Renjana bukan sekadar rindu. Ia adalah nyala kecil yang terus menyala, bahkan saat angin kehidupan mencoba memadamkannya.
Dalam riuhnya dunia yang bergerak cepat, ada satu rasa yang tetap tinggal, meski tak terdengar. Ia tidak berteriak. Ia hanya berbisik. Namun kita tahu ia nyata. Ia hidup dalam diam. Namanya renjana.
Apa Itu Renjana?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, renjana adalah rasa hati yang dalam terhadap sesuatu, seperti rindu, cinta, atau harapan yang menggelora. Ia bukan sekadar emosi. Ia adalah hasrat yang diam-diam tumbuh dan menyala, bahkan dalam gelap sekalipun.
Renjana dan Diri Sendiri
Kita sering berpikir bahwa lupa adalah cara untuk sembuh. Tapi renjana justru mengajarkan sebaliknya bahwa mengingat bukan berarti terjebak, melainkan bertahan.
Renjana hadir agar kita tidak kehilangan arah. Ia mengingatkan pada hal-hal yang dulu membuat kita hidup sepenuh jiwa. Ia membawa kita kembali, bukan untuk menetap di masa lalu, tetapi untuk pulang sebentar mengisi ulang semangat yang nyaris padam.
Aku dan Renjana
Ada malam-malam ketika aku duduk sendiri di sudut kamar. Lampu kuning temaram, suara detak jam pelan, dan udara dingin yang menyelinap pelan-pelan. Di saat seperti itu, aku kembali mendengar suaranya renjana, yang lama tak kusapa.
Ia tak pernah marah karena dilupakan. Ia hanya diam, menunggu. Saat aku membuka kembali kenangan yang lama kusimpan, renjana memelukku. Ia tidak menuntut apa pun, hanya hadir sebagai nyala kecil yang menenangkan.
Di dalam renjana, aku bisa menjadi diri sendiri. Aku bisa menangis tanpa malu, mengingat tanpa takut, dan berharap tanpa ragu.
Renjana Bukan Belenggu, Tapi Kompas
Dunia menyuruh kita kuat. Tapi renjana mengingatkan bahwa rapuh juga bagian dari perjalanan.
Ia bukan beban, bukan luka, dan bukan pula jebakan. Ia adalah petunjuk arah. Ia mengingatkan bahwa hidup bukan sekadar berlari, tapi juga tentang mengenal dari mana kita datang, dan ke mana kita benar-benar ingin pergi.
Kadang renjana menyakitkan. Tapi rasa sakit itu justru membuktikan bahwa hati kita masih hidup. Masih ingin. Masih mampu bermimpi.
Renjana bukan musuh. Ia adalah sahabat lama yang tahu segalanya, bahkan yang tidak pernah kita katakan pada siapa pun.Ketika dunia terasa terlalu keras, aku tahu bahwa aku bisa pulang. Bukan pada seseorang melainkan pada diriku sendiri. Pada renjana yang tinggal diam di dada, menjaga nyala harapan agar tak padam.
Renjana bukan tentang masa lalu. Ia adalah cahaya kecil untuk masa depan agar kita tak lupa siapa kita, dan apa yang pernah membuat kita hidup sepenuh jiwa.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI