Mohon tunggu...
Fransiskus Xaverius Kabe
Fransiskus Xaverius Kabe Mohon Tunggu... Guru

Fransiskus Xaverius Kabe, M.Pd, Anak kedua dari 4 bersaudara, menyelesaikan studi s1 dan s2 di Malang memperoleh gelar Magister tahun 2016, bekerja sambil kuliah menjadi Cashier Food and Beverage di Hotel Trio Indah 2 Malang, kemudian kembali ke Ngada dan bekerja sebagai Dosen di salah satu PTN selama 2 tahun, menjadi dosen Bahasa Inggris di salah satu PTS di Kabupaten Ende tahun 2019-2021, General Manager di Koperasi Jasa Ennisa Mandiri Jaya sampai sekarang dan menjadi Guru Swasta salah satu SMK di Kabupaten Ngada.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Penerimaan atau Penolakan itu sama

24 Juni 2025   07:00 Diperbarui: 23 Juni 2025   20:27 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Free foto AI)

Salah satu pelajaran hidup yang paling tak dapat dielakkan adalah harus menghadapi penolakan dari orang lain. "Penerimaan atau penolakan itu sama" adalah cara untuk mengingatkan diri sendiri akan kata - kata klise bahwa kita tidak menyenangkan hati setiap orang setiap saat (people pleaser). Harus memahami bahwa kita tidak bisa membuat semua orang senang dan menyukai kita. Hal ini penting untuk dipahami agar tidak memaksakan diri secara terus menerus untuk bisa disukai oleh orang lain karena akan mengakibatkan kelelahan fisik dan mental, Impossible bisa menyukai orang 100%, orang terdekat kita pun ada hal-hal yang tidak kita sukai . Bahkan, dalam pengumpulan suara misalnya di mana seorang calon kepala sekolah memenangkan 55 persen suara, ia masih memiliki 45 persen populasi yang berharap bukan ia yang menjadi kepala sekolah. sangat sederhana, bukan?

Peringkat penerimaan dari keluarga, teman-teman, partner dan orang-orang yang bekerja sama dengan kita tak mungkin lebih tinggi lagi. Kenyataannya adalah, setiap orang memiliki susunan gagasan sendiri untuk mengevaluasi hidup ini, dan gagasan kita sendiri tidaklah selalu cocok dengan gagasan orang lain. Namun, untuk berbagai alasan, kebanyakan dari kita melawan kenyataan yang tak terelakkan ini. Reaksi kita menjadi beragam, kita jadi marah, sakit hati, tertekan, atau frustrasi bila orang lain menolak gagasan kita, mengatakan tidak, atau menyampaikan bentuk ketidaksetujuan lainnya dengan berbagai cara.

Semakin cepat kita menerima dilema yang tak terelakan ini bahwa kita sepenuhnya selalu dituruti, diyakan, siap tuan bae tuan oleh orang lain yang kita temui, maka semakin mudah hidup kita jadinya. Bila kita sudah membayangkan suatu saat kita juga akan mendapat penolakan ini, dan tidak berusaha melawan kenyataan ini, kita akan mengembangkan perpektif yang sangat membantu kita menjalani hidup ini sebagai suatu seni yang bodo amat. Daripada merasa sakit hati menghadapi penolakan, lebih baik kita mengingatkan diri sendiri dengan berkata dalam hati, "lagi-lagi begini, tidak apa-apalah" atau dengan mengucapkan kutipan favorit saya  Everythings gonna be fine, bahwa semua hal akan berlalu. Kita malah akan merasa terkejut bahagia, bahkan bersyukur, bila nantinya menerima persetujuan yang kita harapkan. 

Saya mendapati bahwa ada banyak hari-hari ketika saya mengalami penerimaan sekaligus penolakan, dicintai bahkan dibenci, seperti dua sisi mata uang yang saling berhimpitan. Ada orang yang membayar saya untuk berbicara, menjadi tim sukses paslon, pemateri dan ada yang samasekali tak berminat; ada telepon yang berdering menyampaikan kabar baik, ada yang menyampaikan masalah yang harus diselesaikan. Beberapa anak didik ataupun karyawan saya menyukai sikap saya, sedangkan yang lain tidak menyukai bahkan membantah. Ada orang yang mengatakan betapa baiknya saya, ada yang mengatakan betapa egoisnya saya karena tak mau membantu bahkan menelpon balik, maupun membalas pesan WA mereka. Begitulah silih berganti, baik dan buruk, cinta dan benci, penerimaan dan penolakan adalah bagian dari kehidupan setiap orang dan saya adalah orang pertama yang mengakui bahwa saya lebih menyukai penerimaan daripada penolakan . Rasanya lebih enak dan sudah pasti lebih mudah menghadapinya, tapi saya juga menerima penolakan sebagai spion untuk selalu berhati-hati dan merefleksi setiap tindakan serta tutur kata sebelum atau sesudah dilakukan. Semua perasaan-perasaan itu membuat saya merasa lebih sejahtera dan tenang toh seratus tahun dari sekarang kita sudah tak ada lagi dan akan dilupakan, terbenam bersama matahari pasir. Berbahagialah dan nikmati itu.

Demikian. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun