Mohon tunggu...
Fr. Fransesco Agnes Ranubaya
Fr. Fransesco Agnes Ranubaya Mohon Tunggu... Calon Imam Diosesan Keuskupan Ketapang Kalbar

Penulis Majalah DUTA Pontianak, Ordo Fransiskan Sekuler (OFS) Regio Kalimantan, Calon Imam Diosesan Keuskupan Ketapang Kalbar, Alumni UWD Fak. Sistem Informasi (S1), dan Mahasiswa STFT Widya Sasana Malang Prodi. Filsafat Keilahian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Asal-Usul Suku Dayak Pesaguan

14 Mei 2025   20:52 Diperbarui: 14 Mei 2025   20:52 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Coomans (1987) dan Juweng (1996) sebagaimana dikutip oleh Harimurti, Dayak pada mulanya merupakan suatu istilah yang dikaitkan dengan hal yang menghina, yang ditujukan bagi orang yang tinggal di pedalaman Kalimantan atau bagi orang-orang yang berdiam sebagai penduduk asli non-Muslim Kalimantan. Namun demikian, pada masa kini orang Dayak mengidentifikasi diri sebagai "Dayak" untuk mencapai kepentingan kolektif dalam adat budaya, sosial politik dan ekonomi[1]. Selain itu menurut Sukanda & Raji'in, masyarakat yang disebut sebagai Dayak adalah penduduk asli pulau Kalimantan. Wilayah penyebaran masyarakat Dayak tersebut hampir merata di seluruh bagian Kalimantan yang terdapat dalam tiga wilayah Negara yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Masyarakat Dayak merupakan kelompok masyarakat dari ras yang dikatakan sebagai Proto-Melayu. 

Menurut sejarah, antara tahun 3000 sampai 1500 Sebelum Masehi, nenek moyang orang Dayak bermigrasi dari daratan Asia, dari wilayah yang disebut Yunan di Cina bagian Selatan, ke arah Asia Tenggara. Perpindahan tersebut tidak terjadi hanya dalam satu gelombang, tetapi juga dalam kurun waktu yang sempit, demikian juga jalur-jalur yang ditempuhnya. Sukanda & Raji'in juga menjelaskan bahwa kelompok Dayak yang bermukim di bagian tengah dan selatan pulau Kalimantan (baik itu wilayah Kalimantan Tengah dan Selatan) tiba melalui daerah Sumatera dan Jawa, sedangkan yang ada di bagian barat dan timur (Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sabah dan Brunei) tidak melalui Jawa. Fridolin Ukur sebagaimana dikutip oleh Sukanda & Raji'in mengungkapkan bahwa istilah "Dayak" untuk menyebut suku-suku asli di Kalimantan dalam arti positif, pada mulanya digunakan oleh August Hardeland dalam buku Dajaksch-deutsches Woerterbuch (1859). Istilah tersebut dipergunakan sebagai kata ejekan atau penghinaan bagi penduduk asli yang notabene masih mengalami keterbelakangan atau ketertinggalan dibandingkan dengan suku-suku pendatang yang lebih banyak bermukim di pesisir. Sejak saat itu, kata "Dayak" digunakan untuk memberikan identitgas bagi seluruh penduduk asli Kalimantan yang digolongkan ke dalam ras Proto-Malay dan tidak beragama Islam[2]. 

Masyarakat Dayak Pesaguan merupakan kelompok masyarakat yang menyebut diri sebagai "Dayak Pesaguan Sekayu' ". Orang Dayak Pesaguan tinggal di sepanjang Sungai Pesaguan bagian hulu dan sekitarnya, termasuk juga anak-anak sungainya. Sebagian besar wilayah aliran sungai yang berhulu di Pegunungan Schwaner ini, berada dalam wilayah Kecamatan Tumbang Titi, Lalang Panjang dan Sungai Melayu Raya', Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Kelompok masyarakat Pesaguan ini terdiri dari beberapa kelompok kecil yang memiliki bahasa yang sama dengan beberapa perbedaan dialek. Orang Dayak Pesaguan juga memiliki sejarah, tradisi, adat-istiadat, serta hukum adat yang memiliki banyak kesamaan[3].

