Semua terjadi begitu cepat, sepertinya Tuhan tidak adil, bukankah dia melayani Tuhan? Mengapa harus di saat seperti ini Tuhan mengambilnya? Apakah Tuhan cemburu manakala banyak HT yang di puja dan di agungkan lebih dari Tuhan sendiri?Â
Ah misteri Tuhan terlalu dalam untuk  dimengerti. Hampir setiap pagi berita beruntun seolah tanpa henti menorehkan duka berpulangnya para pelayan-pelayan-Mu yang terkasih. WA dan telepon saya juga berdering bapak sehat, bapak aman, kenapa? Karena saya adalah bagian dari pusat episentrum yang terjadi di lembang.Â
Saya menjadi pembicara dalam acara pembukaan di sana. Itu kegalauan dan kesedihan saya secara pribadi. Tapi mari kita lihat dengan kacamata yang lebih luas...
Tiba-tiba, Â dunia meradang, mahluk yang tidak terlihat bernama Corona yang terdengar sexy di telinga itu datang, dulu itu diperkirakan hanya di Tiongkok, Singapura, untuk negara negara maju yang terlalu bersih, Indonesia jorok, panas, kuman banyak dan corona tidak tahan.Â
Ternyata corona atau covid ini, sudah menghantam 3/4 dari negara negara2 di dunia, cepat atau lambat semua negara akan terjangkitkan. Adakah ini sesuatu yang baru? Tidak. Tidak ada yang baru.Â
Kalau kita kembali ke jaman alkitab, Tuhan pernah ijinkan sampar menyapu bersih orang Mesir, ketika bani Israel tidak di ijinkan untuk beribadah, Perancis pernah mengalami The great Plague of Marseille 1720, dunia pernah kaget dengan The first Cholera pandemic 1820, The Spanish Flu 1920, dan sekrang covids.Â
Teringat akan tulisan nabi Sulaiman bin Daud, Yang sekarang ada dulu sudah ada, dan yang akan ada sudah lama ada; dan Allah mencari yang sudah lalu. Jadi dunia harus siap siap kalau begitu, seolah setiap satu abad ada bencana yang menjadi megaphone Allah bagi dunia.
Tiba Tiba, Indonesia berduka, bukan hanya berita kematian dan kehilangan orang yang di kasihi. Dalam hitungan hari semua berubah dalam negeri tercinta, pembatasan demi pembatasan; salaman, cipika-cipiki dan bergandengan tangan, saling berkunjung, duduk di kopitiam  menjadi sesuatu yang langka di Indonesia, bersatu kita teguh bercerai kita runtuh bukan lagi menjadi kalimat yang biasa kita dengar.Â
Kita di paksa jaga jarak dan tidak boleh berkumpul. Kebiasaan ramah tamah dan menikmati hidup yang bersahaja harus dibatasi. Kekeluargaan dan kebiasaan yang baik di publik berangsur-angsur memudar.Â
Hiruk pikuk keramaian berubah menjadi sepi, termasuk pekerjaan, sekolah, mall dan tempat tempat yang strategies mendadak seperti tidak laku.Tentu ini juga menjadi bencana bagi ekonomi, sosial dan psikologi.
Dalam sekejab Indonesia berubah semua aktivitas dilakukan di rumah saja, sekolah di rumah, kerja di rumah, ibadah di rumah, Tidak terluput gereja pun harus bermanuver, ibadah menjadi on-line, ibadah harus di rumah, tentu sangat kelabakkan bagi banyak gereja secara umum, namun mungkin hal biasa bagi gereja yang melek teknologi, tetapi musibah bagi gereja gereja yang sederhana yang tersebar di seantro wilayah Indonesia yang masih manual dan mengandalkan mimbar.