Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tren Podcast Antara Ruang Bicara Bebas dan Obrolan Tak Bermakna

10 Agustus 2025   19:37 Diperbarui: 10 Agustus 2025   19:37 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi podcast (Dok. Shutterstock)

Podcast di media sosial kini seperti kafe baru di dunia digital. Semua orang bisa datang, duduk, dan berbicara apa saja. Dari obrolan serius tentang perubahan iklim hingga tawa lepas membahas cerita cinta SMA, semuanya punya tempat. Fenomena ini berkembang begitu cepat sehingga kita tidak sadar bahwa format ini telah mengubah cara orang mengonsumsi informasi. Namun, di tengah kebebasan itu, muncul pertanyaan yang mulai sering terdengar: apakah podcast di media sosial benar-benar sudah menyentuh isu-isu penting yang relevan dengan masyarakat, atau hanya menjadi tempat ngobrol santai yang isinya bisa dibilang tidak terlalu berguna?

Pertanyaan ini penting, bukan untuk mengekang kreator, tapi untuk mengukur sejauh mana kekuatan podcast dimanfaatkan. Sebab, kalau hanya berhenti pada hiburan ringan, potensi besar yang dimiliki format ini bisa terbuang percuma.

Podcast sebagai Panggung Bebas yang Tidak Semua Gunakan dengan Serius


Podcast awalnya populer di luar negeri sebagai medium mendalam untuk membicarakan isu, wawancara tokoh penting, dan membedah topik yang jarang disentuh media arus utama. Di Indonesia, format ini meledak ketika platform seperti YouTube dan Spotify mulai memberi ruang lebih besar. Ditambah lagi, potongan-potongan podcast yang diunggah ke TikTok membuat format ini terasa dekat dan mudah diakses.

Keunggulan podcast adalah fleksibilitas. Durasi bisa panjang, pembahasan bisa detail, suasana bisa cair. Tidak ada batasan ketat seperti di televisi yang mengharuskan semua serba singkat. Di atas kertas, ini seharusnya menjadi peluang emas untuk mengangkat isu-isu penting tanpa terjebak dalam tekanan rating atau sponsor yang terlalu ketat.

Masalahnya, tidak semua kreator mau atau mampu memanfaatkan kesempatan itu. Banyak podcast justru berubah menjadi ajang ngobrol bebas yang isinya tidak punya arah jelas. Kadang menghibur, tapi sering juga terasa seperti percakapan yang hanya penting bagi pembicara, bukan bagi pendengar.

Bukan berarti semua harus serius. Tapi ketika mayoritas konten hanya berisi gosip atau cerita personal yang tidak memberi wawasan baru, wajar kalau muncul anggapan bahwa tren podcast ini lebih condong ke "obrolan santai untuk seru-seruan" daripada "forum diskusi yang mencerahkan".

Ketika Isu Masyarakat Kalah Viral dari Candaan

Dunia digital punya hukum sendiri: yang cepat, lucu, dan mengundang reaksi emosional instan akan menang. Algoritma media sosial mendorong kreator untuk membuat konten yang mudah dibagikan, dan topik ringan hampir selalu mengalahkan topik berat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun