Mohon tunggu...
Fristianty Ltrn
Fristianty Ltrn Mohon Tunggu... Administrasi - NGO

Penulis Pemula

Selanjutnya

Tutup

Olahraga

Kompak Suami Istri? Geliga Membuat Bulu Tangkis Jadi Manis

12 Oktober 2017   15:30 Diperbarui: 12 Oktober 2017   15:47 1283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Kita sangat familiar dengan kalimat ini. Jiwa yang sehat sangat dibutuhkan untuk menjalani kehidupan yang berat ini. Jiwa yang rileks, tenang dan terkendali adalah ciri jiwa yang sehat.  

Olah Raga rutin sangat signifikan untuk membuat fisik kita sehat. Namun tidak semua kita lahir dari keluarga yang menekankan pentingnya olah raga rutin, saya termasuk salah seorang di dalamnya. Semenjak kecil sampai dewasa belum pernah melihat orang tua saya melakukan olah raga rutin, sampai kemudian ayah saya mulai melakukan jalan kaki ringan di pagi hari  sesuai instruksi dokter, setelah beliau terkena serangan jantung. Dan itu di usianya yang menjelang 60.

Setelah saya menikah, saya menyadari keunikan sebuah pernikahan. Dua insan yang saling jatuh hati dan mengikatkan diri kedalam sebuah komitmen pernikahan terasa sangat membahagiakan di awal pernikahan. Yang dulunya terpisah jarak waktu dan tempat, kini bisa saling melihat setiap hari, bisa mengekspresikan kasih dengan leluasa tanpa rasa bersalah dan memiliki seseorang yang bisa disebut sebagai “suami” dan “Istri”. Namun setelah menikah juga saya menyadari bahwa ternyata setelah usia pernikahan semakin bertambah tapi bisa berbanding terbalik dengan stok cinta yang hangat. Apakah semua pasangan yang sudah menikah mengiyakan ini? Saya seperti mendengar koor “Ya”.

Kesehatan jiwa pasangan suami istri sangat urgent dalam sebuah pernikahan. Bukan di masalah di kurangnya uang pokok masalahnya, tapi bagaimana jiwa yang sehat menyikapi kekurangan uang. Bukan di masalah bengalnya anak anak pokok masalahnya tapi bagaimana jiwa yang sehat menyikapi anak yang bengal. Bukan dimasalah semakin bertambah umur yang membuat wajah menua jadi pokok masalahnya tapi bagaimana jiwa yang sehat menyikapi sebuah penambahan usia. Pokok masalahnya adalah jika jiwa kita tidak sehat, maka kita menyikapi masalah menjadi tidak sehat.

Mengingat ini saya yang tidak dibesarkan dari keluarga yang mencintai olah raga sangat berpikir keras bagaimana agar saya memiliki tubuh yang fit yang akan sangat mempengaruhi cara saya menyikapi masalah masalah sehari hari. Saya mulai melirik olah raga. Di usia 35 saya merutinkan jogging sekali semiggu. Saya masih ingat bagaimana rasanya di awal, seperti ada sebatang tonggak di lambung saya sebelah kanan, mengganjal..tapi saya tetap bertahan dan terus berlari, sampai akhirnya otot yang kram itu hilang sendiri. Di usia 37 saya kembali belajar renang sampai bisa benar benar di lepas di kolam renang seukuran kolam renang olimpiade. Karena olah raga renang terlihat membuat rileks dan ternyata sampai saat ini saya sangat menyukainya.

Olah Raga yang mempersatukan Pasangan

Bagaimana dengan Olah Raga menjadi wadah yang menyatukan pasangan suami istri? Buku nasehat pernikahan mengatakan bagaimana cara agar salah seorang dari pasangan tidak selingkuh?, maka usaha atau upaya harus dilakukan agar tetap dekat, jangan beri jarak.Family is built by time, not by force. Saya pernah melihat gambar pasangan musisi Endah N Rhesa bermain sepeda bersama, aktifitas itu menyatukan mereka semakin bersinergi dalam musik mereka.

Saya menyadari bahwa saya dan suami sangat sibuk setiap harinya. Jadwal sangat padat dan kami sangat kurang memiliki waktu melakukan hal secara bersama sama. Suami saya sangat menyukai olah raga, tapi  semua olah raga yang digelutinya “cowok” banget..gak cocok dengan saya yang bukan peminat olah raga dari awalnya.

Saya coba mengimbangi dia dengan ikut hadir jadi pemandu sorak heboh saat dia bermain footsal. Duduk manis jadi penyedia minuman saat dia bermain basket. Benar benar hanya jadi penonton setia saat dia bermain volley.  Tapi saya tidak terlibat, saya tidak merasakan emosinya, saya tidak merasakan gregetnya saat dia bercerita tentang olah raga itu.

Saya diam diam mendoakan agar Tuhan beri kami kesukaan pada satu bidang olah raga yang sama. Agar bisa melakukannya bersama sama, terlibat total dan bukan sebagai penonton. Impian saya adalah sehat bersama sama. Perhatian saya teralih ke Bulu tangkis. Jenis olah raga itu adalah juga kegemarannya. Suami saya kakak beradik maniak bulu tangkis dan bapak mertua almarhum adalah pelatihnya. Sampai suatu waktu saya berpikir untuk mencoba bulu tangkis namun astaga..saya benar benar tidak bisa. Saya terus mencoba dan berusaha sampai saya mulai merasa..woww..menarik juga.

Thanks to Geliga!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun