Mohon tunggu...
Fredy Glenz
Fredy Glenz Mohon Tunggu... Jurnalis - Citizen Journalist

If you call yourself as an influencer on social media, you probably aren't influencing anyone

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Saat Korban Pelecehan Seksual Tidak Mendapat Kepastian Hukum

8 Agustus 2019   15:27 Diperbarui: 9 Agustus 2019   09:23 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Fredy Glenz

Netizen Jurnalis.

“ Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesilaan, dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun. “  ( KUHP Pasal 289 )

BEBERAPA hari yang lalu , Saya mendapatkan pesan whats app tentang  teman wanita yang mendapatkan perlakuan percobaan pemerkosaan yang dilakukan oknum fotografer.

Sampai akhirnya pelaku melakukan tindakan pelecehan seksual dengan menusuk bagian vital korban dengan jari tangan pelaku. Tindakan percobaan pemerkosaan gagal menjadi tindakan pemerkosaan murni karena korban terus berontak dan pelaku pun menyudahi perbuatannya dengan tanpa penyesalan sama sekali.

Tidak lama korban pun ber-inisiatif melaporkan kejadian yang telah di alami ke kantor polisi terdekat.  Di kantor kepolisian korban yang semula begitu kuat tekadnya untuk melaporkan kejadian yang menimpa dirinya , menjadi bingung karena menurut petugas yang menerima laporan , apa yang di laporkan korban tidak dapat di proses secara hukum .

Petugas kepolisian menjelaskan , bahwa laporan korban tidak dapat di proses lebih lanjut karena tidak adanya bukti kekerasan fisik yang menyebabkan korban tidak sadarkan diri dan tidak adanya saksi yang bisa menguatkan laporan korban. Petugas polisi pun menyarankan agar membuat surat perjanjian antara korban dan pelaku yang berisi apabila ada tindakan dari pelaku  yang mencoba mengancam korban atau mengintimidasi korban , pelaku akan di proses secara hukum.

Aneh bukan ? begitu sulitnya korban pelecehan seksual untuk memperkarakan-nya. Apa harus korban pelecehan seksual menjadi korban pemerkosaan dahulu ?  apakah pemerintah serta jajarannya tidak peduli akan tindakan kekerasan dan pelecehan seksual pada kaum perempuan ? Bahkan UU ITE menjadi boomerang sendiri bagi korban atau pelapor tindakan kekerasan dan pelecehan seksual pada perempuan. Masih ingat kasus yang menimpa Ibu Baiq Nuril dimana seorang  guru honorer menjadi korban pelecehan seksual kemudian di kriminalisasi oleh pelaku dengan menggunakan UUD ITE. Bukankah sangat lucu saat korban malah menjadi terlapor.

Dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana ( KUHP ) pada Pasal 289 sampai dengan Pasal 296 KUHP mengutip buku “KUHP Serta Komentar-komentarnya” karya R. Soesilo. Dapat disimpulkan bahwa perbuatan cabul  adalah perbuatan yang melanggar asas kesusialaan dan merupakan perbuatan yang keji yang berkaitan dengan nafsu kelamin. Adapun perbuatan cabul itu seperti ; Cium-ciuman , Meraba-raba anggota kemaluan , Meraba-raba buah dada dan sebagainya.

Dengan pengertian di-atas dapat di simpulkan segala perbuatan jika telah di anggap melanggar norma norma kesopanan dan Kesusilaan  , maka seharusnya dengan jelas dapat dimasukan dalam kategori perbuatan cabul yang secara hukum di definisikan sebagai “ Imposition Of Unwelcome Sexual Demands or Creation Of Sexually Offensive Environments “

Sehingga unsur-unsur penting dari pelecehan seksual dimana adanya ketidak inginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian bersifat seksual telah terpenuhi sehingga pelaku tindak pelecehan seksual dapat di jerat dengan menggunakan pasal pencabulan dengan menggunakan  Pasal 289 s.d. Pasal 296 KUHP

Namun di Indonesia dengan budaya timur yang kental justru menyebabkan para korban enggan melapor kepada pihak berwajib dan membuat banyak korban-korban pelecehan seksual hanya diam karena mereka takut menyebabkan AIB keluarga. Tidak sedikit pula para korban bingung saat ingin melaporkan tindak pelecehan seksual karena tidak adanya bukti yang cukup. Dalam hukum pidana pembuktian di atur dalam Pasal 184 UU no. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ) menggunakan lima macam alat bukti , yaitu ;

  • Keterangan Saksi
  • Keterangan Ahli
  • Surat
  • Petunjuk
  • Keterangan Terdakwa

Sehingga korban pelecehan seksual dapat melaporkan kepada pihak berwajib dengan membawa bukti bukti tersebut. Dalam Kasus pemerkosaan biasanya menggunakan salah satu alat buktinya berupa Visum et Repertum dimana dalam kamus hukum karya JCT Simorangkir, Rudy T Erwin dan JT Prasteyo , Visum et reperfum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu. Misalnya terhadap zenazah dan lain-lain.

Menimbang pada definisi macam-macam alat bukti yang dapat di gunakan , maka visum et reperfum dapat digunakan menjadi salah satu alat bukti untuk menjadi bahan rujukan pada proses pengadilan. Apabila Visum tidak menunjukan adanya kekerasan , maka sebaiknya dicari alat bukti lainnya yang bisa membuktikan tindak pidana tersebut dan pada akhirnya Hakim yang akan memutuskan terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan.

Pada akhirnya para korban tindak pelecehan seksual janganlah ragu untuk melaporkan segala bentuk pelanggaran , dan bila korban merasa takut karena melihat kasus yang menimpa Ibu Baiq Nuril para korban dapat mengkonsultasikan terlebih dahulu dengan LBH yang terpercaya atau kepada ahli hali hukum di bidangnya.

Tulisan ini Saya buat untuk mereka khususnya kaum perempuan untuk lebih berani melaporkan apabila mereka mendapati tindakan pelecehan sexual. Tidak akan adanya perubahan pada hukum tindakan kekerasan dan pelecehan sexual apabIla semua korban hanya diam karena malu dan menganggapnya sebuah AIB.

  “ THE EMOTIONAL , SEXUAL AND PSYCHOLOGICAL STEREOTYPING OF FEMALE BEGINS WHEN THE DOCTOR SAYS, IT’S A GIRL “ ( Shirley Chisholm )

Referensi ;

R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Psal. Politeia: Bogor.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun