Pemerintah pusat setiap tahun menggelontarkan dana desa dalam jumlah yang fantastis. Siapa pun yang melihat uang dalam jumlah yang besar pun pasti memiliki hasrat untuk mencicipinya.
Budaya mencicipi dana desa sudah terstruktur antar kepala daerah. Berdasarkan hasil temuan dari Peneliti ICW Lalola Easter, sepanjang semester 1 2021, ada 62 kasus korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintah desa, diikutin oleh pemerintah kabupaten, dan pemerintah kota dengan masing-masing 60 dan 17 kasus (Kompasiana.com).
Faktor apa saja yang mempengaruhi korupsi anggaran dana desa?
Tentunya ada banyak faktor pendukung korupsi anggaran dana desa oleh pemerintah setempat. Di sini saya hanya fokuskan pada satu aspek yakni tidak ada transparansi dana desa bagi rakyat.
Misalnya; di desa A sedang membangun cekdam atau jalan rabat beton. Berapa pun anggaran dari proyek ini, rakyat tidak tahu.Â
Rakyat hanya disuruh oleh pemerintah desa (tim yang menangani proyek tersebut) untuk bekerja. Dengan imbalan upah seadanya. Selebihnya masuk kantong pemerintah desa (kepala desa dan taffnya).
Mengapa rakyat tidak diberitahu?
Karena kepala desa dan staffnya beranggapan bahwa untuk apa rakyat tahu. Toh, yang penting hasil proyek cekdam dan jalan rabat beton itu jadi. Meskipun hasilnya tidak bertahan lama. Gegara saat pengerjaan, sudah ada pemangkasan anggaran. Jadi banyak bahan yang kurang.
Rakyat yang bekerja mau protes juga mereka tidak memiliki kuasa. Jalan terakhir yang nyaman bagi rakyat adalah bekerja seadanya. Yang penting Pak desa dan staffnya senang.
Menikmati Hasil Curian di Atas Keringat Rakyat
Beberapa Minggu yang lalu, Mediaindonesia.com menguliti istilah "koruptor" dengan penyebutan "PENCURI."
Ya saya juga sangat setuju dengan penggantian kata koruptor menjadi pencuri. Karena selama ini hukum di republik ini memiliki keistimewaan bagi para koruptor.
Coba saja rakyat marginal (kelas bawah) yang mencuri sepeda, ayam, kambing dll, tentu hukumannya akan lebih berat.
Jadi, sekarang kita memiliki penyebutan baru bagi koruptor yakni "PENCURI." Tujuan dari ini adalah memberikan beban moral bagi mereka. Karena mereka sudah lama hidup dan menikmati hasil curian di atas tangisan rakyat kecil.
ICW Hantu Bagi Pengelola Anggaran Desa
Sejatinya ICW sudah lama hadir untuk mengawal kesenjangan yang tercipta di dalam kehidupan bermasyarakt. Terutama di bidang politik, hukum, ekonomi, kesetaraan jender dan pemberantasan korupsi demi keadilan bersama.
ICW hadir laksana hantu bagi pejabat daerah, terutama dalam pengelola angaran dana desa sesuai dengan fungsinya yakni untuk bidang kesehatan (Puskesmas, pendidikan Paud), pengembangan sarana dan prasarana desa demi menunjang kegiatan rakyat, dan perawatan fasilitas umum.
Bagaimana pengunaan dana desa yang adil bagi rakyat?
Tentu cara terbaik untuk penggunaaan dana desa yang efektif adalah kegiatan pembedahan perumahan rakyat.
Jika memungkinkan, sebagian anggaran dana desa untuk pendidikan mahasiswa, pemberdayaan karang taruna desa, pendirian taman bacaan yang dikelola dengan profesional demi pemenuhan nutrizi otak bagi generasi desa, penyediaan ruangan komputer, studi banding ke desa tetangga maupun antar kota demi menimba inspirasi terkait penggunaan dana desa yang efektif serta kegiatan-kegiatan positif yang memberikan canda tawa antar rakyat dalam keseharian.
Sekian dan terima kasih