Mohon tunggu...
fransiskus
fransiskus Mohon Tunggu... Freelancer - Memberikan Apa Yang Bisa Diberikan

Mengubah Sesuatu Lebih Baik Dengan Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sudahkah Kita Hidup Berdampingan dengan Alam?

22 Desember 2020   14:08 Diperbarui: 22 Desember 2020   16:42 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber dari:https://bnpb.go.id/

Saya teringat dengan sebuah kata bijak yang berbunyi “jagalah alam, maka alam akan menjagamu”. Kalimat tesebut dapat menjadi renungan bagi kita umat manusia, sudahkah kita menjaga alam?. Umat manusia tinggal di sebuah planet yang bernama Bumi. Bumi merupakan planet yang dapat ditinggali oleh manusia karena di dalamnya sudah tersedia berbagai unsur kimia yang dibutuhkan oleh manusia. Ketersedian unsur tersebut membuat manusia dapat hidup dengan selayaknya di bumi. Unsur kimia tersebut juga mempunyai andil besar dalam siklus kehidupan yang ada di Bumi. Bumi kita ini di dalamnya terdapat berbagai macam siklus sebagai contoh, Hidrologi, Siklus Nitrogen, Siklus Fosfor, Siklus Karbon dan berbagai siklus lainya. Berbagai macam siklus tersebut berjalan dengan baik dan berjalan dengan semestinya. Namun, semenjak revolusi industri berbagai macam siklus mulai terganggu.

Berbagai macam kegiatan manusia seperti penebangan pohon, praktik pertanian non-organik, kendaran bermotor penyebab polusi, dan industrialisasi yang merusak berbagai tatanan kehidupan membuat siklus menjadi tidak tertatur. Dampak buruk itu semua mungkin tidak dirasakan secara instan tetapi sekarang kita sebagai umat manusia merasakan akibat dari itu semua. Efek dari itu semua mengakibatkan banyak bencana yang melanda Indonesia dan juga melanda Dunia. Tingkat bencana yang semakin meningkat sudah selayaknya manusia sadar bahwa manusia harus menjaga alam. Pada hakikatnya manusia membutuhkan komponen alam seperti pohon yang menghasilkan oksigen. Tanpa mereka manusia tidak bisa menghirup udara segar. Namun, mengapa  manusia tidak sadar akan hal itu semua, mungkin sudah dibutakan dengan kenikmatan men-scroll ­layar ponsel, atau melakukan shopping untuk memenuhi kenikmatan diri sendiri. Hal tersebut menjadi refleksi bagi kita sebagai spesies yang dikaruniai akal dan budi.

            Tidak terasa kita sudah berada di ujung tahun 2020, tahun yang sangat berbeda dari tahun sebelumnya karena sedang diselimuti oleh wabah Covid-19. Tentu wabah ini dapat menjadi bahan refleksi bagi kita sebagai umat manusia. Pada akhir tahun ini tidak ada salahnya kita menengok seberapa tinggi tingkat kebencanaan di IndonesiaMenurut data BNPB mengenai bencana Indonesia Periode 1 Januari -3 September 2020 terdapat 1.944 bencana. Jumlah tersebut terbagi ke dalam berbagai bencana alam seperti gempa bumi, erupsi gunung berapi, banjir, karhutla, kekeringan, tanah longsor, putting beliung, dan gelombang abrasi. Selain itu terdapat juga bencana non alam yaitu Covid-19. Dari data tersebut jumlah kejadian tertinggi adalah bencana banjir mencapai 730 kejadian. Bencana tersebut tentu saja terdapat penyebabnya. Kita harus menilik akar mengapa banjir mencapai 730 kasus kejadian?Banjir sendiri disebabkan karena tidak ada tanah resapan yang menyerap air tersebut dan tidak tersedianya pohon yang menyerap air tersebut. Siklus hidrologi yang tidak teratur membuat pada musim kemarau hujan terjadi sangat lebat dan wilayah perkotaan tidak bisa menyerap air tersebut dan cenderung mengarahkan ke sungai. Fatalnya, jika sungai tidak mampu menampung maka banjir tidak terhindarkan. Kita tahu di kota besar pohon sudah bertransformasi menjadi Gedung Pencakar langit. Selain banjir bencana seperti karhutla, kekringan, tanah longsor dan lainya disebabkan karena alam sudah dirusak oleh kita umat manusia. Bencana yang terjadi terus menerus  membuat bumi tidak nyaman untuk ditinggali. Jika ditinjau dari aspek ekonomi akan mengakibatkan dampak finansial yang sangat tinggi dan pemerintah harus menggelontorkan dana bencana lebih besar. Hal tersebut menjadi perhatian sangat mendasar karena membuat rugi negara kita dalam aspek ekonomi. 

Data dari BNPB tersebut dapat menjadi refleksi dan tindakan yang akan kita lakukan sebagai umat manusia. Bumi kita hanya satu dan bagaimana cara kita umat manusia mengembalikan agar nyaman untuk ditinggali. Manusia tidak bisa lepas dari akibat yang sudah diperbuatnya. Pertanyaanya, apakah manusia bisa mengembalikanya?. Tentu sangat bisa manusia mengembalikan wujud bumi yang nyaman untuk ditinggali. Namun, perubahanya terjadi secara lambat dan membutuhkan waktu yang sangat lama.  Tentu perubahan didasari diri sendiri, kegiatan menanam pohon, tidak membuang makanan, tidak menggunakan plastic sekali pakai dan kegiatan lainya dapat kita lakukan agar dapat mengembalikan Bumi kita tercinta ke kondisi yang baik.

Mari kita menjaga alam, maka alam akan menjaga kita. perubahan tak bisa lepas dari anak muda. Anak muda harus menjadi motor untuk menggerakan perubahan kehidupan yang kearah baik. Tentu ini semua bukan untuk generasi kita, tetapi untuk anak cucu kita. Persembahkan untuk mereka alam yang indah dan nyaman untuk ditinggali. Perubahan tidak bisa dilakukan sendiri, tetapi dilakukan bersama – sama. Sebuah lidi akan sulit jika untuk menyapu, lain halnya jika kita menyatukan lidi tersebut untuk melakukan sebuah tindakan menyapu. Mari diakhir tahun ini kita merenung berefleksi dan melakukan tindakan di tahun 2021.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun