Mohon tunggu...
Frederick RibioLavigne
Frederick RibioLavigne Mohon Tunggu... Mahasiswa

Analis kebijakan fiskal dan pemerhati ekonomi yang membaca arah negara melalui titik temu antara narasi kebijakan dan data keuangan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meniti Keseimbangan: Arah Ekonomi Indonesia di Bawah Purbaya Yudhi Sadewa

6 Oktober 2025   21:21 Diperbarui: 6 Oktober 2025   21:21 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: Erman Subekti), (Sumber: infobanknews.com)

Di tengah pergeseran lanskap ekonomi global yang ditandai oleh ketidakpastian, penunjukan seorang Menteri Keuangan baru selalu menjadi momen yang krusial. Kehadiran Purbaya Yudhi Sadewa di pucuk pimpinan kebijakan fiskal Indonesia menandai sebuah babak baru, yang disambut dengan harapan besar akan keahlian teknokratiknya. Namun, tugas yang diembannya jauh lebih kompleks daripada sekadar mengelola angka-angka dalam APBN. Ia mewarisi sebuah perekonomian yang telah teruji oleh pandemi, namun kini harus berhadapan dengan tantangan zaman yang berbeda, menuntut sebuah seni menyeimbangkan antara dua tujuan besar: menjaga stabilitas dan memacu pertumbuhan.

Untuk memahami pendekatan yang kemungkinan akan ia ambil, kita perlu melihat rekam jejaknya yang secara unik merefleksikan dua sisi dari dilema ekonomi ini. Pengalamannya sebagai Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menempanya menjadi seorang figur yang sangat memahami pentingnya mitigasi risiko dan menjaga stabilitas sistem keuangan. Di LPS, fokusnya adalah membangun benteng pertahanan ekonomi dari guncangan. Di sisi lain, perannya di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menempatkannya di jantung program-program akselerasi pertumbuhan, mulai dari proyek infrastruktur strategis hingga agenda hilirisasi yang ambisius. Pengalaman ganda ini memberinya perspektif yang utuh, bahwa stabilitas tanpa pertumbuhan akan stagnan, sementara pertumbuhan tanpa stabilitas akan rapuh.

Tantangan pertama yang langsung menguji sisi kehati-hatiannya datang dari arena global. Kebijakan moneter yang agresif di negara-negara maju, terutama Amerika Serikat, telah menciptakan efek rambatan yang kuat ke seluruh dunia. Menguatnya dolar AS memberikan tekanan berat pada nilai tukar Rupiah, yang secara otomatis membuat beban pembayaran utang luar negeri dan biaya impor komoditas penting seperti bahan bakar minyak menjadi membengkak. Dalam situasi seperti ini, prioritas kebijakan fiskal seringkali terdorong ke arah defensif, yakni menjaga agar guncangan eksternal tidak merusak fondasi ekonomi domestik. Mengelola APBN di bawah tekanan ini membutuhkan kejelian untuk memastikan setiap rupiah dibelanjakan dengan efisien, sambil tetap menjaga kepercayaan pasar.

Namun, fokus pada pertahanan saja tidak akan cukup. Di dalam negeri, terdapat pekerjaan rumah fundamental yang menuntut keberanian untuk mendorong perubahan, salah satunya adalah isu subsidi energi. Masalah ini merupakan contoh paling nyata dari pertarungan antara stabilitas jangka pendek dan kesehatan fiskal jangka panjang. Subsidi yang besar memang membantu menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas sosial untuk sementara waktu, namun alokasinya yang seringkali tidak tepat sasaran telah menyedot porsi anggaran yang begitu besar. Anggaran tersebut seharusnya dapat dialihkan ke sektor-sektor yang lebih produktif untuk mendorong pertumbuhan, seperti pembangunan fasilitas pendidikan yang lebih baik, modernisasi layanan kesehatan, atau kelanjutan pembangunan konektivitas antar daerah. Reformasi subsidi adalah sebuah langkah yang tidak populer namun esensial, dan kemampuannya untuk mengelola transisi ini akan menjadi ujian kepemimpinan yang sesungguhnya.

Pada saat yang sama, agenda pertumbuhan ekonomi tidak bisa menunggu. Visi Indonesia untuk menjadi negara maju membutuhkan investasi besar dan berkelanjutan. Di sinilah peran Menteri Keuangan sebagai penggerak pembangunan diuji. Untuk mendanai berbagai program prioritas, negara membutuhkan sumber penerimaan yang kuat dan andal. Mengoptimalkan penerimaan pajak menjadi sebuah keharusan, namun harus dilakukan dengan cara yang cerdas, memperluas basis pajak dan meningkatkan kepatuhan tanpa menciptakan iklim usaha yang memberatkan. Kebijakan fiskal yang dirancang dengan baik harus mampu memberikan insentif bagi dunia usaha untuk berkembang, karena pada akhirnya, sektor swasta adalah mesin utama penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi.

Pada akhirnya, keberhasilan Purbaya Yudhi Sadewa tidak akan diukur dari kemampuannya memilih salah satu antara stabilitas atau pertumbuhan. Tolok ukur sesungguhnya terletak pada kemampuannya untuk meramu kebijakan yang memungkinkan keduanya berjalan beriringan. Stabilitas fiskal dan makroekonomi bukanlah tujuan akhir, melainkan fondasi kokoh yang di atasnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan dapat dibangun. Arah yang akan ia pilih dalam meniti jalan keseimbangan baru ini tidak hanya akan menentukan rapor APBN, tetapi juga nasib dan kesejahteraan jutaan rakyat Indonesia di masa mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun