Wahai pemerintah, ingatlah! Jangan sampai keuntungan finansial yang kalian .dapatkan, demi dalih kemakmuran negara, itu sebenarnya diam-diam harus dibayar dengan kerugian sosial yang jauh lebh besar.
Era Covid19 kemarin menggambarkan, begitu meledaknya sampah karena meledaknya pola belanja daring. Ada sisi tumbuh-besarnya angka nominal perdagangan, namun sayangnya kita memperoleh angka tersebut dengan menumbalkan alam dan lingkungan yang semakin tercemar. Kegiatan seperti ini, tak ubahnya seperti babi ngepet: kita mendapatkan uang dengan menumbalkan sesuatu yang tak ternilai harganya.
Industrialisasi, pariwisata, dll. itu baik karena menumbuhkan dan memeratakan ekonomi. Namun ingat, jangan sampai kebaikan itu berbalik karena kita menumbalkan apa yang paling berharga dalam kehidupan ini, yakni alam dan lingkungan.
Wahai pemerintah, enggak apa-apa untuk menaikkan pajak industri sekaligus memberikan segala kemudahan untuk sektor ekonomi lokal. Satu-satunya yang membuat langkah ini terhambat rasanya hanya satu hal saja: yakni ketika pemerintah lebih memilih membela industri ketimbang sektor ekonomi lokal.
Tapi kami yakin pemerintah memberikan porsi keduanya (industri besar vs produksi lokal) secara adil dan proporsional. Jika kenyataannya belum adil dan belum proporsional, misalnya produksi lokal masih kalah nilainya dengan industrialisasi besar-besaran, maka harus segera dilakukan langkah dan upaya untuk menyeimbangkan secara proporsional.
Jejak karbon yang enggak terlihat hitungannya oleh masyarakat, tergambar dari kondisi keadilan sosial kita. Kondisi keadlilan sosial kita: kesenjangan sosial-ekonomi, kurang pemerataan ekonomi, dll. menggambarkan bagaimana efisien atau amburadulnya urusan pengelolaan jejak karbon.
Semua ini hanya opini kami semata. Mohon koreksi jika ada kelirunya. Yuk terus kita jaga kesadaran.
- Freema Bapakne Rahman,
petani, tinggal di Kediri, Jatim.