Mengurai kata, lezatnya bagaikan apel segar seusai letih. Rasanya nikmat membayang huruf untuk menelan kata.
Andai menelan itu egois, biarlah egoku berpuncak untuk menelan semesta kata. Lebih baik kutelan dan kulahirkan sejumlah karya daripada kubuang dan seusai itu, sejuta sesal silih berganti.
Kalaupun kata semahal karya-karya modern, aku ingin berpaling pada membisunya pesona alam, yang murah meriah namun bukan murahan.
Zaman ini zaman mahal tetapi kata harus terus ditelan. Ditelan bukan untuk dilenyapkan.
Kita mesti berbenah, kata Ebieth G Ade, menelan kata dalam kerinduan, merangkul alam dalam rahim pelihara. Kata dan alam menyatu dalam rahim pelihara.
Yudel Neno, Lalian Tolu, 9/7/19