru sebaliknya, ia malah merasa lega. Lega karena pada akhirnya Rama bisa tertidur dengan pulas, bisa kembali mendengar suara dengkuran Rama yang sudah tidak tidur berpuluh-puluh jam. Selain itu, Jono juga lega, karena memang pada akhirnya tidurlah yang menjadi senjata paling ampuh, obat paling mujarab, dan pelipur segala lara. Tak terasa air matanya menetes walaupun senyumnya mengembang karena mengetahui hal itu.

Walaupun tidak semua beban Rama saat itu hilang, paling tidak untuk sementara, selama ia tertidur ia tidak akan merasakan beban-beban yang terdapat di pundaknya. Untuk sementara, Rama tidak merasakan sedih karena kehilangan orang tuanya, untuk sementara Rama terbebas dari segala rasa sesak yang menumpuk di dadanya. Dan satu hal yang paling penting, Jono tidak lagi mengeluhkan suara dengkuran Rama karena ia lega bisa kembali mendengar dengkurannya walaupun untuk sementara.

*

Jono pun ikut tertidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun