Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Diskriminasi di Sekolah Kok Jadi Budaya?

15 Agustus 2025   18:15 Diperbarui: 14 Agustus 2025   22:19 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bullying(shironosov)

Media dan masyarakat juga punya peran besar. Selama pemberitaan masih fokus pada murid juara dan mengabaikan kisah murid yang berjuang di jalur berbeda, stigma ini akan terus hidup. Kita butuh narasi baru yang merayakan keberagaman pencapaian siswa, bukan hanya hasil ujian.

Membangun Sekolah yang Benar-Benar Inklusif

Sekolah inklusif bukan sekadar menerima semua siswa tanpa memandang latar belakang, tapi juga memastikan bahwa setiap siswa merasa diterima, dihargai, dan memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang.

Ini berarti guru perlu dibekali pelatihan tentang kesadaran bias, teknik mengajar yang memfasilitasi semua tipe pembelajar, dan cara menciptakan suasana kelas yang aman untuk semua. Fasilitas sekolah juga harus diatur agar semua siswa punya akses yang setara, termasuk siswa dengan kebutuhan khusus.

Penting juga membuka ruang dialog antara siswa, guru, dan orang tua. Diskusi yang jujur tentang pengalaman diskriminasi bisa menjadi langkah awal untuk memahami masalah dan mencari solusi bersama.

Yang tak kalah penting, sekolah harus berani mengubah sistem penilaian agar tidak hanya menilai kecerdasan logis-matematis, tapi juga kecerdasan emosional, kreativitas, dan kontribusi sosial. Dengan begitu, semua siswa punya peluang yang sama untuk diakui keberadaannya.

Penutup

Diskriminasi di sekolah tidak boleh lagi dianggap hal kecil atau sekadar bagian dari dinamika pendidikan. Jika kita ingin membentuk generasi yang adil, empatik, dan siap menghadapi dunia yang beragam, kita harus mulai dari lingkungan belajar yang setara.

Sekolah adalah tempat membangun masa depan, dan masa depan itu seharusnya tidak dimulai dari perlakuan yang berbeda hanya karena latar belakang atau nilai rapor. Sudah saatnya kita mengubah budaya sekolah menjadi budaya yang benar-benar menghargai setiap individu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun