Mohon tunggu...
Fransiskus Irwan Widjaja
Fransiskus Irwan Widjaja Mohon Tunggu... Ketua Sekolah STT Real Batam

Dr Fransiskus Irwan Widjaja PhD© adalah Alumni Haggai 2003, MAUI, di lahirkan di Jambi 3 Oktober 1966, menamatkan study Bilogical Science (A.Sc) di Merced College California 1987) dan di Oklahoma State University, Stillwater jurusan Penelitian Satwa Liar (Wildlife Ecology management Research) tahun 1989. Setelah mengalami jamahan Tuhan tahun terakhir kuliah dan kembali ke Indonesia, sempat bekerja sebagai tenaga Honor di Universitas Jambi, Kepala R & D perusahaan HTI di Jambi, dan juga terjun di dunia bisnis dan swasta. Ke Kristenan yang jatuh bangun, dan terlilit hutang yang cukup besar selama bertahun tahun. Membuat Rohani bertumbuh dewasa. Menyerahkan hidup sepenuh nya pada tgl 9 september 1997, melayani sebuah gereja kecil yang melayani d berbagai tempat terpencil di pedalaman. Tahun 2000 pindah ke pulau Batam dan melayani di pulau pulau Kepulauan Riau. Tahun 2001 bergabung dengan gereja Bethany Church Singapore sebagai mission director sampai sekarang. Dari tahun 2010 sampai sekarang, menjabat ketua sekolah STT Real Batam

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Covid 19, Duka, dan Cibiran

22 April 2020   14:11 Diperbarui: 22 April 2020   21:32 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Aaah saya masih ingat, ketika teknologi Handphone baru baru memenuhi pasar Indonesia, "gereja" sedikit menolak, bahwa HP akan menjadi alat yang di pakai setan untuk menjauhkan jemaat dari gereja, maklumlah kami kami yang dari latar belakang Pentakosta ini, seringkali iman yang kolot berlari lebih cepat dari pada logika. Dan ternyata sekarang semua tergantung dengan teknologi jaman now, hp sangat di perlukan. Mungkin menghadapi system perobahan bisa disiasati oleh sinode-sinode dan gereja bisa saling membantu.
Tiba tiba di tengah isu corona, ada Gerakan mencibir yang sangat mendukakan saya secara pribadi, warga gereja dan Hamba Tuhan, ada isu-isu miring yang menyedihkan bertebaran dan membuat saya menulis surat terbuka ini.

Isu yang pertama menanyakan keberadaan Gereja atau AKUNTABILITAS Gereja DI RUANG PUBLIK secara umum dan peran gereja-gereja "Mega" secara khusus dalam memerangi pandemic corona.

Sementara di sisi lain membandingkan gereja (mega) dan mengatakan gaungnya tidak terdengar dengan sebuah Lembaga sosial keagamaan yang berani menyumbang dalam jumlah besar dan mendapat apresiasi dari masyarakat.

Teman, sobat  ijinkan saya menjelaskan: gereja tidak bisa dibandingkan dengan yayasan sosial kemanusiaan besar dari suatu kelompok masyarakat dari agama tertentu- karena mereka ditopang oleh berbagai sumber dana baik CSR perusahaan2 yg dimiliki oleh konglomerat  dan pribadi2 dari kalangan mampu ditanah air.

Sementara gereja adalah kumpulan orang se-iman dari berbagai golongan dari orang orang sederhana sampai orang the "have" yang terhisap di gereja lokal dan mengelola kebijakkan dengan aturan denominasi masing masing.  

Saya percaya, Gereja tidak alpha terhadap tanggung jawab publiknya untuk berfungsi dalam masyakarat dan kemanusiaan. Gereja baik besar maupun kecil pasti ambil bagian dengan skala yang berbeda-beda di berbagai tempat, karena gereja tidak niat publikasi terbuka dalam hal memberi, tetapi gereja harus menjalankan fungsinya dalam "Diakonia" berbagi kasih karena itu adalah bagian dari hukum Agung: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Isu kedua, adalah menyerukan agar orang Kristen jangan lagi kasih persepuluhan ke gereja, lebih baik kasih ke Lembaga sosial saja.

Sobat, jika anda tidak mengerti jangan anda paksakan ide yang menyesatkan. Perpuluhan adalah haknya Tuhan, mengembalikan perpuluhan adalah menjalankan Firman Tuhan. Perpuluhan adalah sistem yang Allah tetapkan untuk menciptakan keseimbangan. Bencana tidak setiap hari terjadi. Tetapi para imam, pelayan, setiap hari merekapun harus hidup dari belas kasihan Allah, teTapi jika sobatku tidak setuju karena logika sobat bekerja lebih dari imanmu,  lebih baik diam dan tidak menjerumuskan orang lain karena suatu kali setiap perkataan, perbuatan kita pasti akan dipertanggung jawabkan. Perpuluhan memang penting tetapi sikap hati yang memberi sebagai rasa syukur jauh lebih penting sebagai bukti tak terbantahkan bahwa kita adalah orang beriman sobatku.

Sobat, biarlah dengan situasi Corona ini, meningkatkan keimanan, kesetiakawanan dan toleransi berbagi dengan sesama, bukan saling nyinyir dan membanding-bandingkan tetapi biarlah kita ambil tanggung jawab Bersama dengan kapasitas dan kemampuan masing masing.

Demikian surat terbuka ini saya buat, kiranya boleh menyadarkan kita semua Covid 19, adalah bencana nasional, mari kita Bersama menghadapi, doa dan kerja nyata. Shalom
Fransiskus Irwan Widjaja

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun