Cukup
Cukup
Cukup
Karena aku tak kuat untuk menelanjangi kisah hidupku di media Kompasiana.
Tapi,,,,,,,,Ah aku harus mengisahkannya lagi. Karena dibalik keras dan sulitnya pengalaman hidupku, ada inspirasi untuk diketahui oleh anda.
Singkat cerita, aku diasuh oleh Biarawan Katolik. Aku bangga hidup di tengah Biarawan Katolik. Karena selama 5 tahun aku diajarkan banyak hal tentang pentingnya menerima diri.
Menerima diri berarti berdamai dengan orang tua, sesama, lingkungan dan setiap pengalaman yang menyakitkan pada masa kecil. Karena berdamai dengan diri adalah terapi menuju kenikmatan hidup.
Setiap hari aku mencari ketenangan bersama lantunana puji-pujian syahdu Biarawan kepada Tuhan  dalam tradisi Katolik. Sembari aku perlahan mulai menemukan jati diriku.Â
Waktu adalah obat dari segala penyakit. Karena penyakit mental aku disembuhkan oleh proses terapi bersama mesin waktu. Aku tak pernah dibawa ke pakar psikolog dan psikiater untuk mencari solusi dari penyakit minder/inferiorku. Melainkan para Biarawan Katolik selalu mengajak aku untuk menuliskan kisah/cerita yang pahit dalam sebuah jurnal harianku.
Setiap hari aku bermain aksara. Tenunan aksara telah menghantar aku pada penerimaan diri. Karena segala unek-unekku disalurkan melalui jurnal harianku.
Akhirnya, aku jatuh cinta dengan pahatan aksara. Jiwa aksara telah menyejarah bersama kepercayaan diriku untuk menciptakan masa depanku. Sekarang, aku bangga karena aku telah melewati kisah pilu,pahit, perih masa kecilku bersama jurnal harianku.