Menurut pembagian yang dicatat oleh Tjilik Riwut, Lontaan dan sebagai penulis tentang Dayak sebagaimana dikutip Sukanda & Raji'in, masyarakat Pesaguan digolongkan ke dalam kelompok, yang oleh H.J. Mallincrodt dengan istilah stammenras Klemantan atau Dayak Darat. Riwut sebagaimana dikutip oleh Widen menggunakan istilah-istilah suku asal (Dayak), suku besar, suku kecil dan suku kekeluargaan, untuk membagi kelompok-kelompok suku Dayak yang ada[4]. Dayak Klemantan atau Dayak Darat, sebagai suku asal, masih dikelompokkan ke dalam dua suku besar yaitu Klemantan (Dayak Darat atau Land-Dayak) dan Ketungau. Dalam pengelompokkan ini, Pesaguan dan sebagian besar masyarakat asli di Kabupaten Ketapang termasuk ke dalam kelompok suku besar Ketungau[5]. 

Selain itu, Sellato mengidentifikasi masyarakat Pesaguan dan sebagian masyarakat asli di Kabupaten Ketapang lainnya sebagai kelompok Ngaju. Hal ini tampak dari peta kelompok-kelompok masyarakat asli di Kalimantan diklasifikasikannya. Dari segi ritus kematian, kelompok Pesaguan memiliki banyak kemiripan dengan Kelompok Ngaju (Barito) di Kalimantan Tengah. Sebagai contoh, penyelenggaraan upacara Penyandungan di daerah Pesaguan juga terdapat dalam adat kematian Ngaju di Kalimantan Tengah. Beberapa istilah yang berhubungan dengan ritus kematian juga sama[6].

Menurut letak geografis, Suku Dayak Pesaguan tersebar ke dalam beberapa kelompok, yaitu:

Kelompok Serongkah Onam (Pesaguan Hulu)

Dalam sejarah yang dikisahkan melalui cerita-cerita rakyat Pesaguan, Serongkah merupakan salah satu daerah tertua dan berpengaruh di seluruh wilayah kediaman masyarakat Pesaguan. Orang Serengkah mendiami paling hulu dari Sungai Pesaguan. Di bagian ini, Sungai Pesaguan memiliki beberapa cabang, yaitu sungai Serongkah dan Setunggu. Letak wilayahnya berada di bagian timur dari Kecamatan Tumbang Titi, yang berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Masyarakatnya mendiami kampung-kampung Tanjung Malui, Keliampu, Batu Beransah (Tanjung Bunga), Sekelumbi, Serongkah Kiri, Serongkah Kanan, Batu Bulan, Beringin dan beberapa kampung yang lebih kecil. Sebagian kediaman merka kini termasuk wilayah Desa Tanjung Be'ulang, Desa Beringin dan Desa Serongkah Kiri dan Desa Serongkah Kanan. Kampung yang termasuk dalam wilayah desa lain, hanya kampung Tanjung Maloi, yakni di wilayah desa Natai Panjang. Maka dari itu, secara geografis wilayah masyarakat Serongkah sebagian besar berbukit-bukit dikelilingi beberapa bukit yang agak tinggi, yakni Bukit Rayo, Beringin Tinggi, Sepantis dan Menggelaso. Meskipun demikian, sebagian besar orang Serongkah bermukim di pinggir sungai Pesaguan dan anak sungainya[7]. 

Kelompok Kengkubang-Jelayan (Pesaguan Tongah)

Kelompok Kengkubang-Jelayan mendiami wilayah di sekitar Sungai Pesaguan, mulai dari Tumbang Titi sampai dengan Suka Damai, yang terdiri dari kampung-kampung Titibuluh, Jelayan, Natai Panjang, dan Suka Damai. Wilayah kediaman masyarakat ini berada di sebelah hilir Serongkah. Seluruh wilayuah kediaman mereka saat ini termasuk dalam wilayah Desa Natai Panjang dan Desa Jelayan. Bukit yang tinggi di daerah ini antara lain adalah Bukit Jelayan dan Bukit Sepawar[8]. 

 Kelompok Batu Tajam & Sungai Melayu (Pesaguan Hilir)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun