Mohon tunggu...
Frederikus Suni
Frederikus Suni Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Creator Tafenpah

Membaca, Berproses, Menulis, dan Berbagi || Portal Pribadi: www.tafenpah.com www.pahtimor.com www.hitztafenpah.com www.sporttafenpah.com ||| Instagram: @suni_fredy || Youtube : Tafenpah Group

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Jakarta Tetap Menarik bagi Perantau

24 Juni 2022   09:15 Diperbarui: 24 Juni 2022   09:36 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Catatan Diaspora di Jantung Ibukota RI. Dokpri

Kalimat di atas masih memiliki korelasi atau hubungan mesra dengan filosofi klasik Jawa, yakni 'Urip iku Mung Mampir Ngombe' sepadan atau semakna dengan filosofi klasik Atoin Meto (Etnis Dawan) di Provinsi NTT, yakni 'Mo'net on Le Tes Ti'un O'el yang berarti 'HIDUP ITU HANYA MAMPIR MINUM.'

Karena segala sesuatu itu hanya bersifat sementara. Dalam kesementaraan itu, ada pergulatan batin dalam diriku. Salah satu kegelisahan terbesar saya kala itu adalah masa depan.

Abraham Lincoln pernah mengatakan cara terbaik untuk memprediksikan masa depan adalah menciptakannya. Namun, saya pun merasa bingung, dengan cara serta pribadi dan lingkungan yang seperti apa, saya akan bertumbuh.

Segalanya absurd (tidak jelas). Maka, saya pun masuk dalam bunuh diri filosofikal, sebagaimana yang diajarkan oleh filsuf Albert Camus.

Namun, di balik diskursus atau kosep berpikir Filsuf dan Jurnalis kebangaan negeri romantis Prancis ini, ada inspirasi bagiku untuk kembali mempertanyakan masa depanku.

Masa Depan dan Pemberontakan Diaspora di Ibukota RI

Lanskap Jakarta. Sumber foto: Kompasianer Tonny Syiariel
Lanskap Jakarta. Sumber foto: Kompasianer Tonny Syiariel

Kegaduhan terbesar yang pertama saya rasakan ketika menginjakkan kaki di kota metropolitan Jakarta adalah kekaburan akan tujuan hidup.

Karena Jakarta  telah menawarkan ribuan kenikmatin. Jika saya dan kamu tidak memiliki filter atau penyaringan diri, kita pun akan kehilangan  jati diri.

Budaya hedonisme, kapitalisme, dan berbagai aspek pendukungnya, benar-benar memiliki pengaruh yang sangat besar bagi saya dan kamu.

Selain itu, saya pun jujur mengatakan bahwasannya tidaklah mudah untuk ditaklukannya. Karena selama saya bekerja di sana, ada stigmatisasi, manipulasi, persaingan yang tidak sehat. Belum lagi ledakan atau kepadatan penduduk dan permasalahan polusi udara, makin memperkeruh situasi batin (mood) tidak menentu.

Akibatnya, saya pun kerap kali masuk dalam perangkat kekaburan etika dan moral. Namun, lupakan itu semua! Karena bagaimana pun juga, sistem tatanan kota yang sehebat dan didukung oleh pemimpin-pemimpin profesional, tentu ada kelemahannya. Begitu pun di kota-kota lain.

Inilah siklus kehidupan yang biasanya kita berusaha untuk menghindarinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun