Rakyat bukan menolak pajak. Sebagian besar orang paham bahwa tanpa pajak, negara tidak bisa berjalan. Yang mereka tuntut adalah keadilan dan kejelasan. Jangan sampai rakyat terus dipajaki, tetapi melihat pejabat berfoya-foya dengan fasilitas bebas pajak. Jangan sampai rakyat terus dipotong penghasilannya, sementara negara menghambur-hamburkan uang pada proyek yang tidak jelas manfaatnya.
Sudah saatnya paradigma baru dibangun. Negara memang tidak perlu membayar pajak kepada dirinya sendiri, tapi negara harus menunjukkan teladan dengan mengelola setiap rupiah pajak dengan bersih. Transparansi bukan lagi pilihan, melainkan kewajiban. Pemerintah harus bisa membuka data penggunaan pajak secara detail, mudah diakses, dan diawasi publik.
Rakyat akan rela membayar pajak jika mereka percaya. Tetapi jika kontrak sosial ini terus dipermainkan, bukan tidak mungkin muncul perlawanan diam-diam: kepatuhan pajak rendah, praktik penghindaran pajak meningkat, dan negara akhirnya rugi sendiri.
Pajak adalah kontrak sosial. Jika pemerintah menuntut rakyat patuh, maka pemerintah juga harus patuh pada janji utamanya: melindungi, menyejahterakan, dan berlaku adil. Bebas pajak bukan berarti bebas tanggung jawab.
Penutup
Rakyat yang terus dipajaki sementara pemerintah dikecualikan memang menimbulkan dilema keadilan. Secara teknis, negara tidak wajib membayar pajak kepada dirinya sendiri. Namun secara moral, pemerintah justru memiliki kewajiban lebih besar untuk membuktikan integritasnya. Transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan pada rakyat adalah "pajak" yang wajib dibayar setiap hari.
Kalau negara ingin rakyat patuh, maka negara juga harus adil. Karena kepercayaan hanya bisa lahir dari rasa keadilan yang nyata. Tanpa itu, pajak hanya akan dianggap beban, bukan kontribusi bersama.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI